Moratorium Tenaga KerjaÂ
Kasus ini, sontak menghentak kesadaran banyak orang, terutama masyarakat NTT. Para "pejuang" yang menyuarakan dan menuntut keadilan bagi Selfina menyebut tindakan yang dilakukan oleh Satgas dan Dinas Nakertrans Provinsi NTT ini sebagai tindakan yang mencederai ruh dan semangat moratorium tenaga kerja NTT yang digagas Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat.Â
Mereka berpendapat, tindakan "semena-mena" yang dilakukan sejatinya dapat menjadi bumerang untuk kebijakan moratorium yang saat ini gencar didengung.Â
Jika ditilik lebih jauh, "insiden" pencekalan dan penelantaran terhadap Selfina membuka tabir yang selama ini tertutup rapat terkait standar prosedur dan landasan hukum pencekalan calon penumpang yang akan berangkat menggunakan jasa penerbangan.Â
Sejatinya, yang memiliki "hak" menyatakan seorang calon penumpang tidak berhak melakukan perjalanan udara hanyalah pihak security bandara (AVSEC), pihak maskapai dan imigrasi dalam kasus perjalanan ke luar negeri.Â
Sulit dipahami oleh akal sehat, soal apa yang dilakukan oleh satgas dengan kewenangannya yang mutlak untuk menahan calon penumpang agar tidak melakukan perjalanan. Padahal melakukan perjalanan juga merupakan sebuah hal asasi yang dilindungi oleh negara melalui undang undang.Â
Di sinilah letaknya, ketika tumpang tindih regulasi dipaksakan memotong kebebasan dan kemerdekaan manusia atas nama pengaturan tata kelola tenaga kerja daerah. Lantas kebebasan warga dirampas demi citra diri dan kebanggaan semu.Â
"Bagaimana kalau tiba tiba saja engkau ingin ke Surabaya atau Denpasar hanya untuk menghabiskan waktu bersenang senang barang satu atau dua hari, lalu karena tak mengurus surat dari desa harus tercekal di Bandara El Tari karena disangka sebagai tenaga kerja ilegal? Idih....."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H