Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lia, Arti Sebuah Penantian

14 Juni 2024   05:35 Diperbarui: 14 Juni 2024   06:43 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret ilustrasi wanita muslimah (liputan6.com)

Hari demi hari berlalu dengan cepat. Arman dan Lia menikmati setiap momen kebersamaan mereka. 

Mereka bekerja bersama di ladang, menanam padi, dan merawat kebun. Desa itu menjadi saksi cinta mereka yang tumbuh semakin kuat.

Sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Lia menerima panggilan dari kota, sebuah tawaran pekerjaan yang sulit untuk ditolak. Tawaran itu adalah kesempatan besar bagi kariernya, namun juga berarti ia harus meninggalkan desa dan Arman lagi.

Arman merasa hatinya hancur, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa menghalangi impian Lia. "Jika ini yang terbaik untukmu, Lia, aku akan mendukungmu," kata Arman dengan berat hati.

Lia menatap Arman dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak ingin meninggalkanmu, Arman. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan kesempatan ini."

Arman memeluk Lia erat. "Kita akan menemukan cara, Lia. Cinta kita kuat, kita bisa melalui ini bersama."

Hari perpisahan pun tiba. Arman mengantar Lia ke stasiun, hatinya terasa berat. "Aku akan menunggumu, Lia. Seperti yang selalu aku lakukan," kata Arman dengan suara bergetar.

Lia mengangguk sambil menahan air mata. "Aku akan kembali, Arman. Aku janji."

Arman menatap kereta yang membawa Lia pergi, perasaannya campur aduk antara sedih dan berharap. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Penantian mungkin akan lebih panjang, namun Arman yakin bahwa cinta mereka akan selalu menemukan jalan kembali.

Bulan demi bulan berlalu, Arman menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Setiap sore, ia masih duduk di tepi sungai, memandangi matahari terbenam, sambil mengingat janji Lia. Surat-surat mereka menjadi penghubung cinta, menyampaikan kerinduan dan harapan.

Suatu sore, ketika matahari hampir tenggelam, Arman melihat sosok yang sangat ia kenal berjalan menuju ke arahnya. Lia kembali, dengan senyum yang lebih cerah dari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun