Pak Rahman tahu dia harus melakukan sesuatu. Dia segera berlari ke arah rumah ibu muda itu. Dengan membawa senter dan tongkat kayu, dia berusaha sekuat tenaga.Â
Saat dia sampai di rumah itu, dia melihat pocong itu masih di jendela, menatap ke dalam. Tanpa berpikir panjang, Pak Rahman menghantam pocong itu dengan tongkatnya. Pocong itu terjatuh ke tanah, tetapi tidak ada suara. Pocong itu bangkit lagi, wajah gosongnya menatap Pak Rahman dengan tatapan kosong yang menakutkan.
Pak Rahman mundur perlahan, sambil mengarahkan senternya ke wajah pocong itu. Kilatan cahaya senter membuat wajah gosong itu terlihat semakin jelas.Â
Pak Rahman berteriak dalam hati, mencoba mengusir pocong itu dengan doa-doa yang dia ingat. Namun, pocong itu tidak bergerak, hanya menatap Pak Rahman dengan mata kosongnya.
Tiba-tiba, dari dalam rumah, ibu muda itu muncul dengan bayinya dalam gendongan. Dia melihat Pak Rahman dan pocong itu, dan dengan cepat menyadari apa yang terjadi.Â
Dengan keberanian yang tak terduga, dia berteriak kepada pocong itu untuk pergi. Pocong itu seolah mendengar suara ibu muda itu, berhenti sejenak. Lalu, dengan gerakan lambat, pocong itu melompat mundur, menjauh dari rumah.
Pak Rahman dan ibu muda itu hanya bisa menatap saat pocong itu perlahan-lahan menghilang dalam kegelapan. Hujan masih turun deras, tetapi sosok pocong itu sudah tidak terlihat lagi. Mereka berdua berdiri di sana, terdiam, masih merasakan ketakutan yang mencekam.
Setelah beberapa saat, Pak Rahman dan ibu muda itu kembali ke dalam rumah. Mereka menutup pintu dan jendela rapat-rapat, berusaha menghilangkan rasa takut yang masih membayangi. Malam itu, mereka tidak bisa tidur, terus waspada kalau-kalau pocong itu kembali.
Pagi harinya, ketika hujan reda dan matahari mulai terbit, warga desa mulai keluar dari rumah mereka. Mereka mendengar cerita dari Pak Rahman dan ibu muda itu tentang kemunculan pocong berwajah gosong. Warga desa kembali diingatkan akan legenda mengerikan yang menghantui desa mereka.
Sejak malam itu, warga desa menjadi lebih waspada. Mereka menambah penerangan di sekitar rumah mereka, dan tidak ada yang berani mendekati rumah tua di ujung desa.Â
Legenda pocong berwajah gosong itu semakin mengakar di ingatan mereka, menjadi cerita yang akan diceritakan turun-temurun, sebagai pengingat akan kengerian yang pernah terjadi di desa mereka.