MundurÂ
Mulazim sudah memerintahkan kami mundur. Tiga orang terjebak yakni Tuncay, Hanzhalah, dan Orban. Aku tidak tahu mengapa mereka tertinggal. Mungkin mereka terus menerus melawan pasukan musuh sehingga tertinggal.
Mulazim menjadi sedih seolah ia meninggalkan mereka padahal ia berjanji. Ia meminta aku menjumlahkan peluru dan mempersiapkan anggota untuk  serangan balik. Aku sudah bilang padanya untuk tenang dan kita harus berusaha membebaskan ketiga orang terseut. Mungkin saja mereka belum tertangkap namun merek masih terjebak oleh pasukan Gurkha atau pasukan Australia yang ada di depan. Kini mereka hanya 9 yang bebas yang bisa melawan pasukan musuh namun mereka masih memikirkan untuk membebaskan.
Mungkin bagi yang lain sudah menjadi risiko perang dan tdak usah mereka pikirkan namun kami sudah berjanji kalau masih hidup akan membebaskan.
"Kalau tidak ada maka kita culik saja orang mereka"
"Ya, kenapa aku tidak pikirkan dari tadi ?"
Mereka berduanya untuk memikirkan untuk menculik orang Australia atau Gurkha dan mereka dapat menukarkan dengan teman-teman mereka sendri .
Usaha pertama adalah mencari mereka. Mulazim menyuruh Abdul Khoir yang biasa untuk melacak mereka dan mereka sudah melihat bahwa merea tidak terlihat dan ada banyak pasukan musuh yang berada di dalam parit kami.
Mulazim sudah mengontak koleganya namun tidak ada jawaban. Ia menunggu saja teman-teman yang telah mencari orang yang hilang namun mereka tidak menemukan. Abdul Khoir pulang dengan tangan kosong. Aku mau saja maju ke depan untuk mencari teman-teman namun Mulazim melarang dan ia ingin menambahkan senjata besok di peleton. Ia juga terdesak dan memerlukan bantuan juga. Mereka masih bertahan di baris pertama yang terus menerus terkena tekanan musuh .
Mulazim berusaha untuk maju ke depan. Ia mengambil senjata musuh. Mereka tahu mereka tidak bersiap untuk menghadapi. Dan benar saja mereka sedang merayakan kemenangan meraka. Mulazim segera menyerang mereka dan menembaki. Seluruh pasukan Australia berusaha lari namun mereka tertembak oleh pasukan Turki dan mereka menahan serta menangkapnya. Meski benteng sudah sempat direbut mereka membalikkan lagi keadaan.
Aku pikir aku akan menukar mereka dengan pasukan kami yang tertangkap. Mereka pasukan Australia dua orang dan seorang Gurkha. Jadi kami dapat tiga tawanan dan akan ditukarkan dengan musuh mereka.
Merekapun mencoba menukarkan dan mereka sepakat menukar dua orang tetapi tidak menganggap seorang Gurkha sebagai tawanan dan mereka tidak peduli kalau Gurkha itu mereka tahan atau dikembalikan pada mereka.
Tentu aku geram juga karena mereka menolak untuk menukarkan pasukan Gurkha  dan Australia padahal mereka adalah satu kesatuan perang. Aku sudah mencoba menerangkan dalam bahasa Inggris yang baik namun komandan Australia tersebut tetap menolak pertukaran. Aku pikir untuk membatalkan pertukaran karena tidak ada yang beres. Mereka juga sepertinya tidak menganggap anak buah mereka sehingga tidak peduli dengan orang Gurkha tersebut.
Aku sudah menyarankan mereka agar mereka juga membebaskan pasukan Gurkha karena iu bagian mereka namun mereka  menolaknya. Aku saranakan bahwa mereka juga bagian pasukan Inggris dan tidak bisa terpisah-pisah. Mungkinkah ini sikap mereka yang selalu membeda-bedakan antara bagian yang lainnya yang justru akan merusak persatuan mereka sendiri. Mungkinkah mereka sendiri yang justru mengembangkan sikap rasis sendiri yang menghancurkan mereka sendiri aku tidak tahu hal yang demikian.
 Sniper
Sesudah gempuran yang banyak sekali kami lelah sekali. Seluruh pasukan rebah di dalam dan mencoba untuk berlindung dari serangan musuh dan ada yang berjaga di atas. Â Ada seorang yang tetap berjalan di atas agar tidak ada orang yang masuk ke dalam pertahanan kami.
Aku tidak menulisnya hanya memikirkan untuk mengobati pegal-pegal setelah seharian menghadapi pasukan Gurkha dan Australia. Hampir saja pertahanan kami jebol oleh gempuran pasukan Gurkha. Kegigihan kami menghalangi mereka untuk merebut pertahanan kami. Â
Akhir-akhir ini, mereka meluncurkan serangan yang massif. Mungkinkah mereka seperti mengejar setoran untuk menghancurkan Galipoli. Mereka akan merangsek masuk ke wilayah Turki. Atau ada pilihan lain sebagai pengalihan pada tempat lain. Aku lebih percaya tempat ini menjadi pengalihan.
Berita dari intelejen menyebutkan meraka akan membuat cara lain. Aku tidak peduli kalau mereka mau mundur atau maju. Yang penting saya harus terus menghadapi mereka. Setiap mereka menyerang maka aku akan berikan perlawanan yang sengit.
Daripada memikirkan sesuatu yang belum jelas juga. Aku harus membangkitkan tenaga lagi. Aku berusaha untuk bangkit dengan sisa kekuatan yang ada dan Alhamdulillah aku bangkit dan di sana Abdul Khoir yang masih terjaga juga tetap mengawasi pandangannya kedepan seperti tidak mau ketinggalan untuk menghalau serangan musuh yang selalu mengancam.
"Mereka tidak berhenti-henti dan usaha mereka selalu gagal. Apa lagi yang akan menjadi serangan mereka dengan menggunakan pasukan Gurkha pun tidak membuat mereka menjadi tembus hanya kekelahan besar di pihak mereka"
"Mereka pasti akan gunakan sniper dan berapa korban dari pasukan kita"
"Aku tidak tahu selain tiga orang tersebut yang tertangkap"
"Kita mempunyai korban yang minim meski dengan persenjataan dan orang sedikit. Mereka tampaknya sangat repot dengan kita padahal apa yang kita lakukan biasa saja. Mungkinkah merak melihat begitu banyak pasukan seperti yang terjadi dalam perang Badar. Itu sendiri aku tidak tahu namun saya melihat sendiri mereka seperti kewalahan untuk maju ke depan. Pasukan Gurkha yang begitu berani saja tidak mampu mengadapi kami apalagi pasukan Australia. Jangan harapkan pesawat yang memborbardir mereka sedangkan artileri kami saja terbatas. Â Kami kurang mendapat supoort dari bagian lain untuk mempertahanakan sektor ini.
Aku tentu bersyukur bahwa kami terselamatkan hari ini. Tenyata Gurkha tidak sehebat dalam rumour dan bisa dikalahkan. Hanya saja kami sendiri tidak bisa mengalahkan Inggiris sampai saat ini. Negeri yang jauh dengan sumberdaya yang banyak sekali membuat mereka tidak pernah kehabisan amunisi untuk menggempur Turki. Â
Aku mencurigai ada sniper kembali namun sulitnya untuk mengawasi mereka karena tampaknya mereka sama saja dan tidak ada perbedaan. Mereka harus mendapatkan pelajaran dari kami.
Seorang sniper datang dengan pakaian yang lengkap namun tingginya tidak melebihi diriku. Ia membuka wajahnya dan aku melihat ia seorang wanita. Aku belum tahu bahwa seorang wanita turut juga dalam perang Galipoli. Mereka katanya sniper yang andal sekali dalam medan perang parit. Mereka memang lebih sabar ketimbang laki-laki. Karena itulah membuat mereka menjadi sniper.
Ia memberi laporan padaku dan segera akan memeriksa garis depan apakah ada musuh yang sedang mencari pasukan infantri. Ia tidak banyak berbicara dan aku persilahkan saja ia sendiri untuk mencari. Aku segan untuk menemani perempuan karena bukan mahramnya. Â Hal itu nanti akan menimbulkan fitnah bagi di kesatuan ini. Aku sebenarnya kurang yakin orang tersebut mampu mengalahkan musuh yang jumlahnya banyak namun aku mendiamkan saja karena mungkin ialah yang paling benar daripada diriku.
Gundukan
Ia menembak tetapi tidak ada yang terkena. Kami merunduk di dekat gundukan tanah. Ini penantian yang cukup lama bahkan sudah gelap ia masih terus membidik. Aku tidak akan mau jika harus bekerja seperti itu. Ia memang benar sekali kuat dan aku mengakuinya.
Aku membantunya untuk mendidik namun ia melarang. Hal itu akan menjadikan diriku sasaran mudah bagi sniper katanya.
Setelah beberapa lama kami berhasil. Sebenarnya Sumayyah yang berhasil mengalahkan sniper tersebut. Mungkin karena sudah hampir malam si sniper mengira kami pulang namun ternyata ia keliru. Ia tertembak oleh Sumayyah.
Aku menggeleng-geleng karena ia berhasil merubuhkan musuh dengan kesabaran yang tinggi.
Kami semua pulang dengan perasaan lega. Mungkin hanya sebentar karena sniper lainnya pasti akan ada untuk membantai kami.
Sniper pulang
Tentu saja aku bersedia menemani sniper untuk memburu namun dengan adanya sniper perempuan aku menjadi malu karena saya tidak biasa bekerja dengan wanita yang bukan muhrim. Ia pun mau saja bekerja sendirian. Ia tidak gentar dan segera berangkat.
Kami hanya beristirahat saja dan tidak ada aktivitas apapun yang bisa kami lakukan selain beristirahat. Pastinya sniper tersebut tangguh. Karena merasa tidak enak akhirnya aku dan Abdul Khoir memutuskan untuk bertemu dengannya yang aku ketehui namannya Sumayyah.
Ia sedang membidik dan ia mengisyaratkan agar kami tidak bergerak. Kami berdua tidak bergerak. Aku tidak melihat apapun. Aku ingin tanyakan hal ini pada Abdul Khoir namun nanti akan menganggu konsentrasinya. Seluas padangan hanya ada parit dan sedikit rumput yang tumbuh jarang-jarang. Rumput sudah dihancurkan oleh mortir dan howitzer sehingga tanah terbakar dan tidak bisa lagi ditumbuhi rumput.
Ada sesosok bayangan di dekat parit tersebut. Ingin aku memberitahu namun tampaknya sniper tersebut sudah tahu pergerakan tersebut daripada membuatnya semakin tidak konsentrasi lebih baik aku diam saja.
Aku melihat jarinya sudah menarik setengah picunya.Ia sudah membidik sniper tersebut dengan mantap. Hembusan angin menganggu pemadangannya. Ia menyuruh semuanya tiarap Benar saja ada sebuah peluru melayang di atas kepalaku.
Aku terkesiap dan sebutir peluru terbang ke arah kami. Aku mencoba membalasnya namun Sumayyah melarangku. Ia terus dengan hati-hati membidik dan menunggu mereka. Kemudian tembakan sporadis terjadi satu persatu menembaki arah kami .
Si sniper tersebut mengisi kembali peluru dan ia melihat lagi dan mengenai seorang prajurit infantri. Ia membidik lagi hingga tidak terdengar lagi tembakan sporadis dari arah tersebut. Ia mempunyai misi untuk menembak seorang sniper yang telah membunuh teman-temannya. Kemudian ia menaiki parit dan bertiarap. Kami diajak untuk mengikuti sniper tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H