Pemikiran tetap ada dalam setiap kegiatan Pemilu tetap penting. Tetapi, pemantau juga harus memanfaatkan teknologi minimal yang tersedia untuk mengimbangi kemajuan teknologi informasi versi pemerintah, Penyelenggara, organ politik, serta tim tank lainnya.
Cara kedua, pemantau pemilu kekinian tetap harus menguasai obrolan massa, baik official juga online. Dua dunia, Maya dan nyata adalah ruang yang patut dijaga untuk membentuk narasi positif Partisipasi Publik.Â
Karena dunia maya dan nyata memiliki peran yang sama dalam situasi kebatinan nasional saat ini. Sehingga, obrolan politik cerdas dan pemilu demokratis harus mengikuti perkembangan media sosial.
Ketiga, pendaan Internasional yang telah menjauh dari organisasi massa pemantau pemilu bukan lah yang utama dalam semangat kemandirian. Konsep Personal Sosial Responsibilities bisa dijadikan konsep pembaharuan pendanaan dalam mengawal demokrasi.Â
Tugas pentingnya, laporan kegiatan dan keterbukaan informasi, termasuk pendanaan, diharapkan mampu mengetuk pemilih-pemilih 'kaya' untuk ikut berpartisipasi mendukung pemantauan Pemilu. Karena, pemilih kaya berada pada posisi mengharapkan pemilu demokratis dalam kepentingan menjaga stabilitas keuangannya.
Keempat, konsep pengabdian mahasiswa perlu diarahkan untuk menjadi bagian dari pemilu demokratis. Mahasiswa bisa ikut serta dalam pemerintahan dengan mengambil posisi Penyelenggara adhoc. Atau, dosen-dosen bisa menugaskan pengabdian berbasis pemantauan pemilu. Sehingga, darah muda, energik, serta kritis tersalur pada jalan kebaikan, yakni mengawasi dan memantau proses sampai kinerja produk pemilu.
Terakhir, semoga, kapan pun, dalam kondisi apapun, dan bagaimana pun, KIPP Indonesia dan organisasi masyarakat sipil lainnya tetap membasis dalam pemantauan Pemilu. Selamat ulang tahun KIPP Indonesia yang ke-24.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H