Bau pantai itu menghasilkan imajinasi visual dan rasa yang mengakibatkan saya seakan berada di pantai dan dapat membauinya. Sedikit ke arah halusinasi sebenarnya, namun yang membedakan adalah keadaan saya sadar, bahwa saya tidak sedang berada di objek secara nyata. Dan juga saya sadar, bahwa saya hanya berangan-angan, sebatas membayangkan. Ternyata, saya tidak mengidap sinestesia.
Berbeda kondisi dengan pengidap sinestesia. Dalam pengakuan-pengakuannya, ia secara detail mampu menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dirasa, dan dicium tanpa mereka-reka.Â
Coba saja kunjungi Vice, ada artikel wawancara dengan pelukis Melissa McCracken yang berkarya atas dasar persepsinya menangkap warna dalam lagu Pink Floyd, Radiohead, Jimmy Hendrik, Bon Iver, dll.
Secara umum, kita sepakat bahwa musik memang tidak berwujud, maka ia juga tidak berbau. Musik adalah seni auditif, ia dapat didengar untuk bisa menerima pesan yang ada di dalamnya.Â
Namun ternyata bagi pengidap sinestesia, musik bisa saja berbau, berwarna, bertekstur, bahkan berbentuk. Kondisi ini sebenarnya menguntungkan bagi pengidap sinestesia, karena persepsi musik menjadi multi-dimensi. Otomatis ia merasa apa yang orang lain tak merasakan.
Kondisi ini mungkin dapat memperkaya penciptaan musik, dengan catatan sudah paham akan ilmu pengetahuan musik. Ia menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, yang bisa memunculkan penemuan baru.Â
Kondisi ini mungkin juga sangat menguntungkan bagi pengajaran solfegio, karena metode yang ditawarkan mungkin akan lebih menarik dari yang sudah ada.
Saya juga mengharapkan bisa bertemu pengidap sinestesia secara langsung, terutama dalam merespon musik. Akan sangat menyenangkan bisa berbagi perspektif dalam membicarakan musik. Mungkin bisa membuat musik bersama-sama dengan metode sendiri-sendiri.
Namun semenjak ter-locknya bau pantai di memori, saya jadi suka menandai musik mana yang "mambu laut" dan mana yang tidak. Terbukti kecendurungan saya untuk menciptakan momen itu terwujud pada lagu Salah Tingkah, milik Rindulalu.Â
Kebetulan saya penata musiknya. Lalu beberapa lagu dari teman yang ingin diarahkan agar suasana lautnya terasa. Menarik, karena menurut saya bau laut yang ada di memori ini bisa dibangun secara sengaja dengan mempertimbangkan harmoni akord, interval lagu, dan isian iramanya.
Walau bagaimanapun, upaya saya dalam mencoba membaui musik berakhir menyenangkan, meski gagal. Musik tetaplah odorless (tak berbau) bagi kami yang tidak mengidap sinestesia.Â