"Saya mohon maaf, ada kecelakaan. Ayah dan ibumu..." suara petugas polisi di ujung telepon terputus-putus.
Detik-detik berikutnya terasa seperti mimpi buruk bagi Fadli. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil yang tragis.Â
Fadli terdiam, terpaku oleh kehilangan yang mendalam. Rasanya seperti bumi berhenti berputar, dan semua harapan yang ia bangun hancur berkeping-keping.
Ditengah duka yang mendalam, Fadli merasa seperti dunia runtuh di atas pundaknya. Ayah dan ibunya bukan hanya orang tua baginya, tapi juga pilar kekuatan dan inspirasi dalam hidupnya.Â
Mereka adalah orang-orang yang selalu mendukung dan mendorongnya untuk mencapai impian-impiannya. Kehilangan mereka meninggalkan lubang yang tak tergantikan dalam hati Fadli.
Sekali lagi, dalam keputusasaan dan kesepian yang menyelimuti dirinya, Fadli menemukan dukungan dari teman-temannya, terutama Rani.Â
Rani berada di sampingnya setiap langkah, memberikan bahu untuk menangisi, telinga untuk mendengarkan, dan tangan untuk membantu. Bersama, mereka berbagi beban kesedihan dan mencoba menemukan cara untuk melanjutkan kehidupan.
Ketika Fadli memeriksa keadaan keuangan keluarga setelah kepergian orang tuanya, ia menyadari bahwa situasinya semakin sulit.Â
Tanpa pekerjaan yang stabil, Fadli tidak memiliki sumber penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membayar biaya kuliah.
Fadli merasa seperti semua pintu telah tertutup baginya. Namun, di tengah kegelapan yang menyelimutinya, Fadli menemukan percikan cahaya kecil yang memberinya harapan baru.Â
Sebuah surat dari kantor administrasi kampus tiba di kotak suratnya, memberitahunya tentang sebuah program bantuan keuangan khusus untuk mahasiswa yang mengalami kesulitan.