Selfina Etidena usai memberi keterangan pers terkait kasusnya bersama Ikatan Keluarga Alor Kupang dan Kemahnuri Kupang.
~Ryan Nong
Nama Selfina Grasia Etidena (24) belakangan mencuat dan viral di jagat maya usai pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Ikatan keluarga Alor (IKA) Kupang dan Kemahnuri Kupang yang disusul oleh aksi berjilid yang digelar di Kupang ibukota Provinsi NTT.Â
Selfina adalah perempuan 24 tahun, mahasiswa semester VII Sekolah Tinggi Teologia (STT) Galilea Yogyakarta yang dicekal oleh satgas Human Trafficking Disnakertrans NTT Posko Bandara Internasional El Tari Kupang pada Jumat (9/1/2019) saat melakukan transit dalam penerbangan dari Bandara Mali Kalabahi ke Bandara Adi Sucipto Yogyakarta.
Pencekalan Selfina terjadi saat mahasiswa yang akan melakukan check in itu diduga oleh Satgas Nakertrans Provinsi NTT sebagai seorang calon tenaga kerja non prosedural yang akan berangkat meninggalkan NTT. Alhasil, meski telah mengaku dan membuktikan sebagai mahasiswa melalui identitas mahasiswanya, ia tak dapat melakukan perjalanan dari Bandara Internasional El Tari Kupang.
Insiden pencekalan dan penelantaran Selfina Etidena (24) oleh Satgas Human Trafficking Disnakertrans Provinsi NTT di Bandara Internasional El Tari Kupang
pada Jumat (4/1/2019) ini kemudian berbuntut panjang.
Gelinding persoalan ini berlanjut setelah Selfina bersama keluarga dan kuasa hukumnya mendatangi Polda NTT dan membuat laporan polisi pada Senin (14/1/2019) sore. Selfina melaporkan Plt Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTT dan Petugas satgas TPPO yang bertugas di Bandara El Tari Kupang pada Jumat (4/1/2019) lalu.Â
Mahasiswa asal Desa Pido, Kecamatan Alor Timur Laut Kabupaten Alor itu melaporkan Plt Kadis Nakertrans NTT dan lima anggota Satgas TPPO Nakertrans yang bertugas di Bandara dengan tuduhan kasus perampasan kemerdekaan, membuat perasaan tidak menyenangkan dan penyalahgunaan wewenang.Â
Tidak berhenti di situ, meski Selfina dan pihak yang menjadi seterunya ; Dinas Nakertrans (Plt Kepala Dinas Nakertrans NTT, Sisilia Sona) serta lima anggota satgas Human Trafficking Disnakertrans NTT menyepakati "perdamaian" di depan wakil rakyat dalam RDP di Gedung DPRD NTT, langkah hukum lanjutan tetap mereka mainkan.Â
Dua hari berselang, kuasa hukum Selfina kembali melaporkan Plt Kadis Nakertrans NTT bersama anggota Satgas Human Trafficking dengan tuduhan menyebarkan hoax. Selain upaya hukum secara pidana itu, pihaknya juga mempersiapkan upaya perdata untuk kasus ini.Â
Moratorium Tenaga KerjaÂ
Kasus ini, sontak menghentak kesadaran banyak orang, terutama masyarakat NTT. Para "pejuang" yang menyuarakan dan menuntut keadilan bagi Selfina menyebut tindakan yang dilakukan oleh Satgas dan Dinas Nakertrans Provinsi NTT ini sebagai tindakan yang mencederai ruh dan semangat moratorium tenaga kerja NTT yang digagas Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat.Â
Mereka berpendapat, tindakan "semena-mena" yang dilakukan sejatinya dapat menjadi bumerang untuk kebijakan moratorium yang saat ini gencar didengung.Â
Jika ditilik lebih jauh, "insiden" pencekalan dan penelantaran terhadap Selfina membuka tabir yang selama ini tertutup rapat terkait standar prosedur dan landasan hukum pencekalan calon penumpang yang akan berangkat menggunakan jasa penerbangan.Â
Sejatinya, yang memiliki "hak" menyatakan seorang calon penumpang tidak berhak melakukan perjalanan udara hanyalah pihak security bandara (AVSEC), pihak maskapai dan imigrasi dalam kasus perjalanan ke luar negeri.Â
Sulit dipahami oleh akal sehat, soal apa yang dilakukan oleh satgas dengan kewenangannya yang mutlak untuk menahan calon penumpang agar tidak melakukan perjalanan. Padahal melakukan perjalanan juga merupakan sebuah hal asasi yang dilindungi oleh negara melalui undang undang.Â
Di sinilah letaknya, ketika tumpang tindih regulasi dipaksakan memotong kebebasan dan kemerdekaan manusia atas nama pengaturan tata kelola tenaga kerja daerah. Lantas kebebasan warga dirampas demi citra diri dan kebanggaan semu.Â
"Bagaimana kalau tiba tiba saja engkau ingin ke Surabaya atau Denpasar hanya untuk menghabiskan waktu bersenang senang barang satu atau dua hari, lalu karena tak mengurus surat dari desa harus tercekal di Bandara El Tari karena disangka sebagai tenaga kerja ilegal? Idih....."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H