Dalam keputusasaan yang mendalam, Adit memutuskan untuk menghadap Zahra. Dia ingin mengungkapkan perasaannya sebelum terlambat.
Ketika dia melihat senyum bahagia Zahra saat menerima kabar pernikahannya, hatinya semakin terasa hancur.
"Zahra, ada sesuatu yang harus aku katakan padamu," ucap Adit dengan suara gemetar.
Zahra menatapnya dengan heran, "Ada apa, Adit?"
"Aku... Aku mencintaimu, Zahra. Sejak lama, perasaan ini telah menghantui hatiku. Aku tahu kau sudah dijodohkan dengan lelaki lain, tetapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku."
Zahra terdiam sejenak, matanya dipenuhi dengan kebingungan. Dia tidak pernah menyangka bahwa Adit memiliki perasaan seperti itu padanya.Â
Dia juga tahu bahwa takdirnya telah ditetapkan untuk menikah dengan lelaki yang telah dipilih oleh keluarganya.
"Adit, aku menghargai perasaanmu. Namun, kau juga harus mengerti bahwa takdir telah menentukan jalan hidup kita masing-masing. Aku akan menikahi lelaki yang telah dipilih oleh keluargaku," ujar Zahra dengan lembut.
Adit merasakan kepedihan yang mendalam menusuk hatinya. Dia tahu bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah takdir. Dalam diamnya, dia mengangguk, menerima kenyataan pahit itu.
Hari-hari berikutnya terasa begitu berat baginya. Adit mencoba melupakan Zahra dengan sibuk bekerja dan menghabiskan waktu di masjid.Â
Setiap kali dia melihat Zahra, perasaannya kembali membara, mengingatkannya pada cinta yang terus membara dalam diam.