Penolakan-penolakan ini membuat Budi semakin sulit untuk membuka diri dan percaya pada cinta. Ia merasa bahwa mungkin ia ditakdirkan untuk hidup sendiri dan fokus pada kariernya saja.
Budi bukanlah tipe orang yang mudah menyerah. Ia terus mencoba memperbaiki diri dan belajar dari setiap pengalaman pahitnya.Â
Budi mengikuti berbagai seminar dan workshop tentang pengembangan diri, berharap bisa menemukan jawaban mengapa ia selalu ditolak. Ia juga mulai lebih aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, mencoba memperluas lingkaran pertemanannya.
Rasa takut akan penolakan selalu menghantui Budi. Setiap kali ia merasa tertarik pada seorang wanita, ia ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaannya karena trauma masa lalu. Hingga akhirnya, ketika ia pindah ke kota kecil itu karena tugas pekerjaan.
Dari sini Budi bertemu dengan Lia di toko kue kecilnya. Pertemuan yang awalnya tidak disengaja itu membawa perubahan besar dalam hidup Budi.
Lia dengan kebaikan dan ketulusannya, membuat Budi merasa nyaman dan diterima. Budi menemukan dirinya bisa menjadi diri sendiri tanpa takut ditolak.Â
Hubungan mereka yang berkembang secara alami dan penuh kehangatan membuat Budi berani lagi untuk membuka hati. Ia merasa bahwa Lia adalah orang yang selama ini ia cari, seseorang yang mampu menerima dirinya apa adanya.
Sempat harus kembali ke Jakarta dan menghadapi jarak yang memisahkan, Budi tidak lagi merasa takut untuk berjuang demi cintanya.Â
Masa lalu penuh penolakan telah memberinya pelajaran berharga tentang ketulusan dan kesabaran. Dan pada akhirnya, cinta yang tak disangka-sangka itu datang menghampiri dan membawa kebahagiaan yang selama ini ia cari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H