Untuk kegiatan di kampus dan sekolah, mintalah bantuan penguasa sekolah. Lakukan pendekatan emosional. Lalu, arahkan pembuatan program seminar atau diskusi. Tentu saja, si caleg menjadi salah satu narasumber.
Saat caleg datang ke sekolah maupun kampus. Dia cukup berbusana rapi dan elegan. Setidaknya menarik perhatian peserta untuk berlama-lama melihat. Kemudian, buatlah makalah sesuai tema acara. Disini, terselip satu agenda sosialisasi yaitu memaparkan keterangan singkat narasumber halaman terakhir. Jadilah bahan kampanye tanpa melanggar aturan.
Pada agenda lain, caleg bisa berwujud sebagai penceramah. Pemberi siraman rohani dan penasehat agama. Dengan bekal acara keagamaan, caleg mengubah bentuk. Dia menggunakan pakaian sesuai dengan acara kegamaan. Memberikan nasehat bagaimana pandangan agama terhadap demokrasi dan pemerintahan. Tanpa harus memperkenalkan diri sebagai caleg dan dari partai politik apa. Dia telah mengambil satu ruang sosialisasi dengan mengakali kegiatan keagamaan.
Kegagalan Partai Politik
Membangun citra diri di sekolah, kampus dan rumah ibadah memang pelik. Tidak datang, maka disangka sombong. Kalau hadir? Urusan dengan penyelenggara dan pemantau pemilu akan mempersulit kegiatan harian. Jadi, bolehkah atau tidak hadir di acara akademis atau keagamaan?
Sepanjang kehidupan politik, kelemahan peserta pemilu adalah memperkenalkan diri pada saat kampanye. Padahal, salah satu kegiatan partai politik beserta organisasi sayap partai adalah melaksanakan pendidikan politik sepanjang waktu.Â
Hal ini pernah diterangkan pakar demokrasi, Pipit Kartawidjaja. Menurutnya, pendidikan politik tidak mengenal waktu. Dari pengalaman pendidikan Jerman, anak-anak kelas tujuh dan delapan atau usia dini, di Indonesia dari sejak SMP, telah diajarkan politik.
Dari pengalaman Jerman, pendidikan politik bahkan sangat penting. Bukan hanya partai politik. Negara --melalui pemerintah- menciptakan lembaga khusus pendidikan politik. Sehingga, semua warga negara memahami politik sejak usia belia.Â
Pada pokoknya, pendidikan politik mengajarkan bahwa setiap kegiatan atau aktivitas warga negara adalah politik. Karena kebijakan terhadap apapun merupakan kerjasama politik yang dibahas oleh eksekutif dan legislatif.
Dengan demikian, kembali pada kasus kampanye di Indonesia. Apa-apa yang dilarang, baik dalam hal metode, juga lokasi. Sewajarnya dipatuhi dengan kesungguhan hati. Karena, kegiatan mengenalkan diri telah berjalan setiap hari.Â
Jauh sebelum penyelenggaraan pemilu. Sehingga, peserta pemilu cukup mensosialisasikan dengan cara yang telah diatur oleh Peraturan KPU.