Jangan tanyakan kapan kita pulang, karena kita bersama rakyat mengawasi pemilu
Satu kalimat yang menjadi perwujudan amanah partisipasi pemillu. Ada empat aktor dalam kata kita. Pengawas, pemantau, media dan rakyat. Empat aktor ini adalah pengawal demokrasi. Mereka bekerja untuk memastikan proses dan hasil pemilu yang demokratis. Sehingga, pemilu terus menerus memperbaiki kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Atas perjuangan untuk mengawal demokrasi, khusunya menjadi pelaku atau tokoh. Empat aktor pengawasan pemilu ini bekerja tanpa pamrih. Secara berkelanjutan untuk menguatkan prosedural penyelenggaraan daulat rakyat.
Adakalanya hambatan dan tantangan membuat ragu. Namun, perjuangan tetap berlanjut. Kadang ada rintangan, tapi semua masih bisa dilewati dengan baik. Mungkin ada yang terkena musibah. Akan tetapi, para pejuang demokrasi, pengawal pemilu, selalu bertahan dengan istilah tahan banting untuk mengawasi proses dan hasil pemilu.
Oleh sebab itu, butuh suatu apresiasi atas semua kerja-kerja mereka. Sebuah penghargaan yang tulus dan memotivasi kinerja. Agar setiap ikhtiar mengawal demokrasi berjalan dengan suka cita dan profesional. Tidak perlu berlebih-lebihan. Sederhana namun berkelanjutan adalah pilihan terbaik dari kata menghargai perjuangan pengawal demokrasi dan pemilu.
Penghargaan ini tentu milik semua. Dalam makna, bukan hanya di Jakarta. Tetapi, kita harus menghargai para pahlawan tanpa tanda jasa di tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Dengan begitu, upaya penguatan partisipasi akan tercipta.
Karena, partisipatif membutuhkan suatu stimulus. Bukan cuma sebuah sertifikat semata. Harus ada sebuah apresiasi yang menandai bahwa kita menghargai semua orang. Para pahlawan yang bekerja siang-malam. Para pejuang yang turut membantu menyukseskan pemilu yang demokratis dan berkeadilan.
Misalnya saja, penghargaan dibagi atas menghargai lembaga atau organisasi, perseorangan dan karya. Tiga jenis utama penghargaan ini bisa dikembangkan sesuai dengan kajian dan penilaian objektif pemberi penghargaan. Jika untuk organisasi, penyelenggara bisa memberikan apresiasi kepada organisasi atau perhimpunan masyarakat sipil dalam bidang pemantauan pemilu.
Sedangkan untuk menghargai karya, bisa saja kepada media, atau lembaga pengkaji, peneliti atau karya-karya lain yang memiliki perhatian penuh pada penguatan pelembagaan demokrasi. Pertimbangan lain adalah organisasinya dan pekerjanya. Kedua belah pihak, patut mendapatkan apresiasi yang sama.
Kemudian, penghargaan kepada orang perorang. Misalnya saja, pemerhati, pengkaji, pemantau, peneliti, pelapor atau jenis lain. Seseorang yang bekerja atas nama pengabdian, karya-karya, dukungan, dan bisa juga kepada para kritikus yang selalu mengingatkan penyenggara pemilu setiap waktu. Jadi, kepada pendukung dan pengkritik memiliki posisi yang sama untuk dihargai.
Sebagai contoh, menghargai perjuangan para peneliti dan pengkaji sesuai akademis. Mereka yang telah menyelesaikan skripsi, tesis dan disertasi tentang demokrasi dan pemilu. Selain mendapatkan surat khusus dengan isi: "kami berterima kasih atas perjuangan anda menguatkan demokrasi melalui tugas akhir kuliah. Teruslah mengawal demokrasi".
Setelah itu, penyelenggara bekerjasama dengan stakeholder terkait atau lembaga donor untuk menerbitkan semua skripsi, tesis dan disertasi tersebut. Itu adalah bentuk penghargaan yang luar biasa. Sekaligus menguatkan literasi demokasi dan kepemiluan. Sehingga, para peneliti itu memiliki motivasi untuk terus mengkaji pemilu yang demokratis ala Indonesia.
Sedangkan untuk lembaga, menghargai mereka melalui cara seremonial mewah dan pemberian piagam, tetap menjadi agenda yang cukup baik untuk dipertahankan. Selain memberi sedikit kebahagiaan atas keringat mereka. Juga membuat acara sosialisasi dan mengampanyekan program partisipatif.
Namun, demi upaya terbaik, juga menguatkan program pendidikan kepemiluan. Ada baiknya, penerima penghargaan mendapatkan beasiswa khusus bidang kepemiluan. Misalnya, bekerjasama dengan perguruan tinggi yang menyediakan ruang bagi penerima beasiswa Indonesia Election Award. Baik untuk program Sarjana Politik Pemilu atau Magister Tata Kelola Pemilu.
Hal seperti ini, mirip dengan program beasiswa dari Kemenpora kepada perwakilan organisasi kepemudaan. Setiap tahun, selalu ada beasiswa pemuda dengan tujuan kampus dan jurusan yang telah ditentukan. Contoh lain adalah beasiswa Jentera di Sekolah Tinggu Hukum Indonesia Jentera. Kerjasama ini cukup menjanjikan dalam menguatkan program Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Pemilu.
Sekurang-kurangnya adalah memberi kesempatan agar ada pertemuan khusus mingguan. Antara penyelenggara dengan organisasi masyarakat sipil dan lainnya. Pertemuan ini bertujuan agar terbinanya hubungan baik yang profesional dan objektif di seluruh wilayah nusantara. Bukan hanya di pusat (Jakarta), tetapi diseluruh kantor-kantor penyelenggara pemilu di kabupaten/kota.
Mengutip istilah warung Kopi JaDI; "Dari Kopi Jadi Kawan." Dari diskusi berkelanjutan setiap sekali seminggu. Kita menguatkan peran rakyat dalam pemilu. Seterusnya, semua "perkawanan" nasional mengurangi masalah-masalah kepemiluan. Semoga saja. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H