Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bukan Invasi China yang Ditakutkan Warga Taiwan, tapi Hilangnya Budaya Lokal Mereka

10 Agustus 2022   21:40 Diperbarui: 10 Agustus 2022   22:23 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumor mengenai rencana China menginvasi Taiwan kian santer terdengar usai ketegangan Beijing-Taiwan memanas, imbas dari kunjungan Ketua DPR Amerika, Nancy Pelosi ke Taiwan, Kamis (04/08/22) lalu.

Kunjungan Nancy Pelosi tersebut nyatanya membuat pihak China marah besar. Merespon hal tersebut, Presiden China, Xi Jinping memerintahkan pasukan militer Beijing untuk menggelar latihan besar-besaran disekitar wilayah perairan China.

Latihan militer China tersebut sudah berjalan selama 6 hari berturut-turut, sejak Kamis (04/08/22) kemarin hingga hari ini. Terhitung sudah belasan kali rudal diluncurkan ke arah Selat Taiwan.

Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu meyakini latihan militer tersebut merupakan kedok China dalam upaya menginvasi Taiwan sewaktu-waktu.

Pendapat Warga Taiwan dan Aneksasi China
"Ini bukan pertama kali China melakukan ancaman militer seperti ini. Kami telah mengahadapi situasi yang sama pada 1996. Banyak warga Taiwan yang tidak cemas dan takut soal latihan militer China ini," ucap Chen Jing-Long, salah seorang warga Taiwan dilansir dari CNNIndonesia, Selasa (09/08/22).

"Ibarat anjing yang menggonggong, tapi tidak gigit, itulah yang dilakukan China saat ini," sambungnya.

Lebih lanjut Chen mengatakan bahwa kemarin bukanlah lawatan pihak asing pertama bagi Taiwan, dimana sebenarnya sudah berkali-kali, dan ancaman China saat ini bukanlah pertama kalinya. Jadi seakan warga Taiwan sudah kebal dengan ancaman China, meski begitu ia menuturkan bahwa bukan berarti meremehkan ancaman tersebut.

Warga Taiwan tidak begitu menyoroti lawatan Nancy Pelosi ataupun latihan militer yang dilakukan China. Kondisi di Taiwan sendiri menurut Chen masih berjalan normal seperti biasa.

"Dalam kontribusi praktikal, saya mungkin bisa bilang lawatan Nancy Pelosi tidak berdampak apa-apa, tapi ini sinyal dukungan kuat Amerika kepada kami," ujarnya.

Tentu Chen agaknya sedikit lega dengan kedatangan Nancy Pelosi, hal tersebut menunjukan bahwa masih ada negara yang mendukung penuh kebebasan Taiwan supaya tidak melebur bersama China.

Ia yakin cepat atau lambat, China akan segera menginvasi Taiwan. Kekhawatiran terbesar warga Taiwan adalah upaya penyatuan budaya China dengan Taiwan secara perlahan-lahan.

Menyusul pernyataan Duta Besar China untuk Prancis, Lu Shaye mengatakan bahwa Beijing akan melakukan pendidikan ulang setelah negaranya menganeksasi Taiwan.

Aneksasi sendiri merupakan suatu upaya pengambilan secara paksa tanah pada suatu wilayah untuk kemudian digabungkan, mudahnya bisa dikatakan sebagai perebutan wilayah Taiwan yang dilakukan China.

Lu Shaye mengatakan edukasi tentang pendidikan ulang tersebut akan dilakukan tanpa ada ancaman atau tekanan. Dibandingkan masalah invasi, warga Taiwan lebih takut jika budaya dan bahasa lokal mereka akan hilang bila disatukan dengan China.

"Dibandingkan dengan ancaman militer dari pihak China, kami lebih takut dengan serangan dunia maya dan invasi budaya mereka," ujar Chen.

Pernyataan ini tentu beralasan, sebab di zaman ini semakin banyak kalangan remaja yang menggunakan Bahasa Mandarin khas China, bukan Taiwan. Belum lagi gaya berpakaian dan budaya perlahan-lahan mulai mengadopsi apa yang ada di Beijing (China).

Chen mengatakan masalah terbesar terletak pada media sosial, dimana lewat sana budaya lokal Taiwan mulai tergerus oleh masuknya budaya China, yang tentunya akan menimbulkan masalah sosial.

"Jika suatu saat Taiwan disatukan lagi dengan China, Taiwan sudah pasti akan menjadi Hongkong atau bahkan Xinjiang berikutnya. Itu berarti kami akan kehilangan semua yang kami miliki," tutup Chen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun