Mohon tunggu...
Farmpedia Indonesia
Farmpedia Indonesia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar bertani mulai dari membaca, memahami, dan mengaplikasikan. Jadilah petani yang beriman, berakal, tangguh dan melek teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Cinta Sejati Lewat Mengaji

22 Juni 2024   15:40 Diperbarui: 22 Juni 2024   15:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret sepasang kekasih sedang menatap kemegahan masjid (sumber: dream.co.id)

Di sebuah desa yang tenang, berdiri sebuah madrasah sederhana di tepi sungai. Madrasah ini adalah tempat belajar mengaji bagi anak-anak dan remaja desa. 

Terdapat seorang guru ngaji bernama Khadijah menjadi sosok yang sangat disayangi oleh murid-muridnya. Khadijah adalah seorang wanita muda yang cantik, cerdas, dan penuh kasih sayang. 

Bu Khadijah selalu mengenakan hijab yang anggun, dengan senyum yang meneduhkan hati siapa pun yang melihatnya.

Di antara murid-murid Khadijah, ada seorang pemuda bernama Yusuf. Yusuf baru saja lulus SMA dan sedang menunggu kesempatan untuk melanjutkan kuliah.  

Yusuf sering mengantar adiknya ke madrasah dan menunggu di luar sambil membaca buku. Yusuf mulai tertarik untuk belajar mengaji lagi setelah melihat kesungguhan dan ketulusan Khadijah dalam mengajar. Ia kemudian memutuskan untuk ikut kelas mengaji.

Setiap kali Yusuf datang ke madrasah, ia selalu merasakan degup jantungnya meningkat saat melihat Khadijah. Yusuf tahu bahwa perasaannya mungkin dianggap tidak pantas, namun ia tidak bisa mengendalikan hatinya. 

Khadijah bukan hanya cantik, tetapi juga memiliki kebaikan hati yang memancar melalui setiap gerak dan tutur katanya. Ia selalu sabar, penuh perhatian, dan menghargai setiap muridnya.

Suatu sore, setelah kelas mengaji selesai, Yusuf memberanikan diri untuk bertanya kepada Khadijah tentang hal-hal yang belum ia pahami. Khadijah menjawab dengan lembut dan jelas, membuat Yusuf semakin terpesona. Setelah beberapa kali pertemuan, Khadijah mulai mengenal Yusuf lebih dekat dan merasa nyaman dengan kehadirannya.

Hari-hari pun berlalu, dan Yusuf semakin sering mencari kesempatan untuk berbicara dengan Khadijah. 

Mereka berbincang tentang banyak hal, bukan hanya tentang pelajaran mengaji, tetapi juga tentang kehidupan, cita-cita, dan mimpi. Yusuf belajar banyak dari Khadijah, tidak hanya tentang agama, tetapi juga tentang bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik.

Suatu hari, madrasah mengadakan acara pengajian untuk memperingati Maulid Nabi. Semua warga desa diundang untuk hadir. 

Yusuf yang biasanya tidak terlalu aktif dalam kegiatan desa, kali ini ikut terlibat penuh. Ia membantu mempersiapkan acara dengan antusias, berharap dapat membuat Khadijah bangga.

Malam itu, pengajian berjalan dengan khidmat. Khadijah memberikan ceramah yang sangat menyentuh hati. Ia berbicara tentang pentingnya cinta dan kasih sayang dalam Islam, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam dan semua makhluk. Yusuf mendengarkan dengan seksama, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut Khadijah.

Setelah acara selesai, Yusuf melihat Khadijah sedang duduk sendirian di teras madrasah. Ia memberanikan diri untuk mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Khadijah, ceramahmu tadi sangat indah," ujar Yusuf pelan.

"Terima kasih, Yusuf. Aku senang kau menyukainya," jawab Khadijah dengan senyum manis.

Yusuf terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan apa yang sudah lama ingin ia sampaikan.

 "Khadijah, aku ingin jujur. Aku sangat mengagumimu. Bukan hanya sebagai guru, tapi sebagai pribadi. Aku... aku mencintaimu."

Khadijah terkejut, namun ia tetap tenang. Ia menatap Yusuf dengan lembut, mencoba memahami perasaan pemuda itu. 

"Yusuf, aku menghargai kejujuranmu. Tapi cinta itu tidak bisa hanya berdasarkan kekaguman semata. Kita harus mengenal satu sama lain lebih dalam. Dan lebih dari itu, kita harus mempertimbangkan banyak hal, terutama tentang masa depan kita masing-masing."

Yusuf menundukkan kepala, merasa malu. 

"Aku tahu, Khadijah. Aku hanya ingin kau tahu apa yang aku rasakan," ujarnya.

Khadijah tersenyum, lalu meletakkan tangannya di pundak Yusuf. 

"Teruslah belajar dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, Yusuf. Jika memang takdir kita bersama, Allah akan mempertemukan kita dengan cara yang terbaik," terang Khadijah.

Malam itu, Yusuf pulang dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa perjalanan cintanya tidak akan mudah, namun ia bertekad untuk terus memperbaiki diri dan menunggu dengan sabar.

Waktu terus berjalan, Yusuf melanjutkan pendidikannya ke kota, namun ia selalu menyempatkan diri untuk pulang dan membantu di madrasah saat liburan. Ia tetap menjaga hubungannya dengan Khadijah, meskipun tidak pernah membicarakan lagi tentang perasaannya.

Suatu hari, setelah beberapa tahun berlalu, Yusuf kembali ke desa setelah menyelesaikan kuliahnya. Ia telah menjadi seorang pria yang matang dan bijaksana. Di madrasah, ia melihat Khadijah yang masih setia mengajar dengan penuh cinta. Namun kali ini, Yusuf tidak lagi merasakan kegelisahan yang sama seperti dulu. Ia merasa lebih tenang dan siap menghadapi apapun yang terjadi.

Yusuf mendekati Khadijah dan mengucapkan salam. 

"Assalamu'alaikum, Khadijah," tuturnya dengan pelan.

"Wa'alaikumussalam, Yusuf. Senang melihatmu kembali," jawab Khadijah dengan senyum hangat.

Mereka berbincang sejenak tentang pengalaman Yusuf di kota dan perkembangan madrasah. Yusuf mengambil napas dalam-dalam dan segera menyatakan cintanya.

"Aku mencintaimu Khadijah. Tapi kali ini, aku lebih siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Apakah kau bersedia memberikan kesempatan pada kita untuk saling mengenal lebih dalam," jelas Yusuf dengan rasa campur aduk.

Khadijah menatap Yusuf dengan mata yang penuh kebijaksanaan. Ia bisa melihat perubahan besar dalam diri Yusuf. Setelah hening beberapa saat. 

"Yusuf, mari kita mulai dengan saling mengenal lebih baik. Jika memang takdir kita bersama, insya Allah jalan akan terbuka," jawab Khadijah.

Hari-hari berikutnya, Yusuf dan Khadijah mulai sering bertemu dan berdiskusi tentang banyak hal. Mereka tidak terburu-buru, menikmati setiap momen dengan hati yang tenang dan penuh keikhlasan.

Akhirnya, dengan restu dari kedua keluarga dan doa dari seluruh warga desa, mereka memutuskan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

Pernikahan mereka tidak hanya menjadi kebahagiaan bagi Yusuf dan Khadijah, tetapi juga bagi seluruh desa. 

Mereka adalah contoh cinta yang tumbuh dari ketulusan, kesabaran, dan ketaatan kepada Allah. Bersama-sama, mereka mengabdikan diri untuk mengajar dan membangun generasi yang lebih baik, dengan cinta yang selalu bersemi di hati mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun