Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jangan Menjadi Pangemanan dengan Merumahkacakan Diriku

16 Januari 2019   04:29 Diperbarui: 16 Januari 2019   13:04 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pramodya Ananta Toer sangat baik dalam mengisahkan bagiamana seseorang menghantam objek pantauan dalam novel Rumah Kaca. Pram mahir menuliskan tokoh Mister Pangemanann dengan n dua merumahkacakan Pitung, Mikne dan beberapa tokoh yang harus dikirim ke penjara. Strategi rumah kaca adalah cara terbaik untuk membuat target melemah dan terkurung dalam kehancuran tanpa harapan.

Kisah Pangemanann membungkam Minke dan berbagai pejuang terlalu sulit. Harus fokus dengan data yang detil. Mulai membaca profil, kebiasaan, cara pandang, pilihan kegiatan/aktifitas dan kelemahan target. Pangemanann pun menggunakan semua cara agar objek masuk dalam perangkap rumah kaca. Sampai pada akhirnya, target tidak bisa melawan kedigdayaan pemantauan pemburu.

Sekilas kita membaca Rumah Kaca, apakah strategi rumah kaca Pangemanann masih berlaku di masa sekarang? Jawabnya iya. Dalam aktifitas politik yang dinamis, pemburu akan merumahkacakan target buruan. Pemburu akan mengumpulkan daftar riwayat hidup target, keluarga, teman, dan orang-orang yang dianggap penting oleh objek buruan.

Lalu, pemburu akan mengumpulkan data berupa foto, video, catatan atau barang/dokumen yang bisa dianalisis. Pemburu harus sabar mengikuti gerak langkah dan pemikiran target buruan. Syukur-syukur ada alat bukti yang bisa digunakan melalui mekanisme hukum. Sehingga target menyerah tanpa bisa melawan selain dari upaya mengurangi masa hukuman.

Kalaupun tidak menemukan alat bukti kesalahan target. Maka pemburu akan memulai cara-cara yang mengarahkan target untuk melakukan kesalahan. Cara ini membutuhkan data detil kelemahan. Selanjutnya pemburu merekayasa kejadian/peristiwa yang tanpa sadar menjerat si target buruan. Sehingga, pada saat khilaf, target harus mengangkat bendera putih tanda menyerah.

Sumber: www.pixabay.com
Sumber: www.pixabay.com
Cara Baru

Saat ini, tanpa sadar, pemburu tidak berniat melalukan pemburuan target. Hanya saja, situasi dan kondisi dalam hubungan sosial menciptakan kejadian pemburu memburu target. Apakah memang ada ketidaktahuan yang mengarah pada aktifitas merumahkacakan target buruan?

Untuk menjawab pertanyaan ini. Kita mulai dengan membaca ulang kejadian/peristiwa politik. Atau, kita bisa mengingat-ingat peristiwa kehidupan sendiri. Apakah kita pernah dengan tanpa sadar menjadi pemburu atau target buruan. Mari merenung dan mengingat semua kejadian. Biarkan ingatan memperlihatkan gambaran kisah-kisah itu.

Apabila kita tidak menemui peristiwa menjadi pemburu dan target. Mungkin, saya akan mengisahkan satu kejadian yang bisa menstimulus ingatan kita semua. Kisah ini juga menjadi awal bahwa rumah kaca telah berkembang dari cara-cara Pangemanann mengalahkan Pitung atau Minke.

Pertama, kita semua adalah makhluk personal. Kita adalah pribadi. Manusia yang sendiri dan memiliki pemikiran atau kerja yang tersendiri. Sepanjang hidup, tanpa kita sadari, ada berbagai aktifitas yang menguatkan personality atau jenis seperti apakah kita sebenarnya.

Kedua, manusia adalah makhluk sosial. Peribadi yang memiliki cara pandang dan kerja yang sama. Mereka akan menyatu dalam komunitas atau kelompok yang sama pula. Kalaupun ada warna yang berbeda. Personal-personal itu akan membentuk kelompok kecil dari kelompok besar. Maka, terbentuk lah pembagian kelompok yang satu dengan lainnya.

Kemudian, dari dua hal tersebut, secara sosial, ada kalanya personal mengalami perbedaan pendapat dengan personal lain. Apakah itu di kelompok yang sama atau kelompok berbeda. Anehnya, meskipun ada konflik, kadang kala muncul kebutuhan untuk memenuhi keinginan antara personal dengan kelompok -baik sama atau tidak. Kepentingan itulah yang kadang menjadi masalah.

Sebagai contoh: seseorang tergabung dalam suatu komunitas. Dalam kegiatan komunitas, ia berselisih paham dengan orang/kelompok lain. Di lain sisi, aktifitasnya berhubungan atau memiliki hubungan dan bantuan dari yang berselisih itu. Akan tetapi, kita telah membuat dia menjadi pesakitan di rumah kaca.

Kita mungkin menolak asumsi ini. Tapi itulah kenyataannya. Saat orang berselisih, kita dengan sadar merumahkacakannya. Darimana kita mengatahui hal itu? Mudah saja. Dari kalimat, "suatu waktu kamu akan berurusan dengan kami". Atau kalimat "karena pendapat dan perangaimu yang berbeda, maka kamu tidak bisa ikut di kegiatan kami".

Dalam bahasa lain, seseorang yang sudah terbaca secara politis memiliki perbedaan pandangan. Maka, orang lain akan menolaknya untuk bekerjasama. Sehingga, wajar jika kita melihat ada orang yang terbuang atau terasing. Ada juga orang yang gagal mendapatkan berbagai hal, karena ada upaya pembunuhan karakter.

Sehingga, bagaimanapun juga, orang yang terasing dan terbuang telah menenpati posisi Pitung, Mingke dan lainnya. Sedangkan orang/kelompok yang membuang, mengasingkan atau tidak mengajak target dengan alasan apapun telah berubah wujud menjadi Pangemanann.

Dalam artian sederhana, tidak harus menggunakan jurus rumah kaca untuk menjadi Pangemanann. Cukup dengan cara tidak mengikutsertakan seseorang yang berkegiatan sama dalam kegiatan kita. Atau cukup menghilangkan nama-nama orang pada suatu peristiwa demokrasi dengan alasan perbedaan pandangan atau gerakan.

Tidak Ada Serangan Balik

Namun, ada saja keunikan dari hubungan sosial masyarakat. Sebagai contoh: mereka yang tanpa sengaja menjadi Pangemanann dan merumahkacakan seseorang seperti Pitung, Minke dan lainnya. Tapi lupa bahwa zaman sekarang, orang yang tanpa sadar dijadikan target bisa melakukan serangan balik. Dengan cara menarget pemburu tersebut.

Teringat kata beberapa orang, termasuk seorang pemuda yang cerdas yang kutemui akhir-akhir ini. Anak muda itu mengatakan, dengan pilihan pemikiran dan aktifitas/reaksi, maka anda telah terpetakan. Sedangkan dalam politik, apabila sudah terpetakan, maka hidupnya telah hancur.

Contoh sederhana, kita memilih untuk menyuarakan sesuatu yang menyinggung seseorang/kelompok. Lalu kelompok itu beserta jaringannya tidak mengajak kita dalam kegiatan mereka. Atau, tidak menghiraukan suara kita. Pada batas tertentu, ikut berupaya menggagalkan proses yang kita lalui. Itulah kenapa kita harus menjaga hubungan atau berhati-hati dalam bersikap.

Akan tetapi, ada satu yang terlupakan. Pemburu yang tidak berniat memburu target telah melupakan sesuatu. Orang yang tertarget juga memiliki komunitas dan kelompok. Pertanyaannya, apakah komunitas si target harus membalas? Atau melakukan hal yang sama pada orang/komunitas yang tidak sadar menjadi pemburu?

Untuk kasus personal yang berpotensi lebih berat pada pandangan subjektifitas. Maka, pemburu tidak sadar bahwa buruannya memiliki kebaikan hati. Komunitas yang ditarget cukup santai menerima permainan sandiwara politis berwujud sosial. Karena mereka tahu, counter attack hanya akan menambah masalah. Apalagi, mereka paham bahwa lawan sesungguhnya adalah penguasa atau aktor-aktor politik yang tidak baik.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk bersikap membuang seseorang. Atau, sudah terlanjur mengucilkan seseorang. Atau ada komunitas telah membuat black list nama-nama yang berbeda pandangan. Atau ada kelompok yang secara sadar tidak adil sedari pemikiran, perkataan dan perbuatan.

Kita lebih baik saling mengingatkan untuk jangan merasa paling benar. Atau sok paling hebat. Kita punya komunitas dan kelompok. Orang lain pun begitu. Apakah harus ada pertempuran? Sudahi dan jangan paksa orang lain menggunakan cara yang sama. Karena belum tentu kita bisa hidup tanpa bantuan orang/kelompok yang terlanjur dirumahkacakan.

Jangan menjadi seperti orang yang kau benci. Karena bisa saja kita melakukan hal yang sama dengan apa yang kita tidak suka. Pada suatu waktu, bisa saja sebuah langkah yang keseleo/tersandung dimamfaatkan oleh orang yang terbuang. Untung saja, dia tidak pernah melakukan itu dan hanya tersenyum. Paling jauh tindakannya hanya melebay di status media sosial.

Tapi ingatlah, tidak ada orang yang sendiri. Dan tidak ada jaminan kelompokmu lebih hebat dari kelompok yang engkau rumahkacakan. Jangan membenci kolonialisme tapi beraktifitas seperti kolonialisme elektoral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun