Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Desentralisasi Pendidikan di Beberapa Negara

11 Januari 2023   06:08 Diperbarui: 11 Januari 2023   09:44 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pembahasan desentralisasi di negara Asia Timur lebih fokus terhadap negara China, Filipina, dan Indonesia karena sudah memiliki pengalaman yang panjang mengenai system desentralisasi. King (2005) menjelaskan dengan desentralisasi memberikan pertanyaan mengenai dampak desentralisasi terhadap pembiayaan/pendanaan Pendidikan apakah merata? 

Dengan Desentralisasi menjadikan ketidaksamaan dalam pemberian dana dari pusat ke daerah, apakah berdasarkan kaya miskin suatu daerah, apakah  daerah yang miskin akan mendapatkan dana yang lebih besar? Di daerah diberi kewenangan untuk mengelola pajak daerah untuk dapat mengembangkan daerahnya, tapi pada kenyataannya daerah tidak mengelola pajak yang berada di daerah sehingga masih miskin dan mendapatkan bantuan dana.

Berikut penjelasan mengenai dampak desentralisasi yang berada di negara China, Philipina dan Indonesia, yang berdasarkan dari tingkat pembiayaan Pendidikan dan tingkat Pendidikan dan tingkat literasi.

1) Tingkat Pembiayaan Pendidikan

a. Negara China

Pemerintah China belum memiliki mekanisme penganggaran dalam memberikan pendanaan pendidikan ke daerah secara merata. Dengan desentralisasi pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan memungut pajak daerah, sehingga pemerintah pusat mengurangi subsidi Pendidikan ke daerah. Pemerintah Pusat mengurangi subsidi ke sekolah-sekolah, sehingga sekolah lokal berinisiatif utuk mencari alternative pendanaan sekolah melalui pajak, sumbangan masyarakat dan sponsor dari sektor swasta. 

Pelarangan pembungutan biaya sekolah, biaya di sekolah umum dikumpulkan dalam bentuk "biaya konstruksi bersama" atau sebagai sumbangan sukarela. Pemerintah daerah mendapatkan dana dari pendapatan yang dikumpulkan dari sekolah, dan pendapatan tersebut disetorkan ke pemerintah daerah untuk membantu sekolah lain. Sehingga memberikan dampak sekolah di daerah yang berada di lingkungan kaya akan mendapatkan dana yang lebih besar dibandingkan sekolah yang berada di daerah yang miskin. 

Pemerintah memberikan subsidi keuangan untuk daerah miskin, subsidi kecil dan instrumen ad hoc dan tidak secara rutin dalam pembiayaan operasional sekolah. Pada kenyataannya desentralisasi Pendidikan di China berdampak seperti guru tidak terbayar tepat waktu, banyak sekolah dalamlam kondisi fisik yang buruk , program wajib belajar yang tertunda.

Kesenjangan antarprovinsi dalam pengeluaran per-siswa juga telah melebar. Provinsi dengan pengeluaran belanjanya tertinggi untuk pendidikan dasar dan lebih rendah dari provinsi terendah-pengeluarannya, dan table berikut merupakan tabel yang menunjukkan kesenjangan pengeluaran belanja untuk Pendidikan:

b. Negara Philipina 

Philipina sebagian dari total belanja pemerintah daerah, belanja Pendidikan meningkat dari 3,8 persen pada 1990-1991 menjadi 7,8 persen pada tahun 1998 - 2000, dengan Special Education Fund (SEF) memicu bagian berkembang dari belanja local ini, naik pada tahun 1991 menjadi 2,5 % pada tahun 1997 dan 2,2 % pada tahun 1999.

Intinya Philipina mengeluarkan biaya untuk pendidikan membutuhkan pendanaan Pendidikan yang lebih tinggi, tetapi pada saat krisis pendanaan Pendidikan menurun. 

Pendanaan Pendidikan melalui Special Education Fund (SEF) untuk Pendidikan berkebutuhan khusus, pendanaan yang dikumpulkan dari 1% pajak dari nilai property dari masing-masing kabupaten/kota. SEF juga membiayai pembangunan, perbaikan serta peralatan, penelitian Pendidikan, buku dan majalah dan pengembangan olahraga.

Departemen Pendidikan pusat melarang pengumpulan retribusi pendaftaran sekolah. Apabila pemerintah pusat mengambil kebijakan kompensasi dengan mendistribusikan dana di seluruh daerah, apabila adanya pembiayaan lokal atau retribusi maka perlu kontrol dari orang tua  dan masyarakat terhadap operasional sekolah.

Sekolah yang mengandalkan sumber yang berasal dari kontribusi local dari dewan sekolah setempat, pemerintah kota, dan orang tua, asosiasi guru dinyatakan lebih efisien. 

Pemerintah daerah lebih banyak berperan dalam memberikan dana Pendidikan, dan pemerintah sangat kecil memberikan anggaran Pendidikan ke daerah, baik belanja modal maupun operasional. Di daerah kaya bisa mengalokasikan dana Pendidikan lebih banyak.

c. Negara Indonesia

Sebelum desentralisasi, Indonesia telah menghabiskan anggaran yang sedikit dari GDP dalam bidang Pendidikan diantara negara Asia timur lainnya. Pada tahun 2001, pemerintah kabupaten menyumbang sekitar 2/3 dari total penge,uaran Pendidikan, sedangkan pangsa pemerintah provinsi hanya 4%. Rata-rata, pemerintah kabupaten di Indonesia yang memiliki lebih banyak sumberdaya yang mereka miliki daripada masa sebelumnya dan alokasi anggaran untuk daerah miskin lebih besar. 

Tetapi pemerintah pusat mengharapkan kabupaten untuk dapat mengelola lebih sumberdaya untuk melengkapi pembiayaaan Pendidikan di daerah masing-masing. Pemerintah Pusat memberikan dana Pendidikan ke daerah melalui APBN sama tetapi yang membedakan menggunakan Dana Bagi Hasil yang berdasarkan pendapatan dari hasil pajak setiap daerah yang berbeda-beda.

Dengan Desentralisasi di daerah diberi kewenangan untuk mengelola pajak daerah untuk dapat mengembangkan daerahnya, tapi pada kenyataannya daerah tidak mengelola pajak yang berada di daerah. Sehingga terdapat resiko bahwa ketidaksetaraan antar kabupaten akan basis pendapatan daerah. Banyak daerah yang memiliki kapasitas yang terbatas dalam mengelola pajak dari tanah, bangunan dan sumberdaya alam. 

Menjadikan kesenjangan  dalam belanja Pendidikan per siswa antara daerah yang kaya dan miskin. 

Sehingga pemerintah pusat perlu membangun mekanisme untik menyamakan sumber daya Pendidikan di seluruh daerah.  Dengan menggunakan sistem blockgrant tidak menjamin pemerintah untuk mengalokasi ke bidang Pendidikan, karena anggapan pemerintah daerah dapat menimbulkan keuntungan yang lebih cepat sehingga diinvestasikan ke bidang lainnya dengan harapan perbaikan ekonomi daerah tersebut.

Di pihak lain mencari pendanaan Pendidikan dikaitkan dengan politik untuk mendapatkan dukungan suara pemilihan pejabat daerah. Daerah tidak mengharapkan blockgrant tetapi juga memanfaatkan potensi lokal, dengan adanya potensi sumberdaya sendiri untuk memanfaatkan lebih bijak oleh masyarakat setempat.

2). Tingkat Pendidikan dan Tingkat Literasi

a. Negara China

Dengan desentralisasi dimana pemerintah daerah diberi kewenangan dalam  kesenjangan Pendidikan semakin tinggi, karena faktor geografis karena distribusi sumberdaya diantara wilayah geografis, pemerintah daerah. China  terlalu besar geografisnya. 

Di beberapa provinsi tingkat literasi hanya 25%, di Tibet 35% keseluruhan di China 70%. Yang menjadi masalah Pendidikan di suku-suku pedalaman , yang bersekolah 10-15%. Yang melanjutkan ke jenjang berikutnya berbeda setiap provinsinya.

b. Negara Philipina

Philipina tingkat literasi dan tingkat yang mengenyam pendidikan setiap provinsinya sangat bervariasi. Tingkat literasi untuk penduduk usia 10 tahun ke atas meningkat sebesar 20% selama periode lima tahun 1989 -- 1994 di Mindanao Barat dan hamper 15% di tiga wilayah lainnya. 

Tren tidak menunjukkan bahwa desentralisasi telah membantu mengurangi kesenjangan pendidikan. Tetapi pada tahun 1994 tingkat literasi masih berkisar 61 % di Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (Autonomous Region in Muslim Mindanao/ ARMM). 

Angka partisipasi pada tingkat menengah juga telah menunjukkan hasil yang signifikan sejak desentralisasi, dengan kenaikan yang cukup sama di seluruh daerah. ARMM dicatat karena merupakan daerah dengan otonomi penuh, ternmasuk dalam mengatur system Pendidikan.

Dengan menerapkan kurikulum dan memakai buku dari pemerintah pusat, selain itu menambahkan satu mata pelajaran tentang islam. Tetapi ARMM menduduki peringkat di paling bawah dikarenakan ARMM kebanyakan siswa masuk sekolah terlambat sehingga hanya setengah yang melanjutkan ke tingkat berikutnya, dari 10 anak hanya 2 anak yang menyelesaikan sekolah tingkat SMA, selain itu ARMM sering terjadi konflik.

c. Negara Indonesia

Angka partisipasi Pendidikan di Indonesia terutama di tingkat dasar dibandingkan dengan orang-orang dari negara-negara Asia Timur dengan tinggi pendapatan per kapita. Tahun 2002 angka partisipasi anak usia 13 sampai 15 (kira-kira tingkat SMP) berkisar antara 68 % di Sulawesi Selatan menjadi 94 % di Yogyakarta.

Jumlah peserta didik di Indonesia paling tinggi dibandingkan jumlah peserta didik negara asia timur lainnya. Kesenjangan di Indonesia lebih banyak antar provinsi.

Anak-anak yang terdaftar di sekolah hanya 1/3 atau  dari jumlah siswa dan jumlah siswa terdaftar di  jenjang pendidikan di tingkat SD dan SMP antar provinsi yang berbeda dan dapat dilihat juga perbedaan di kab/kota dalam satu propinsi. Hal ini berarti bahwa tantangan besar antara kabupaten-kabupaten tiap propinsi dan pemerataan antar propinsi. 

Desentralisasi di China, Philipina dan Indonesia memeliki sisi positif dan negative dari reformasi. Sehingga perlu uji efektivitas desentralisasi antara sekolah yang lebih baik atau murid yang proses belajarnya meningkat.

Undang-undang desentralisasi mendorong partisipasi lokal dan masyarakat dalam menyediakan dan membiayai Pendidikan. Dengan system desentralisasi memperlihatkan kesenjangan antara daerah yang makmur dan miskin, ketidakmampuan daerah yang miskin untuk mengelola sumber daya yang ada. 

Mekanisme transfer dari pusat ke daerah untuk memeratakan sumberdaya di seluruh daerah. Dengan desentralisasi mendorong adanya kesenjangan antara wilayah dengan basis pendapatan yang kuat dan orang-orang yang kurang sejahtera.

Tapi menerapkan skema pemerataan merupakan tantangan dari segi politik. Di satu sisi ada masalah ketimpangan dalam hasil Pendidikan politik dapat mentolerir, di sisi lain sejauh mana sistem dapat mendistribusikan daerah kaya ke daerah miskin dan dari perkotaan ke daerah pedesaan.

Daftar Pustaka

 

King, Elizabeth dan Susana Condeiro Guerra. 2005. Education Reforms in East Asia: Policy, Impact, and Process. Amerika Serikat:World Bank.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun