Pandemi covid 19 saat ini masih belum berakhir, khususnya di Indonesia, berbagai program telah diupayakan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19, dari psbb, lockdown, ppkm dan lain-lain, meski begitu pandemi masih belum berakhir juga. Saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan vaksinasi massal di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Vaksin yang didistribusikan di Indonesia saat ini terdiri dari beberapa macam, seperti Sinovac, Sinopharm, dan AstraZeneca. Keberadaan vaksin ini agaknya dapat meredakan kepanikan di situasi pandemi seperti ini.Â
Dibalik terciptanya vaksin-vaksin tersebut, ada seorang ilmuan dibaliknya. Sebut saja Profesor Sarah Gilbert, ia merupakan ilmuan yang berhasil membuat vaksin AstraZeneca. Sarah Gilbert mulai viral dan dikenal dunia karena memperoleh "standing ovation" pada gelaran Wimbeldon baru-baru ini.
ILMUAN DIBALIK PEMBUAT VAKSIN
Sarah Gilbert merupakan seorang ahli imun dan vaksinologi dari Jenner Institute & Nuffield Department Of Clinical Medical, Oxford University. Ia berasal dari Northamptonshire, Inggris dan kini telah berusia 59 tahun.Â
Sarah Gilbert memperoleh gelar sarjana ilmu biologinya di University Of East Anglia. Kemudian melanjutkan program doktor genetika dan biokimia di University Of Hull.Â
Sejauh ini, Professor Sarah Gilbert telah membuat beberapa vaksin penyakit di dunia, diantaranya vaksin malaria dan influenza, serta covid 19.
Tentu Professor Sarah Gilbert tidak membuat vaksin tersebut sendirian, bersama tim Oxford Vaccine Group dan National Health Service ia terus mengembangkan vaksin untuk menanggulangi berbagai penyakit didunia. Pengembangan vaksin korona bermula pada tahun baru 2020, dimana Profesor Sarah Gilbert dan grupnya menerima kabar adanya peneumonia yang mulai menyebar di Wuhan China. Tidak berlangsung lama, ia bersama tim vaksin Oxford segera menerima susunan pantogen dari virus baru tersebut, kini kita menyebutnya covid-19.
Pengembangan vaksin sendiri berlangsung selama hampir 1 tahun, pada akhir 2020, tepatnya 30 Desember 2020, vaksin covid tersebut siap digunakan setelah memperoleh persetujuan dari WHO. Vaksin tersebut diberi nama AstraZeneca.
Keunggulan vaksin AstraZeneca yaitu
1. Tidak perlu alat pendingin dalam proses pendistribusian vaksin ke seluruh dunia.
2. Tingkat akurasi vaksin mencapai 70% dalam menanggulani virus korona dalam tubuh.
Selain menjadi salah satu suksesor dari pembuatan vaksin AstraZeneca, yang menjadi sorotan yaitu keihklasannya dalam melepas hak paten pembuat virus AstraZeneca demi pengembangan ilmu kesehatan dan kemanusiaan. Padahal bila seseorang masih memegang penuh hak paten penciptaan vaksin, maka ia akan memperoleh keuntungan penuh atas penjualan vaksin tersebut.
Kebaikan dari Profesor Sarah akhirnya berbuah manis, ia dianugrahi oleh Kerajaan Inggris gelar kebangsawanan Dame Commander Of The Most Excellent Order Of The British Empire (DBE) atas jasa dalam pengetahuan dan kesehatan. Sampai saat ini, Sarah bersama tim vaksin dari Oxford masih terus mengembangkan vaksin, terutama untuk penyakit Ebola yang ada di Benua Afrika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H