Mohon tunggu...
Andri Ansyah
Andri Ansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pamulang semester 3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akad Digital dalam Perspektif Fikih Muamalah: Menjaga Keselarasan dengan Prinsip - Prinsip Syariah

26 Desember 2024   22:46 Diperbarui: 26 Desember 2024   22:46 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penjualan Online Sumber: https://pixabay.com/photos/ecommerce-selling-online-2140603/

Dalam era digital yang semakin berkembang, penggunaan teknologi untuk berbagai keperluan transaksi semakin umum, termasuk dalam konteks hukum Islam, khususnya dalam praktik fikih muamalah. Akad secara digital, yang memanfaatkan platform elektronik dan sistem komunikasi digital, kini menjadi alternatif yang praktis untuk transaksi yang sebelumnya dilakukan secara langsung atau melalui dokumen fisik. Namun, agar akad digital ini sah menurut hukum Islam, terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi sesuai dengan ajaran fikih muamalah.

Pengertian Akad dalam Fikih Muamalah

Akad dalam fikih muamalah adalah perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, seperti jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya. Akad ini harus memenuhi syarat sah yang telah ditetapkan dalam Islam, seperti adanya ijab (penawaran), qabul (penerimaan), serta kesepakatan atas objek akad yang halal, dan tidak ada unsur-unsur yang haram atau merugikan.

Akad Digital Sebuah Solusi Modern dalam Fikih Muamalah

Akad secara digital merujuk pada pelaksanaan transaksi atau perjanjian yang dilakukan melalui media elektronik, seperti aplikasi perbankan, platform e-commerce, atau kontrak digital yang ditandatangani secara elektronik. Meskipun menggunakan teknologi, akad digital dapat tetap sah menurut prinsip fikih muamalah jika memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1. Ijab dan Qabul yang Jelas

Dalam akad muamalah, ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) harus jelas dan tidak ambigu. Dalam akad digital, hal ini dapat dilakukan melalui tombol "setuju" atau "terima" yang menunjukkan persetujuan kedua belah pihak terhadap syarat dan ketentuan yang telah ditentukan. Misalnya, saat seseorang membeli barang secara online, ia menyetujui harga dan deskripsi produk yang ditawarkan oleh penjual. Meskipun dilakukan melalui media digital, kejelasan ijab dan qabul ini tetap tercapai selama kedua belah pihak memahami dan menyetujui ketentuan yang ada.

2. Pihak-Pihak yang Sah dalam Akad

Pihak-pihak yang terlibat dalam akad digital harus memenuhi syarat sah secara hukum Islam, yaitu berakal sehat, dewasa, dan tidak terhalang oleh hukum Islam untuk melakukan transaksi. Dalam konteks digital, status ini dapat dipastikan dengan menggunakan identitas digital yang sah, seperti KTP elektronik, atau verifikasi melalui platform yang terdaftar resmi.

3. Objek Akad yang Halal dan Jelas

Salah satu prinsip utama dalam akad muamalah adalah objek yang diperjualbelikan harus halal dan jelas. Dalam akad digital, hal ini dapat dijaga dengan memastikan bahwa barang atau jasa yang ditawarkan adalah produk yang halal dan tidak melanggar ketentuan agama. Misalnya, dalam jual beli online, deskripsi produk harus jelas, dan tidak ada unsur penipuan atau ketidakjelasan yang dapat merugikan salah satu pihak.

4. Menghindari Gharar (Ketidakpastian)

Gharar adalah ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam objek akad atau syarat transaksi yang dapat menimbulkan kerugian. Dalam transaksi digital, gharar dapat dihindari dengan memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan untuk transaksi tersedia dengan jelas. Hal ini termasuk deskripsi produk, harga, syarat pembayaran, dan kebijakan pengembalian barang. Misalnya, saat bertransaksi di platform e-commerce, pengguna dapat melihat gambar dan deskripsi yang rinci tentang barang yang dibeli, serta mengetahui kebijakan garansi atau pengembalian barang.

5. Tidak Ada Riba (Bunga)

Prinsip lain yang sangat penting dalam fikih muamalah adalah tidak adanya riba atau bunga dalam transaksi. Dalam akad digital, ini berarti transaksi keuangan yang terjadi harus bebas dari bunga, seperti pada pinjaman atau transaksi kredit. Sistem pembayaran berbasis digital seperti transfer antar bank, pembayaran melalui aplikasi e-wallet, atau sistem pembayaran online lainnya harus dipastikan tidak melibatkan unsur riba.

Misalnya, layanan cicilan tanpa bunga atau sistem pembayaran yang jelas dengan harga tetap (fixed price) akan lebih sesuai dengan prinsip fikih. Hal ini penting dalam menghindari praktik riba yang dapat merugikan salah satu pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun