Mohon tunggu...
Andriansyah
Andriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Menulis adalah bahasa yang paling ramah. Minat pada tulisan-tulisan edukatif seputar isu hukum, politik, pendidikan, dan bahasa. Karya penulis salah satunya buku yang berjudul "Rancangan Perubahan UUD NRI Tahun 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara". Selain itu, ketertarikan di dunia sastra cukup kental dengan antologi puisi. Buku antologi Puisi dari penulis salah satunya berjudul "Lentera Bangsa"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Digitalisasi Bermakna: Spesifikasi Data Putusan, MK Cerminan New Public Service

23 Juli 2023   16:40 Diperbarui: 23 Juli 2023   17:03 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Andriansyah, 2023 (Dokumen Pribadi)

Reformasi birokrasi menjadi salah satu dampak kuatnya arus globalisasi. Seiring dengan pemahaman masyarakat yang semakin berkembang, maka ruang informasi juga terus berkembang. Setiap negara-negara harus siap menghadapi gempuran perkembangan zaman termasuk digitalisasi. Terbukanya ruang menilai dan mengawasi kinerja birokrasi, menuntut akses yang mudah dan transparan. Konsekuensinya, pemerintah di berbagai negara berbondong-bondong menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik. 

Pertanyaan menarik, bagaimana dengan digitalisasi pemerintah Indonesia? Berdasarkan data survey yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengukur sistem pemerintahan berbasis elektronik alias e-government di Asia Tenggara pada 2022 menunjukan Indonesia masih jauh tertinggal oleh negara tetangga. Singapura tercatat di posisi teratas dengan skor 0.9133 poin, disusul Malaysia 0.7740 poin. Sedangkan Indonesia di urutan kelima hanya 0.7160 poin. Ironik melihat macan asia masih saja tertidur dan tenggelam dalam mimpinya. 

Padahal, media elektronik akan mempererat hubungan pemerintah dengan rakyatnya. Indonesia yang berprinsip demokrasi rakyat berdasar nomokrasi seharusnya dapat lebih peka dengan kebutuhan rakyat. Setiap lembaga negara hendaknya bergerak mengupayakan New Public Service melalui digitalisasi yang masif. Utamanya bagi lembaga yang bersinggungan langsung dengan hak dan kepentingan warga negara yakni lembaga peradilan. Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) harus lebih progresif memaknai digitalisasi. 

Digitalisasi MK Saat ini 

MK memikul beban mengawal demokrasi. Logika yang terbangun, pelayanan publik di MK harus menjadi acuan wawasan yang pro demokrasi. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bukan hanya menjadi slogan politis namun juga tata kelola pemerintahan (governance). Pengawalan demokrasi melalui digitalisasi informasi menjadi pondasi kuat. 

MK juga dikenal sebagai Administrator Negara di bidang yudisial khususnya pengawalan konstitusi. Peran MK yang double action ini membutuhkan upaya ekstra untuk memasifkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan wewenangnya.  Saat ini MK memiliki laman media resmi yaitu mkri.id sebagai bank informasi baik yudisial maupun non-yudisial yang ada di MK. Selain melalui laman, MK juga aktif menyebarkan rekaman sidang dan kegiatan lainnya di laman youtube Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 

Web resmi yang dimiliki MK juga lebih progresif dibandingkan lembaga negara lain. Diantaranya mempermudah pengguna disabilitas dengan fitur voice, tata letak informasi yang dapat dijangkau dengan mudah, akses tracking putusan sesuai dengan kalender, transparansi kepegawaian, peraturan berkaitan dengan administrasi MK, hingga update hasil putusan. 

Problematika Penyebaran Informasi Putusan MK

Kemarin, muncul berita berantai di Kompas mengenai KPU yang tidak memberikan sanksi bagi partai politik yang curi start kampanye. Kedua berita tersebut membeberkan alasan KPU tidak memberikan sanksi. Publikasi semacam itu mencegah terjadinya public interest. Sebuah analogi begitu pentingnya publikasi. Publikasi adalah bagian penting dari pelayanan publik. 

Putusan yang bersifat final and binding padanya berlaku fiksi hukum (semua masyarakat dianggap tahu tentang hukum). Namun, putusan hanya menjadi pandora mistis apabila tanpa publikasi. Sedangkan, publikasi yang menyisakan pertanyaan dapat menimbulkan penyakit psikologis terhadap masyarakat yang disebut sebagai  anxiety information (kecemasan publik). Oleh sebab itu tidak ada jalan lain selain membuat publikasi seinformatif mungkin. 

Publikasi putusan MK terkadang masih sulit dicerna dengan cepat karena belum ada data terpadu mengenai informasi putusan. Jika ingin melihat putusan lama dalam artian bertahun-tahun, masyarakat harus membuka satu persatu halaman website MK mulai dari putusan yang terbaru. Tentu ini menyita banyak waktu, padahal orientasi reformasi birokrasi bermaksud mempercepat akses pelayanan. Pada sisi yang lain, masyarakat juga masih kesulitan untuk mengetahui pertimbangan hakim di balik amar putusan. Sebab informasi awal tidak menyediakan konklusi yang merupakan rangkuman dari pertimbangan hukum hakim.

Pencacahan Informasi dan Pemetaan Informasi Putusan Jadi Jawaban

Publikasi putusan MK akan semakin progresif jika terdapat peningkatan pada tata kelola informasi putusan. Peningkatan ini dapat diwujudkan pencacahan informasi putusan dalam bentuk tabel dan pemetaan informasi prioritas. Pencacahan dan pemetaan informasi tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi berikut.

Gambar: Ilustrasi Tata Kelola Putusan

Sumber: Andriansyah, 2023 (Dokumen Pribadi)
Sumber: Andriansyah, 2023 (Dokumen Pribadi)

Amar putusan sebagai informasi prioritas yang harus cepat diketahui harus beriringan dengan konklusi sebagai gambaran umum yang menyebabkan lahirnya amar putusan. Bentuk publikasi seperti itu, akan lebih memudahkan masyarakat untuk mengetahui putusan, jenis putusan, dan gambaran umum mengenai alasan dan amar putusan. Sifat fiksi hukum akan lebih terakomodir dengan model tersebut. 

Publikasi putusan MK yang lebih  informatif semakin dibutuhkan saat ini, sebab masyarakat dapat juga sebagai pengawal putusan MK apakah dijalankan oleh adresatnya atau tidak? Hal itu akan memperkuat  daya eksekutorial putusan tersebut. 

Janet V. Denhardt and Robert B. Denhardt dalam bukunya "The new public service: serving, not steering" pernah  menyinggung hal tersebut dengan menunjukkan bahwa pelayanan publik yang baru mengedepankan rasa keadilan, responsif, rasa hormat, komitmen, termasuk pula pemberdayaan (B Denhardt, 2007: 164). Mempermudah akses masyarakat, berarti MK telah memberdayakan dan bersinergi bersama masyarakat dengan membuka jalan masyarakat untuk berperan mengawal pelaksanaan putusan MK.

Becik ketitik, ala ketara (Perbuatan baik akan diketahui dan perbuatan buruk nantinya juga akan diketahui). Publikasi putusan yang lebih informatif dapat menjadikan MK sebagai penyelenggara pelayanan yang tidak hanya baik, namun juga humanis dan akomodatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun