Secara tiba-tiba, ia mendengar suara ringan seperti desisan kain tipis di sudut gubuk itu. Joko menoleh ke arah suara itu, dan di antara kegelapan, ia melihat sesosok bayangan yang bergerak perlahan-lahan. Hantu pocong itu mengenakan kain kafan putih dengan gerakan yang tak beraturan, seolah-olah mengapung di udara.
Joko merasa detak jantungnya berdegup kencang. Ia takut tetapi juga penasaran. "Siapa kamu?" bisiknya dengan suara gemetar.
Bayangan itu terus bergerak mendekati Joko, lambat namun pasti. Jantung Joko berdegup semakin kencang. Namun, di tengah ketakutannya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan hantu pocong itu. Ada sesuatu yang tidak terlalu menakutkan dari penampilannya.
Bayangan itu berhenti tepat di depan Joko, hanya berjarak beberapa langkah. Joko mencoba menahan napas, takut membuat gerakan yang dapat mengganggu hantu pocong itu, tapi apa yang terjadi selanjutnya mengubah pandangan Joko tentang hantu-hantu dan cerita misterius di desanya.
Hantu pocong itu, dengan gerakan lambat, meraih tangan Joko yang dingin. Joko merasa sensasi yang aneh, bukan rasa dingin atau menakutkan seperti yang ia bayangkan. Di matanya, hantu pocong itu tidak lagi terlihat menakutkan seperti dalam cerita-cerita yang pernah ia dengar.
"Aku bukanlah roh jahat," bisik hantu pocong itu dengan suara yang lembut, hampir seperti suara angin malam yang menyapu gubuk itu.
Joko terdiam. "Siapa kamu?"
"Namaku Surya. Aku adalah dukun tua yang pernah tinggal di sini," jawab hantu pocong itu.
Joko terkejut. "Kenapa kamu masih berada di sini?"
Surya, nama hantu pocong itu. Sang pocong kemudian menceritakan kisahnya kepada Joko. Bagaimana ia hidup sebagai seorang dukun yang membantu penduduk desa dengan ilmunya.Â
Kematian mendadaknya membuatnya terjebak di antara dunia ini dan dunia berikutnya. Ia tidak bisa pergi ke alam lain karena ada tugas yang belum selesai.