Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejarah Politik Etis, Jalan Indonesia Menuju Kemerdekaan Seutuhnya

19 Agustus 2022   11:20 Diperbarui: 25 Agustus 2022   12:19 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Foto: Kompas/Lasti Kurnia

Indonesia baru saja merayakan Hari Kemerdekaannya. Tepat Rabu, 17 Agustus 2022 lalu, negara tercinta kita ini telah memasuki usia yang ke 77 tahun. Indonesia sendiri merdeka sejak 17 Agustus 1945 ketika masa penjajahan Jepang.

Negara Indonesia dulunya bernama Hindia-Belanda. Berada di bawah penjajahan bangsa lain membuat rakyat Indonesia hidup dalam kesengsaraan, penindasan, deskriminasi, berujung kematian.

Masa Penjajahan

Dahulu, sebelum merdeka, Indonesia sempat dijajah oleh beberapa bangsa asing, yaitu Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah membuat tanah Nusantara menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa, yang dulunya kita kenal dengan Semboyan 3G (Gold, Glory, Gospel).

Gold (mencari kekayaan dengan berdagang, Glory (mencari kejayaan dengan meluaskan daerah jajahan), dan Gospel (menyebarkan agama Nasrani).

Mulanya, saat pertama kali datang, bangsa-bangsa penjajah bersikap baik terlebih dahulu untuk menarik perhatian rakyat pribumi (sekarang Indonesia), nyatanya hal ini pun berhasil. 

Lama kelamaan, sifat asli penjajah mulai kelihatan, pelan-pelan mulai ada penindasan, deskriminasi, dan segala bentuk kekejaman lain.

Sebut saja kerja paksa atau rodi, membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan, diperintah oleh Jendral Belanda yang sangat kejam, Jendral Herman Willem Daendels. Kala itu ia dijuluki tangan besi. Selama kepemimpinannya, rakyat pribumi disiksa hingga dibiarkan mati kelaparan. Itu hanya potret sebagaian kecil penderitaan rakyat Indonesia sebelum merdeka.

Setelah Belanda pergi, penderitaan rakyat pribumi belum usai, datang Jepang, meski menjajah Indonesia hanya seumur jagung, penderitaan, kesengsaraan rakyat pribumi sudah sangat cukup untuk menggambarkan betapa kejamnya Jepang.

Potret pejuang veteran menggenggam bendera merah putih (sumber: kaskus.co.id)
Potret pejuang veteran menggenggam bendera merah putih (sumber: kaskus.co.id)

Sebut saja romusha, sistem kerja paksa yang dilakukan selama penjajahan Jepang. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan infrastruktur Jepang dalam menghadapi perang Asia Timur. Sama dengan kerja rodi masa Kolonial Belanda, di romusha rakyat pribumi juga ditindas.

Masih langkanya orang yang mampu berpikir luas dengan pandangan politis membuat rakyat pribumi kala itu sangat mudah diperdaya.

Sejarah Politik Etis di Indonesia

Baik Belanda maupun Jepang sama-sama membawa kesengsaraan bagi rakyat pribumi. Kedua negara sama-sama berniat menjajah dan mengeruk kekayaan Nusantara demi kepentingan pribadi masing-masing. Meski begitu, di balik pedihnya penjajahan, ada hikmah yang dapat diambil didalamnya, seperti lahirnya pemikiran dan ilmu baru.

Bicara soal pemikiran, pada masa Kolonial Belanda, tidak semua orang-orang Belanda membenci rakyat pribumi, masih ada segelintir orang yang peduli terhadap kehidupan rakyat pribumi, sebut saja Ratu Belanda, Wilhelmina.

Ratu Belanda tersebut bernama lengkap Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau lahir pada 31 Agustus 1880 di Den Haag, Belanda. Wilhelmina naik takhta pada tahun 1890 saat usianya baru 10 tahun. Tahta tersebut ia dapat seusai ayahnya, Raja Willem 3 meninggal pada 23 November 1890

Ratu Wilhelmina lah orang yang ingin menerapkan "Politik Etis" atau politik balas budi kepada rakyat pribumi. Disisi lain, hal tersebut juga didorong oleh desakan dari para politikus di Belanda, khususnya kaum liberal dan borjuis.

Potret kolase wajah Ratu Wilhelmina (sumber: tribunnews.com)
Potret kolase wajah Ratu Wilhelmina (sumber: tribunnews.com)
Politik etis ini diadakan dengan tujuan sebagai bentuk balas budi Belanda pada rakyat pribumi yang telah memberikan kekayaan sumber daya alam untuk Belanda, dan sudah menderita karena nya.

Sejak saat itu, pendidikan dan keterampilan rakyat pribumi mulai terasah. Mereka dapat belajar di sekolah, diajarkan ilmu-ilmu sosial dan semacamnya. Akibatnya munculah kalangan terdidik dan pemikiran-pemikiran baru.

Inilah yang menjadi akar munculnya berbagai gerakan persatuan diberbagai daerah, yang mulanya bersifat kedaerahan atau terpecah, perlahan mulai bersatu. Selain itu, rakyat pribumi juga mengadakan transmigrasi guna pemerataan penduduk demi memperluas penduduk terpelajar.

Nyatanya politik etis ini bisa dikatakan senjata makan tuan, para pemimpin pahlawan dan tokoh-tokoh kritis yang melawan penjajahan di Indonesia merupakan orang-orang terpelajar yang dulunya di didik oleh tenaga pengajar dari negara penjajah.

Maka lahirlah tokoh-tokoh Pergerakan Nasional seperti Ki Hajar Dewantara, Raden Ajeng Kartini, KH Ahmad Dahlan, Wahid Hasyim, Dr Soetomo dan lain-lain.

Pada akhirnya, penduduk pribumi mulai menjadi golongan terpelajar semua. Pemerintahan tersembunyi, tentara perlawanan, persenjataan, calon-calon pemimpin mulai dikumpulkan dalam upaya merebut kemerdekaan dari para penjajah.

Berkat perjuangan, kerja keras, peperangan tumpah darah, serta doa seluruh rakyat, tercapailah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pada hari itu untuk pertama kalinya bendera Merah Putih berkibar diiringi lagu kebangsaan "Indonesia Raya".

Kita yang hidup di zaman yang sudah merdeka patutnya bisa menjadi generasi penerus bangsa yang baik, cinta tanah air, serta terpelajar demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun