Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ayah, Punggungmu Terlalu Kuat

11 Juni 2024   14:30 Diperbarui: 11 Juni 2024   16:48 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kerja keras seorang ayah (sumber: islamedia.id)

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang ayah bernama Budi bersama istri dan anak semata wayangnya, Anisa. 

Budi adalah seorang petani sederhana. Setiap pagi, ia bangun sebelum fajar, menyiapkan peralatan pertanian, dan berjalan menuju sawah yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumahnya.

Istrinya bernama Siti, seorang ibu rumah tangga yang tekun. Setiap hari ia menyiapkan sarapan untuk Budi dan Anisa. Sementara Budi bekerja di sawah, Siti mengurus rumah dan Anisa yang masih bersekolah di sekolah dasar desa.

Anisa adalah anak yang cerdas dan rajin. Ia tahu betapa keras ayahnya bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. 

Setiap pulang sekolah, Anisa selalu membantu ibunya dengan pekerjaan rumah dan belajar dengan tekun agar bisa membanggakan kedua orang tuanya.

Suatu hari, Budi mendapat kabar dari kepala desa bahwa hasil panen tahun ini diperkirakan akan menurun karena cuaca yang tidak menentu. 

Hujan yang terlalu deras merusak sebagian besar tanaman padi di desa mereka. 

Berita ini membuat Budi khawatir. Bagaimana ia bisa mencukupi kebutuhan keluarga jika hasil panennya gagal?

Budi tidak menyerah. Ia bertekad mencari cara agar tetap bisa mendapatkan penghasilan. Ia mulai bekerja serabutan di luar jam kerja sebagai petani.

Budi mengambil pekerjaan apa saja yang bisa ia lakukan, mulai dari menjadi kuli angkut di pasar, hingga membantu memperbaiki rumah tetangga. Semua itu ia lakukan demi istri dan anaknya.

Pagi itu, setelah memastikan semua tanaman di sawah terawat, Budi pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ia bertemu dengan Pak Udin, seorang pedagang sayur yang sedang membutuhkan bantuan untuk mengangkut barang dagangan ke pasar. Budi langsung menyanggupi tawaran tersebut.

"Budi, kenapa kamu bekerja sekeras ini?" tanya Pak Udin suatu hari.

"Saya ingin memastikan istri dan anak saya tidak kekurangan apa pun, Pak. Anisa harus bisa sekolah dengan baik dan meraih cita-citanya," jawab Budi dengan senyum penuh keikhlasan.

Pak Udin terharu mendengar jawaban Budi. Sejak saat itu, ia selalu memberikan pekerjaan kepada Budi dan terkadang memberikan bonus sebagai bentuk apresiasi.

Waktu terus berlalu, Budi terus bekerja keras tanpa mengenal lelah. Setiap malam ia pulang dengan tubuh yang letih, namun hatinya penuh kebahagiaan saat melihat senyum istri dan anaknya.

Suatu malam, saat makan malam, Anisa mendekati Budi. 

"Ayah, terima kasih telah bekerja keras untuk kita. Aku berjanji akan belajar lebih giat agar bisa membanggakan Ayah dan Ibu," katanya dengan mata berbinar. 

Budi menatap Anisa dengan penuh kasih. 

"Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak. Belajarlah dengan baik dan raih cita-citamu."

Hari-hari pun berlalu, hingga tiba saatnya Anisa menghadapi ujian akhir sekolah dasar. 

Budi dan Siti terus mendukung dan memberikan semangat kepada Anisa. Mereka yakin Anisa bisa meraih hasil yang terbaik.

Saat pengumuman hasil ujian tiba, Anisa dengan penuh kegembiraan menunjukkan hasilnya kepada Budi dan Siti. Anisa lulus dengan nilai tertinggi di sekolahnya. 

Kebahagiaan menyelimuti keluarga kecil itu. Budi merasa semua kerja kerasnya terbayar lunas melihat prestasi anaknya.

Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, Budi jatuh sakit karena kelelahan. Tubuhnya yang selama ini bekerja keras tanpa henti akhirnya menyerah. Ia harus dirawat di rumah sakit. Siti dan Anisa sangat khawatir melihat kondisi Budi.

Di rumah sakit Budi terus memikirkan bagaimana nasib keluarganya jika ia tidak bisa bekerja. Namun sang istri selalu memberikan semangat dan keyakinan bahwa mereka akan bisa melewati semua ini bersama-sama.

"Jangan khawatirkan kami, Pak. Kami akan baik-baik saja. Yang penting sekarang Ayah sembuh dulu," kata Siti sambil menggenggam tangan Budi.

Anisa pun tak kalah memberikan semangat. 

"Ayah, aku sudah besar dan aku akan membantu Ibu. Ayah harus cepat sembuh."

Mendengar itu, Budi merasa haru dan bahagia. Ia bertekad untuk sembuh demi keluarganya. 

Perlahan namun pasti, kesehatannya mulai membaik. Setelah beberapa minggu, Budi diizinkan pulang dari rumah sakit.

Saat rumah, Budi tidak lagi bekerja sekeras dulu. Ia kini lebih berhati-hati menjaga kesehatannya. Meskipun demikian, semangat kerja kerasnya tidak pernah surut. Ia tetap berusaha mencari cara untuk mendukung keluarganya, meski harus bekerja dengan cara yang berbeda.

Budi mulai memanfaatkan lahan di sekitar rumah untuk bercocok tanam sayuran. Ia juga membuat kerajinan tangan dari bambu yang kemudian dijual ke pasar. Dengan bantuan Siti dan Anisa, perlahan usaha kecil mereka mulai berkembang.

Suatu hari, Anisa mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah di kota. 

Budi dan Siti sangat bangga, meskipun mereka harus berpisah sementara dengan anak kesayangan mereka. Mereka tahu, ini adalah langkah penting bagi masa depan Anisa.

Waktu terus berlalu, dan kerja keras Budi serta dukungan dari Siti akhirnya membuahkan hasil. 

Anisa berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan prestasi gemilang dan mendapat pekerjaan yang baik di kota. Ia tidak pernah melupakan perjuangan ayahnya dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya.

Di hari tua mereka, Budi dan Siti hidup dengan tenang dan bahagia, dikelilingi oleh anak cucu yang mencintai mereka. 

Budi tahu bahwa semua pengorbanan dan kerja kerasnya dulu tidak sia-sia. Ia telah memberikan yang terbaik bagi keluarganya, dan itu adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun