Selain itu, penting juga bagi sarjana untuk memahami bahwa kebahagiaan Aristotelian bukanlah tujuan akhir yang statis. Ini adalah proses yang terus berkembang sepanjang hidup. Dengan setiap keputusan moral yang baik, seseorang bergerak lebih dekat ke arah kehidupan yang benar-benar bahagia.
Mengapa Sarjana Berperan dalam Membangun Kebaikan Bersama?
Sebagai bagian dari masyarakat, Aristoteles juga mengaitkan kebahagiaan individu dengan kebahagiaan kolektif. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politikon) dan kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai secara individualistis. Dalam hal ini, seorang sarjana memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan tinggi memberikan sarana bagi seseorang untuk memecahkan masalah, berinovasi, dan berkontribusi pada perkembangan sosial dan teknologi. Namun, sarjana juga memiliki tanggung jawab etis untuk menggunakan pengetahuannya demi kebaikan bersama, bukan hanya demi keuntungan pribadi. Dengan kata lain, kebahagiaan sarjana tidak hanya terletak pada kesuksesan akademik atau materi, tetapi juga pada dampak positif yang dapat mereka ciptakan di masyarakat.
Seorang sarjana yang berkomitmen pada etika kebahagiaan Aristotelian akan berusaha untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Misalnya, sarjana di bidang teknik mungkin menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan solusi teknologi yang ramah lingkungan. Sarjana di bidang hukum mungkin memperjuangkan keadilan sosial, sementara sarjana di bidang kesehatan mungkin berupaya untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Kesimpulan
Menjadi sarjana adalah sebuah perjalanan intelektual dan moral. Mengambil inspirasi dari Aristoteles, kebahagiaan sejati seorang sarjana tidak hanya didasarkan pada pencapaian akademik atau kesuksesan material, melainkan pada kehidupan yang bermoral, etis, dan bermanfaat bagi orang lain. Kebahagiaan bukanlah sekadar hasil akhir, melainkan proses yang berkelanjutan melalui pengembangan kebajikan dan penerapan pengetahuan untuk tujuan yang lebih besar.
Dengan memahami konsep kebahagiaan Aristoteles, sarjana dapat lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya---yakni, tidak hanya menjadi ahli di bidangnya, tetapi juga menjadi individu yang bermoral, bijaksana, dan mampu menciptakan dampak positif di dunia. Etika kebahagiaan Aristoteles mengajak sarjana untuk menjalani hidup yang penuh makna, di mana kebajikan moral dan intelektual berjalan seiring untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan bermanfaat bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aristotle. Nicomachean Ethics. Translated by W. D. Ross, Oxford University Press, 1925. [E-book](https://archive.org/details/aristotlenicomacheanethics/page/n9/mode/2up) - Ini adalah karya utama Aristoteles yang membahas tentang kebahagiaan (eudaimonia) dan kebajikan sebagai fondasi etika.
2. Kraut, Richard. Aristotle on the Human Good. Princeton University Press, 1989. - Buku ini mendalami konsep kebahagiaan dalam pemikiran Aristoteles dan relevansinya dalam kehidupan modern.
3. Broadie, Sarah. Ethics with Aristotle. Oxford University Press, 1991. - Buku ini membahas etika Aristoteles dalam konteks kehidupan praktis, termasuk bagaimana konsep ini diterapkan dalam pendidikan.
4. Barnes, Jonathan, ed. The Cambridge Companion to Aristotle. Cambridge University Press, 1995. - Sebuah kompilasi esai yang mengupas berbagai aspek filsafat Aristoteles, termasuk etika kebahagiaan.
5. Annas, Julia. The Morality of Happiness. Oxford University Press, 1993. - Buku ini membahas bagaimana filsafat kebahagiaan dari para filsuf kuno, termasuk Aristoteles, berkontribusi pada pemahaman modern tentang etika kebahagiaan.