Padahal yang benar-benar salah adalah si caleg. Kenapa dia melakukan tindak pidana korupsi? Kenapa dia masih mau mendaftar sebagal caleg? Kenapa juga parpol mendaftarkan mantan narapidana korupsi?
Inilah yang salah. Mayoritas pengamat dan pengkaji akan bersepakat. Bahwa kesalahan muncul dari peserta bukan penyelenggara pemilu.
Hak Politik
Kita sepakat soal subtansi melawan korupsi. Begitu juga soal menyediakan hak pemilih untuk mendapatkan pilihan caleg yang berintegritas. Akan tetapi, bukan hak kita menghilangkan hak asasi (politik). Kita bukan Tuhan dan bukan perwakilan Tuhan sesuai kesepakatan bersama yang memiliki hak untuk membatasi dan/atau mencabut hak seorang manusia pun.
Hak Asasi bisa saja hilang saat Pemberi Hak mencabutnya. Atau wakil Pemberi Hak (hakim) menyatakan untuk mencabut hak.
Itupun masih harus melalui pendalaman kesadaran yang mencapai palung jiwa kemanusiaan. Bahkan, hukuman mati pun masih debatable. Perbedaan pendapat muncul ketika bandar narkoba dieksekusi.
Nah, jika yang menerima putusan mati saja mendapat pembelaan. Apalagi niatan pencautan hak politik. Masih ada jalan lain, selain memaksa mencabut hak asasi orang lain.
Beberapa waktu yang lalu, penulis mengusulkan pembatasan hak politik bukan pencabutan hak politik. Misalnya: setiap mantan narapidana korupsi, tidak bisa mencaleg pascakeluar penjara untuk satu periode hasil pemilu. Dia harus melakukan pengabdian sosial sebagai kader partai di dapilnya selama lima tahun.
Setelah itu, parpol memuat mekanisme internal untuk pemilihan internal. Tujuannya, menimbang apakah sang mantan koruptor sudah benar-benar mengabdi di dapilnya. Sehingga pada pemilu selanjutnya, baru bisa didaftarkan.
Pada posisi ini, partai akan untung karena mendapat petugas partai yang menjalankan program pengabdian masyarakat selama lima tahun.
Di sisi lain, ini adalah hukuman sosial untuk membuktikan dia bisa berbaur dalam kehidupan sosial bersama masyarakat. Ini lebih soft dan berpotensi menguatkan kelembagaan partai dan melihat peran masyarakat dalam menilai mantan koruptor selama lima tahun.