Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Musik Menyingkirkan Keresahanmu!

26 Maret 2020   08:15 Diperbarui: 27 Maret 2020   04:22 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mendengarkan musik. (shutterstock)

Dunia sedang mengecap kegetiran yang menusuk di rongga mulutnya. Penyebaran wabah virus Corona sudah tak pandang bulu. 

Orang-orang  mengisolasi diri di rumah masing-masing. Jalan-jalan kota besar sebagian sudah lumpuh. Sekolah sudah libur. Kantor-kantor, Mall, tempat wisata, sudah diantisipasi dan dihindari. Aktifitas berkerumun, sudah diminimalisir. Resepsi akbar pernikahan sudah dilarang, bahkan akan ada denda 1 tahun bui bagi yang melanggarnya.

Di garda depan, Tim Medis mati-matian merawat korban. Pemerintah akhirnya mulai panik menatap angka jumlah korban terus melunjak. Ujian Nasional ditiadakan. Hastag #dirumahaja digalakkan seluruh elemen. 

Orang-orang terdekat saling menjaga. Orang-orang tercinta saling menguatkan. Sungguh, dalam 25 Tahun saya hidup, baru kali ini menghadapi keadaan segenting ini.

Masjid dan tempat ibadah lain sudah mulai dibatasi aktifitasnya. Adzan sudah mulai diganti dengan "Sholatlah kalian di rumah masing-masing". Rupiah menurun. Krisis masker dan hand sanitizer merongrong dari segala penjuru. 

Penggalakan pola hidup sehat selalu menghiasi timeline medsos. Anjuran untuk tidak panik selalu bergema di mulut-mulut pemerintah. Masyarakat diminta untuk menurut, agar wabah ini segera berakhir.

Work From Home menjadi kebijakan yang paling masuk akal. Masuk akal bagi mereka yang kerjaannya bisa digantikan dengan daring. 

Sayangnya, kebijakan ini tidak relevan dengan  mereka yang bekerja di lapangan, seperti buruh tani, supir truck, kuli bangunan, tukang becak, ojek online, dan masih banyak yang lain. Masih banyak saudara kita yang bertaruh nyawa di luar sana, demi dapur bisa ngebul.

Bagaimana dengan musisi?

"Musik masih menyimpan muatan-muatan optimisme untuk manusia bertahan hidup. Segelap-gelapnya lirik yang dibuat, ia tetap membawa musik yang indah."

Ternyata wabah ini tidak pandang bulu juga soal pekerjaan. Di dunia musik, keadaan ini juga berimbas. Job wedding, reguler, event, bahkan festival terancam pending.

Apesnya, ada yang menggantungkan rejeki hanya dari seperti ini. Satu persatu mereka mengeluhkan keadaan. Namun disamping itu, mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa, termasuk ngeyel. Baru kali ini, bermusik namun nyawa yang jadi taruhannya.

Dengan konsekuensi tersebut, sebagian musisi ada yang pasif. Ia di rumah, istirahat, dan menggantungkan nasibnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sebagian lagi masih putar otak, membuat konten Youtube dari rumah agar tetap ada monetize demi menghidupi dirinya dan keluarganya. Sebagiannya lagi kolaborasi via daring, jamming lagu yang disepakati untuk bisa meruntuhkan kepanikan yang menyelimutinya.

Ada yang sukarela menggalang bantuan untuk keperluan tim medis atau peralatan kesehatan lainnya dengan cara ngamen online. Ada pula yang tergugah untuk berkarya dengan tema Corona, membuat lagu dan mempublishnya.

Isinya tak jauh dari ajakan physical distancing, di rumah aja, seruan hidup sehat, dan tidak panik. Insting kreatif mereka ternyata tetap muncul walau dalam keadaan buruk seperti ini.

Dari sisi penikmat musik, keadaan semi-lockdown ini membuat mereka harus berpuasa nge-gigs. Menonton pertunjukan musik/nge-gigs, mungkin bagi mereka adalah ritual. Sementara, ritual itu harus hilang. Diganti dengan menikmati musik yang serba daring. 

Ia harus sabar menunggu wabah ini berakhir untuk bisa bertemu dengan musisi kesukaannya di panggung dan di tengah riuh ramai penonton.

Musik menjadi salah satu pengisi jadwal kegiatan mereka disaat di rumah. Bisa berupa karaoke bareng keluarga, jamming lagu, atau hanya sekadar menumpahkan kebosanannya menatap tembok dan langit-langit rumah.

Playlist-playlist telah mereka susun sedemikian rupa di gadget dan pemutar musik. Semua dilakukan agar kegiatan di rumah tidak terlampau menakutkan dan mebosankan. Menciptakan suasana-suasana menyenangkan yang membuat psikis tetap waras.

Oleh karena itu, saya rasa musik punya andil besar di dalam keadaan ini. Coba bayangkan, keadaan ini tanpa hadirnya musik. 

Berita-berita yang mengucur deras, bisa mengganggu psikis dikarenakan teror yang tak segera dinetralisir. Update info memang sangat perlu, tapi jika menelan semua informasi apakah itu malah tidak mengguncangkan kepanikan kita?  

Musik punya andil di situ. Kebosanan yang melanda percakapan diantara anggota keluarga juga merupakan teror kenyamanan disaat seperti ini. Musik bisa menjembatani keduanya, mereka bisa berinteraksi secara musikal, kata-kata menjadi lebih hidup dengannya.

Namun, wabah ini masih ada di antara kita. Di dalam remangnya keadaan ini, dan di tengah kepasrahan-kepasrahan masyarakat, saya yakin musik mampu menguatkan optimisme kita untuk bertahan hidup lebih lama. Ia menyadarkan bahwa masih banyak musik yang indah untuk kita dengar. 

Jangan mati dulu, masih banyak musik bagus yang belum kita dengarkan dan nikmati. Banyak musik yang belum kita jumpai secara langsung. Banyak fakta bunyi yang belum bertemu pendengaran kita secara mesra. Dan juga banyak ilmu musik, yang bagi sebagian peneliti masih menjadi misteri. Fenomena bunyi itu masih banyak yang belum tergali.

Musik masih menyimpan muatan-muatan optimisme untuk manusia bertahan hidup. Segelap-gelapnya lirik yang dibuat, ia tetap membawa musik yang indah. 

Karena diduga musik sudah berbicara sebelum adanya lirik. Ia dapat membawa pesan-pesan yang luhur, sekalipun itu menyedihkan. Ia adalah media yang paling jujur, yang dapat mengerti keadaan kita masing-masing. 

Dengan begitu, semboyan music for healing itu ada dan sebenarnya tidak tergantung oleh lirik dibelakangnya. Lirik hanya penguat pesan, ia muncul sebagai perekat.

Musik menemani kita di setiap keadaan, terbukti ia berperan dalam situasi seperti ini. Musik mampu meredakan kegamangan, meredam keputusasaan, menyingkirkan keresahan dalam menunggu hari esok. 

Saya yakin, keadaan akan membaik. Orang-orang akan bertemu dan bertegur sapa lagi seusai wabah ini berakhir. Mereka akan melanjutkan "ritual-ritual" musik secara khusyu dengan hati yang berbuncah. Musisi akan dapat jobnya lagi. Peneliti musik akan dapat objeknya lagi.

Dan penikmat musik menghadiri event dan festival lagi dengan tenang. Semuanya membaik, jika kita mau berusaha dan berdoa. 

Semua saling dukung, saling menguatkan, dan jangan lupa, tambah stock harapan hidup kita beratus kali lipat dari sekarang. Musik ada dan menjadi booster harapan itu. Stay safe, kawanku. Salam untuk semua orang yang kau cintai. Sembuh, sembuh, sembuh.

Andri Widi Asmara, di tengah pandemik Corona, 26/03/20

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun