Personal Branding dalam Perspektif Islam
Pendahuluan
Personal branding bukanlah konsep baru yang hanya muncul di era digital. Sejak zaman dahulu, manusia telah berupaya membangun citra dan reputasi diri, baik dalam kehidupan sosial, politik, maupun keagamaan. Dalam sejarah peradaban, para pemimpin, ulama, dan cendekiawan memahami pentingnya membentuk identitas yang kuat untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Di dunia Barat, personal branding mulai berkembang secara sistematis sejak abad ke-20 dengan munculnya tokoh-tokoh bisnis dan politik yang menggunakan media untuk memperkuat citra mereka. Istilah ini semakin populer setelah Tom Peters, seorang pakar manajemen, memperkenalkannya dalam esainya The Brand Called You pada 1997. Di era digital, personal branding semakin mudah dilakukan melalui media sosial, di mana seseorang dapat menampilkan dirinya sesuai dengan citra yang ingin dibangun.
Namun, jika kita melihat dari perspektif Islam, konsep personal branding sejatinya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Rasulullah SAW dikenal dengan julukan Al-Amin (yang terpercaya) jauh sebelum diangkat sebagai nabi. Julukan ini tidak datang begitu saja, tetapi merupakan hasil dari akhlak, integritas, dan kejujuran yang telah beliau tunjukkan sejak muda. Para sahabat juga memiliki personal branding yang kuat, seperti Abu Bakar yang dikenal sebagai As-Siddiq (yang membenarkan) dan Umar bin Khattab yang dijuluki Al-Faruq (yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan).
Dari sini, kita dapat melihat bahwa personal branding dalam Islam bukan hanya tentang membangun citra diri, tetapi juga tentang menjaga konsistensi antara perkataan dan perbuatan, serta berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan.
Pentingnya Personal Branding di Era Digital dalam Perspektif Islam
Di era digital, personal branding bukan hanya menjadi kebutuhan bagi para profesional, pebisnis, atau figur publik, tetapi juga bagi setiap individu yang aktif di dunia maya. Setiap unggahan di media sosial, setiap interaksi dalam platform digital, membentuk persepsi orang lain terhadap diri kita. Namun, Islam mengajarkan bahwa personal branding tidak boleh lepas dari nilai-nilai moral dan akhlak mulia.
Dalam Islam, membangun personal branding di era digital harus memenuhi beberapa prinsip:
Kejujuran dan Transparansi
Islam sangat menekankan kejujuran sebagai dasar dalam setiap aspek kehidupan. Dalam membangun personal branding, seseorang harus menghindari pencitraan palsu yang hanya bertujuan untuk menarik perhatian atau mendapatkan pengakuan. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga." (HR. Bukhari dan Muslim).Manfaat bagi Orang Lain
Islam mengajarkan bahwa manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya (khairunnas anfa’uhum linnas). Oleh karena itu, personal branding di era digital seharusnya tidak hanya berorientasi pada popularitas atau keuntungan pribadi, tetapi juga pada kontribusi yang positif bagi masyarakat, seperti menyebarkan ilmu, inspirasi, atau kebaikan.Menjaga Etika dalam Berkomunikasi
Dunia digital sering kali menjadi tempat berkembangnya ujaran kebencian, fitnah, dan hoaks. Islam mengajarkan agar setiap Muslim menjaga lisannya, baik dalam percakapan langsung maupun di media sosial. Allah SWT berfirman: "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka." (QS. Al-Isra: 53).Menjaga Kesederhanaan dan Menghindari Riya'
Salah satu tantangan personal branding di era digital adalah kecenderungan untuk memamerkan kehidupan pribadi demi mendapatkan validasi dari orang lain. Islam mengajarkan agar seseorang menghindari sikap riya' (pamer) dan tetap bersikap sederhana dalam membangun citra dirinya. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’.” (HR. Ahmad).Bertanggung Jawab atas Konten yang Dibagikan
Dalam Islam, setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk apa yang kita unggah di dunia maya. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, seseorang harus bijak dalam membagikan informasi dan menghindari menyebarkan hal-hal yang bisa menyesatkan atau merugikan orang lain.
Penutup
Personal branding dalam perspektif Islam adalah tentang menunjukkan kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai luhur Islam. Ini bukan sekadar pencitraan, tetapi wujud konsistensi antara apa yang dikatakan, ditampilkan, dan dilakukan. Di era digital, personal branding yang Islami dapat menjadi sarana dakwah, menyebarkan nilai-nilai kebaikan, serta memberikan manfaat bagi sesama.
Dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan, kita dapat membangun personal branding yang tidak hanya mendatangkan manfaat di dunia, tetapi juga menjadi bekal untuk kehidupan akhirat. Semoga kita semua dapat membangun citra diri yang tidak hanya mempesona manusia, tetapi juga diridhai Allah SWT.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI