Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Mengakali Kampanye di Lokasi Terlarang

15 November 2018   10:39 Diperbarui: 15 November 2018   16:27 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluncuran IKP 2019| Dokumentasi pribadi

Aturan kampanye cukup jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Meskipun ada kelucuan, bahwa cukup jelas di penjelasan UU ternyata tidak jelas. Istilah yang dipakai adalah ketidakjelasan dalam kata cukup jelas. Sehingga, perdebatan kampanye pun menjadi canda tawa politik.

Baru-baru ini, larangan kampanye di sekolah dan tempat ibadah mengusik opini publik. Kampanye di tempat telarang? Apakah boleh atau tidak. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa diperbolehkan kampanye di sekolah dan rumah ibadah. Sontak pernyataan sang Pembantu Presiden, mencederai teks dan subtansi aturan kampanye.

Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu jelas melarang aktivitas kampanye di lembaga pendidikan dan tempat ibadah. Konsekuensi hukumnya jelas, terbukti melanggar ketentuan larangan kampanye tersebut, sesuai Pasal 521 UU 7/2017, pelanggar bisa diancam pidana penjara 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 24 juta. 

Apabila putusan pengadilan telah memutus hukumannya. Maka, sanksi lanjutan sesuai Pasal 280 UU 7/2017 adalah sanksi administratif berupa pembatalan sebagai calon anggota legislatif atau pembatasan sebagai calon terpilih.

Namanya politisi, pada akhirnya, sang Pembantu Presiden menarik ucapannya sendiri. Mendagri pun memberikan fokus pada poin perbedaan kampanye dan sosialisasi. Juga dengan persyaratan tidak menggunakan atribut partai. Mungkin bapak lelah.

Bagaimana mungkin seorang peserta pemilu melaksanakan kegiatan kampanye di tempat telarang? Apalagi dia membawa bendera partai, memasang baliho atau spanduk kampanye, membagikan alat kampanye dan membawa pasukan lengkap berseragam partai politik. Semua itu tidak boleh, haram hukumnya. Jika dilanggar, maka dosa pemilu berbuah sanksi akan dituai.

Namun, dari pandangan Pramono Ubaid Tanthowi dalam media sosialnya, bisa saja mengakali kampanye. Sepanjang, agenda di sekolah dan rumah ibadah adalah kegiatan sesuai dengan peruntukan, tidak menggunakan atribut partai politik, dan bukan bagian dari program sosialisasi diri/peserta pemilu.

Nah, dengan demikian, perdebatan kampanye di rumah ibadah dan sekolah telah usai. Tetap dilarang. Dengan pengecualian, agenda tersebut mengundang sang calon anggota legislatif. Misalnya: undangan narasumber/pemateri di sekolah atau ceramah di rumah ibadah. Cara ini cukup sederhana dan bisa diakali. 

Dalam sosialisasi diri, tidak perlu menggunakan atribut politik. Atau tidak butuh membawa-bawa bahan kampanye. Cukup menaiki panggung dan bercerita sepanjang waktu acara. Selesai.

Infografis KIPP Sumatera Barat
Infografis KIPP Sumatera Barat
Akal Bulus Politik

Bagaimana teknis kampanye yang boleh di lokasi terlarang? Mudah saja. Pertama-tama, bertemanlah dengan Kepala Sekolah, Rektor, OSIS, Badan Eksekutif Mahasiswa, Pemuda/Remaja Mesjid dan sebagainya. 

Untuk kegiatan di kampus dan sekolah, mintalah bantuan penguasa sekolah. Lakukan pendekatan emosional. Lalu, arahkan pembuatan program seminar atau diskusi. Tentu saja, si caleg menjadi salah satu narasumber.

Saat caleg datang ke sekolah maupun kampus. Dia cukup berbusana rapi dan elegan. Setidaknya menarik perhatian peserta untuk berlama-lama melihat. Kemudian, buatlah makalah sesuai tema acara. Disini, terselip satu agenda sosialisasi yaitu memaparkan keterangan singkat narasumber halaman terakhir. Jadilah bahan kampanye tanpa melanggar aturan.

Pada agenda lain, caleg bisa berwujud sebagai penceramah. Pemberi siraman rohani dan penasehat agama. Dengan bekal acara keagamaan, caleg mengubah bentuk. Dia menggunakan pakaian sesuai dengan acara kegamaan. Memberikan nasehat bagaimana pandangan agama terhadap demokrasi dan pemerintahan. Tanpa harus memperkenalkan diri sebagai caleg dan dari partai politik apa. Dia telah mengambil satu ruang sosialisasi dengan mengakali kegiatan keagamaan.

Kegagalan Partai Politik

Membangun citra diri di sekolah, kampus dan rumah ibadah memang pelik. Tidak datang, maka disangka sombong. Kalau hadir? Urusan dengan penyelenggara dan pemantau pemilu akan mempersulit kegiatan harian. Jadi, bolehkah atau tidak hadir di acara akademis atau keagamaan?

Sepanjang kehidupan politik, kelemahan peserta pemilu adalah memperkenalkan diri pada saat kampanye. Padahal, salah satu kegiatan partai politik beserta organisasi sayap partai adalah melaksanakan pendidikan politik sepanjang waktu. 

Hal ini pernah diterangkan pakar demokrasi, Pipit Kartawidjaja. Menurutnya, pendidikan politik tidak mengenal waktu. Dari pengalaman pendidikan Jerman, anak-anak kelas tujuh dan delapan atau usia dini, di Indonesia dari sejak SMP, telah diajarkan politik.

Dari pengalaman Jerman, pendidikan politik bahkan sangat penting. Bukan hanya partai politik. Negara --melalui pemerintah- menciptakan lembaga khusus pendidikan politik. Sehingga, semua warga negara memahami politik sejak usia belia. 

Pada pokoknya, pendidikan politik mengajarkan bahwa setiap kegiatan atau aktivitas warga negara adalah politik. Karena kebijakan terhadap apapun merupakan kerjasama politik yang dibahas oleh eksekutif dan legislatif.

Dengan demikian, kembali pada kasus kampanye di Indonesia. Apa-apa yang dilarang, baik dalam hal metode, juga lokasi. Sewajarnya dipatuhi dengan kesungguhan hati. Karena, kegiatan mengenalkan diri telah berjalan setiap hari. 

Jauh sebelum penyelenggaraan pemilu. Sehingga, peserta pemilu cukup mensosialisasikan dengan cara yang telah diatur oleh Peraturan KPU.

Oleh sebab itu, jika ada caleg atau calon anggota DPD yang datang ke sekolah, kampus dan rumah ibadah. Terima saja, bila kedatangannya tidak membawa atribut partai dan sesuai dengan undangan. 

Tapi ingatlah, jika para pemain politik ini membawa atribut partai dalam bentuk apapun ke tempat telarang. Hanya ada satu kata, lawan! Usir dan suruh menanggalkan seluruh atributnya di luar lokasi telarang.

Dokumentasi Andrian Habibi
Dokumentasi Andrian Habibi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun