Belakangan ini media sosial Instagram dan TikTok sedang diramaikan dengan foto dan video yang memperlihatkan seorang anak kecil yang sedang berjoget ditengah kano yang melaju kencang di sungai dengan para pendayungnya di belakang.
Banyak dari netizen yang bertanya-tanya mengenail perlombaan tersebut, yang mana diketahui bahwa adat itu bernama "Pacu Jalur".
Lantas apakah kalian mengerti asal mula dari tradisi pacu jalur? Untuk mengetahui sedikit mengenai tradisi pacu jalur, berikut adalah penjelasannya.
Kilas Tentang  Adat Pacu Jalur
Dikutip dari situs Kemendikbud, pacu jalur merupakan sebuah jenis perlombaan perahu tradisional yang berasal dari Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau. Kapal yang digunakan terbuat dari kayu gelondongan dan oleh warga setempat disebut sebagai jalur.
Di wilayah asalnya, pacu jalur sudah menjadi bagian dari acara pariwisata yang diadakan oleh masyarakat Kuansing dan menjadi pesta rakyat. Pembukaan acara ini meriah dengan partisipasi warga yang berkerumun di tribun dan tepian Narosa, Teluk Kuantan, tempat di mana pacu jalur diadakan.
Pacu jalur, yang merupakan warisan budaya khas masyarakat Kuansing, ternyata bukan sekadar permainan biasa. Menurut keyakinan masyarakat setempat, tradisi ini merupakan puncak dari usaha dan dedikasi yang diberikan sepanjang tahun untuk mencari nafkah.
Kehadiran pacu jalur selalu dinantikan, sehingga wajar jika masyarakat Kuansing dan sekitarnya berduyun-duyun saat acara ini diadakan. Bahkan, terdapat cerita bahwa pasangan suami istri mungkin harus berpisah jika salah satunya tidak diperbolehkan mengikuti pacu jalur.
Tradisi pacu jalur, yang melibatkan penggunaan perahu kayu gelondongan yang didayung, sudah ada sejak lama. Hasbullah dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau menjelaskan bahwa jalur yang digunakan dalam pacu jalur dahulu merupakan sarana transportasi utama bagi warga desa di Rantau Kuantan pada abad ke-17.
Hasbullah menyajikan penjelasan ini dalam jurnal berjudul "Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Studi tentang Tradisi Maelo)" yang diterbitkan pada tahun 2015.Â
Jalur ini berkembang di wilayah Rantau Kuantan, meliputi Kecamatan Hulu Kuantan hingga Kecamatan Cerenti. Warga setempat menggunakan jalur karena pada masa itu, alat transportasi darat belum berkembang.