“Kuat banget teriakan si batak itu, sampai mau pecah telingaku.”
“Si cina itu kemana, kok gak pernah nongol lagi
Kebebasan berbicara dalam media sosial jika dianggap menyudutkan orang lain dapat terkait pasal 27 UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik.
6. Sharing berita-berita yang positif dan membangun di media sosial. Kita bisa saja mengikuti tokoh-tokoh publik figure yang berpikiran positif, yang membangun atau membagikan kegiatan yang kita alami yang mebangun dan mempererat persatuan.
7. Para pemuka-pemuka agama menjadi teladan toleransi dalam beraktivitas di media sosial. Memang mengharapkan untuk poin ini tentu tidak semudah jika tindakan dilakukan dari diri sendiri. Namun peran pemuka agam memang sangat besar, kita berharap semoga para pemuka mengambbil bagiannya dengan tepat dan dan menjadi pemimpin untuk menjaga kerukunan dalam hidup beragama.
8. Melalui pergaulan di sekolah ataupun di rumah dimana orangtua mengizinkan anak berinteraksi di lingkungan heterogen dengan teman dari banyak agama, suku, ras, status sosial dan mengajarkan toleransi. Komunitas yang hanya bergaul dengan satu golongan saja atau satu kelompok saja mengakibatkan anak-anak tumbuh tanpa menyadari dan mengenal orang dari agama, suku, dan budaya yang berbeda dan dapat menganggap bahwa golongan lain lebih buruk dari padanya.
9. Melalui pendidikan.
Data mencatat bahwa 80 persen pengguna media sosial adalah remaja. Pendidikan bisa ditanamkan kepada pengguna media sosial tersebut. Walaupun juga tidak tertutup pendidikan untuk pengguna media sosial selain remaja. Salah satu bentuk pendidikan adalah melalui pendidikan formal di sekolah. Pelajaran Pancasila dan kebhineka tunggal ika yang bukan hanya teori saja. Pengajaran karakter toleransi sejak dini kepada anak-anak generasi penerus bangsa. elain itu juga dalam pelajaran IT/ Komputer, pelajaran hendajnya bukan semata ilmu dan teknologi namun juga bagaimana beretika di media sosial. Penggunaan bahasa, apa yang boleh dan tidak boleh disampaikan. Pengetahuan tentang undang undang dalam teknologi informartika dan juga pemahaman tentang kejahatan di dunia maya (Cyber crime). Jika hal tersebut diajarkan sejak dini, tentunya pemahaman dan sikap toleransi dapat tumbuh sejak dini sehingga para pengguna media sosial yang mayoritas remaja tersebut tidak terjebak dan menjadi korban cyber bullying ataupun cyber crime dan dapat mejaga toleransi beragama.
Bagaimana dengan pengguna media sosial yang tidak duduk di bangku sekolah? Tentunya pun harus mendapatkan pendidikan literasi dalam beraktivitas di media sosial. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada pengguna media sosial tersebut. Dapat mengajak unit-unit terkait untuk sosialisasi pemahaman dalam bermedia sosial.
Saya setuju dengan lomba penulisan artikel blog tentang merawat kerukunan umat beragama, sebagai salah satu bentuk sosialisasi kep[ada setiap masyarakat utnuk mengingat kemabali menjaga kerukunanan. Sosialisasi lainnya juga dapat dilakuakan pemerintah baik melalui media sosial, situs resmi, maupun event-event lainnya untuk mengingatkan dan mengajarkan toleransi.
Mungkin hal-hal diatas tidak segampang yang ditulis, tetapi pantas untuk diperjuangkan untuk kebhinekaan tunggal ika, untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Jangan lupakan kodrat bangsa.