Tinggalkan Riau!
Ayo ngungsi.
 Dimana jual oksigen?
 Sampai kapan asap ini?
 Anakku sakit batuk-pilek, susah bernafas.
 Itulah pembicaraan kami di WA group alumni SMUN 8 Pekanbaru. Semua seputar asap. Bagaimana tidak, asap sudah sangat mengganggu aktifitas masyarakat dan juga berdampak bagi kesehatan, pendidikan dan perekonomian masyarakat. Bahkan kota kami, Pekanbaru yang sering disebut kota bertuah terancam kabut asap tak henti. Kota yang identik dengan lagu lancang kuning seolah-olah kuningnya memudar karena asap. Anak, ibu, bapak, tua, muda menjerit pedih dan perih karena asap. Memang secara langsung saya  tidak mengalami  dampak asap karena tidak lagi menetap disana, tapi ketika mendengar kabar dari orangtua dan saudara yang masih tinggal di Pekanbaru, perih hati mendengar dampak asap bagi mereka.
Di saat musim kemarau panjang, terjadi kebakaran hutan dan lahan. Entah sudah berapa banyak kerugian yang dialami. Namun sepertinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seakan-akan dianggap hal yang wajar.Â
Selalu mengalami pengulangan. Padahal hutan sangat penting bagi kehidupan. Sebagai sumber penghasil oksigen (O2), penyedia sumber air, tempat habitat flora dan fauna dan penjaga keseimbangan alam.
Berdasarakan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luasan lahan yang terbakar selama Januari-Agustus 2019 mencapai 328.724 hektar yang terjadi di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah dan Kalimantan Selatan.
Titik-titik api yang muncul sejak dini seharusnya dipadamkan sebelum menjadi ratusan titik api yang mengakibatkan asap dan udara yang tidak sehat. Â Asap juga mampir ke negara tetangga Malaysia dan Singapura.Â