Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Ismail the Forgotten Arab [bagian 26]

6 Oktober 2017   07:27 Diperbarui: 6 Oktober 2017   09:02 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah terselesaikan sendiri 

Apakah kau percaya ada masalah yang terpecahkan sendiri. Ya, beberapa masalah memang terpecahkan sendirinya seperti masalah harimau yang suka memburu sapi hasil peternakanku. Aku pikir masalah ini cukup serius karena sapi-sapi tersebut lama-lama habis. Aku sudah khawatir dan saya berserta para penggembala bersepakat untuk berburu.

Kami harus menyiapkan senjata dan membuat mesiu yang berasal dari belerang, phospat dan arang. Kami meramunya dengan hati-hati agar tidak meledak. Mencari bahannya memang susah terutama Phosfat yang mencarinya harus ke ibukota provinsi dan itupun dimata-matain oleh Pihak Kolonial Belanda. Mereka hanya menyediakan sedikit. Beberapa orang menggunaan busur saja.

Kamipun menemukan harimau atau si ompung itu di padang pengembalaan. Paman Abdul Rozaq pandai menjejak si ompung, Ia melihat tapak yang besar sekali. Aku mengukurnya dengan tangan kananku dan jauh lebih besar dari tapak tanganku. Dengan lima jari yang didepan dengan kuku yang menghujam ke tanah yang lembab dan sedikit basah.

Kalau ia menampar wajahku dengan tangganya pasti akan membuat kerusakan di wajahku dan mematahkan tulang leherku dengan mudah. Semua senapan sudah terisi dan hujanpun turun tiba-tiba. Memang sudah mendung dan beberapa kru sudah meminta untuk mencari besok saja namun kami harus mencarinya hari ini sebelum ia memangsa anak-anak lembu atau juga kambing kami.

Hujan terus deras dan paman Abdul Rozaq juga tidak sanggup lagi mengkuti jejak. Hujan deras menghapus jejak di tanah yang lembut. Akhirnya Ibrahim memutuskan untuk mundur kembali. Senapan tersebut juga dikhawatirkan tidak menyala ketika bertemu dengan harimau tersebut. Lebih baik khan korban sapi daripada orang yang akan mati kata Ibrahim dan semuanya pun menuruti kata Ibrahim.  Kami menghela kuda kembali lagi ke perkampung setelah hujan deras selama dua jam tak berhenti.

Aku bersin, mengusir penyakit yang hendak masuk ke dalam tubuhku tersebut. Tubuhku kedinginan dengan tampak tangan yang sudah mengkerut. Aku duduk di atas kuda yang berwarna putih dengan surai yang kekuningan. Aku menggosok tanganku dan seperti ada kepuasaan kita pulang hari ini.

Kamipun tiba di perumahan dan perkampungan. Setiba di rumah kami mendapat kabar dari Uwak Syarifuddin bahwa si ompung telah tewas di racun. Aku menjadi gembira untuk sesaat. Sepuluh detik kemudian aku berpikir. Kukira tewasnya si ompung tidak akan menjamin negeri ini bebas dari harimau. Mereka juga mahluk hidup dan berhak hidup di dunia ini. Nantinya kalau mereka tidak ada maka tidak ada lagi harimau yang akan dilihat oleh anak cucu kami. Akhirnya harimau-harimau tersebut akan menjadi kenangan bahwa mereka pernah menguasai tempat yang luas ini.

Aku tertegun ada Khalid yang juga teman si Jengis.

"Tuan, aku juga tidak setuju dengan perlakukan Jengis pada Abdul Khoir namun dengan meninggalnya Jengis bukan berarti kami senang. Kami berkumpul dan kami selalu menasehatinya dan Alhamdullilah, ia mau berubah dan minta maaf"

"Ya, aku sudah tahu itu. Aku harap Jengis akan mendapatkan pahala atas jasa-jasanya membantu pertahanan kita. Aku pikir kau adalah teman yang terbaik dan menasehatinya dengan cara yang baik. Terkadang kita harus tetap bersama orang yang berprilaku buruk tentu dengan tidak mengikutinya tetapi aku yakin Jengis orang yang baik. Kalau tidak mungkin ia berteman denganmu orangnya yang setia selalu menasehati"

"Terima kasih. Aku yakin semua manusia sama cuma memang dulu ia mendapatkan perlakuan kurang wajar dari orang Arab. Aku tidak mau membicarakannya tetapi aku pikir tidak perlu membahas orang yang sudah tiada"

Aku menjadikan ia sebagai pelajaran agar jangan mengecam orang terlebih dahulu sebelum mengetahuinya.

Pasukan Gurkha

Aku terkesiap dengan sejumlah pasukan yang baru. Aku baru saja tertidur namun Yasir membangunkannya. Mulazim pun masih tertidur namun karena aku yang pangkatnya tertinggi setelah Mulazim Ilham,  aku kira aku harus memantau dan melihat. Aku memakai teropong dan melihat ada pasukan yang turun dari kapal beserta amunisinya dalam peti-peti yang banyak.

Kalau mereka perang dengan tidak terbatas seperti mereka menumpahkan uang saja ke dalam medan perang ini. Sebutir peluru yang setara dengan tiga buah roti simit. Bayangkan berapa banyak roti simit yang akan dibagikan oleh rakyat miskin.

Itukah pasukan yang tangguh dengan ikatan kepala yang berbentuk bulat dan ada rumbai-rumbainya. Mereka lebih pendek dan kebanyakan seperti orang melayu saja dengan wajah yang lebih sipit dan kulit yang lebih hitam daripada orang melayu. Aku membidik mereka namun aku tidak mengeluarkan satupun peluru karena jarak mereka yang jauh sekali yang tidak mungkin digapai oleh senapan Mausser ini.

"Yasir, kau tahu pasukan yang itu?"

"Tidak tuan, mereka sangat berbeda dari orang Australia? Mungkinkah mereka penduduk Asli Australia?", Yasir malah balik bertanya.

"Tidak, orang Australia tidak menggunakan orang Aborigin untuk berperang dan mereka khawatir mereka akan memberontak jika menggunakan orang Aborigin. Itu orang Gurka yang mempunyai reputasi paling berani dalam perang infantri"

"Hmm... Inikah mereka. Kita coba saja apakah mereka  bisa menembus pertahanan kita?"

Terkadang banyak ketakutan yang menghantui kita tidak berarti karena ia tidak akan datang. Tetapi kadang juga ketakutan itu bisa saja datang seperti hari ini. Aku berpikir kalau kebanyakan ketakutan sama dengan seperti hantu yang memang tidak akan ada. Tetapi banyak sekali yang takut padanya. Masalah Gurkha adalah suatu kenyataan maka datangnya Gurkha ke Galipoli adalah sebuah keniscayaan yang sudah menghancurkan Brigade ke-17 dan kini siap menghancurkan Brigade ke-26. Itupun kalau mereka sanggup. 

Aku pikir apa maunya Australia? Hak apa atas diri mereka menyerang Turki padahal kami tidak menyakiti mereka sedikitpun. Atau kalau mereka yang orang Inggris apa maksud mereka? Kalau mereka ingin membela orang tua mereka Inggris mereka harus tahu bahwa kami tidak bersalah. Mereka hanya ingin menguasai wilayah yang sudah menjadi hak kami.

Seharusnya anak cucu mereka nantinya mengerti bahwa mereka mempunyai kesalahan dengan menyerang negeri kami. Seandainya kami menyerang negeri mereka apakah mereka juga menerima alasan tersebut. Suatu saat mungkinkah Turki akan menyerang Australia dengan pijakan Aceh yang pernah menjadi negeri Vassalnya atau kesultanan Mataram yang juga mengakui Utsmaniyyah sebagai Khalifah Islamiyyah.

Memang banyak yang berasalan mereka ingin merebut negeri ini terutama tanah suci karena mereka mengklain tanah suci milik  agama mereka. Loh, kalau ini juga tanah suci milik kami. Bukankah Shalahuddin juga sudah berjanji dan selama ini Utsmaniyyah selalu mengizinkan mereka untuk berziarah yang menyebabkan mereka bebas untuk lalu lalang. Tidak ada pelarangan pada mereka beribadah sesuai agama mereka. Hanya saja yah mungkin mereka tidak puas kalau ziarah tidak di atur oleh mereka.

Mereka melarang warga muslim berziarah dan mendiirkan sholat di Masjidil Aqsha pada akhirnya nanti. Kekayaan Arab juga menarik bagi siap saja. Semenjak mobil yang menggunakan bahan bakar minyak bumi bangsa-bangsa asing erlomba-lomba untuk mendapatkannya di dunia Arab. Mereka sudah mulai membagi-bagi kaveling yang berkaiatan dengan penemuan minyak tersebut. Nantinya Perancis  ini. Dan Inggris yang paling banyak berperan akan mendapatkan bagian yang banyak. Lain halnya Rusia yang masih carut marut dan mereka juga akan tergoyahkan oleh Bolsheviks yang sudah menjalar di masyarakat karena ketidakadilan sosial di masyarakat Rusia.  Perang mereka hadapi oleh dua negara Inggris dan Perancis yang akan menghancurkan khilafah.

Meski negeri ini sudah hancur atau setidaknya hampir hancur. Kekhilafaan sudah seperti tidak ada semenjak parlemen menurunkan Sultan Abdul Hamid Khan II. Aku memikirkan mengenai saudaraku dan seorang pengantar pos mengampiriku.

"Ismail bin Abdurrachman", seorang prajurit yang membawa tas selempang dengan baju yang sudah berdebu. Aku kira ia adalah pasukan tambahan namun ia tidak membawa senapan hahya ada sebuah pistol yang tersimpan dalam sarungnya. Itu pasti tukang pos .

"Ya, aku sendiri orangnya"

Aku bangkit dan ia membiarkan dari tas selempangnya dan memberikan sebuah surat padaku.

"Dari Hindia Belanda, Ibrahim"

"Ya, itu abang saya", kataku dengan antusias.

"Bukankah Hindia Belanda adalah negeri kolonial Belanda?"

"Benar, kau tidak salah. "

"Apakah banyak Muslim di sana dan bagaimana kau sampai ke sini?"

Aku menceritakan bagaimana bisa sampai ke sini. Setelah lima menit mengobrol,  Iapun langsung memohon diri karena banyak surat yang ia antarkan. Ada surat yang berasal dari India, Hijaz dan bahkan di pedalaman Afrika Nigeria. Mereka berjuang untuk membantu mempertahankan negeri ini dari invasi kolonilisme. Tidak ada perbedaan kulit dan di sini yang kita bela adalah persamaan.

Tibanya aku membaca surat dari abang Ibrahim . Aku membuka halaman dari surat yang tebal. Aku mengingat tulisannya sangat rapi di tulis dalam aksara arab melayu. Ia menceritakan keadaan ayah mereka. Ayah mereka bisa menerima dan ia selalu  mendoakannya dalam keadaan yang baik-baik saja. Ibu meski bersedih sebenarnya dengan kepergianku namun pada akhirnya bisa menerima dan ia selalu medoakan untuk yang terbaik bagi dirinya. Ismail menjadi senang dengan hal demikian dan Ia berharap ibunya medoakan.

Ibu bahkan ingin berkunjung menemui Bibi Fatimah yang sudah sekitar puluhan tahun tidak ketemu. Apakah Bibi Fathimah masih cerewet seperti dulu? Aku sempat tertawa dengan hal itu Tetapi saya pikir itu adalah ciri khas bibi Fathimah.

Ibrahim juga menceritakan usaha Bibi Fatimah untuk melamar Aisyah putri paman Muchtar yang ke sana. Ibu berharap Ismail ikhlas bukan ke Turki tidak mengejar Paman Muchtar Saja.

Mengenai sapi-sapi mereka terus berkembang dan perlawanan di Aceh tinggal tersisa sedikit. Para anggota perlawanan seolah sudah kalah. Pasukan Belanda sudah menempatkan banyak pasukan dan perdagangann seluruhnya dikontrol oleh Belanda. Kita bisa  apa lagi mereka yang menentukan apa saja yang bisa diperdagangkan dan bertindak semena-mena.

Sepertinya api pelawanan sudah padam di negeri ini karena begitu kuatnya pengaruh Belanda. Aku tahu bahwa ternyata bukan orang Belanda melainkan dari negeri seberang yang kebanyakan adalah orang Asia juga. Mereka hanya berada di pihak Belanda dan katanya mereka muslim juga namun mereka pasti tidak tahu mengamalkan ajaran Islam. Kalau mereka mengamalkan ajaran Islam pasti mereka tidak bekerja untuk kolonial Belanda. Hidup memang bisa memilih namun mereka memilih untuk menjadi prajurit kolonial.

Aku tahu dari mereka adalah orang yang pernah menghancurkan Kesultanan muslim di tempat kelahirannya. Mereka hanya bekerja demi uang dan sepotong tanah yang kecil. Kadang mereka lebih kejam dari Belanda itu sendiri dan haus darah. Semoga engkau cepat kembali dan kau harus berjuang dengan kuat tenaga. Semoga Allah akan menolongmu untuk menggapai cita-citamu saudaraku. Begitulah suratnya yang ditutup dengan salam.

Aku menggulung suratnya dan merasaka kerinduan dari saudara dan orang tuaku. Banyak hal yang aku inin tanyakan seperti  kabar Yakub atau kabar mengenai paman-pamanku. Apakah sapi kini menjadi bertambah banyak atau Belanda semakin merajalela.

Aku ingin membalas surat tersebut tapi aku pikir nanti. Hanzhalalh melaporkan ada pergerakan pasukan. Orang yang masuk dalam pill box yakni Tuncay dan Ibnu Malik segera menyiapkan senapan mesin infantri dan sudah memuntahkan ratusan peluru dalam menit.

Senapan tersebut sudah berjasa untuk membantu kami sehingga kami tidak terkalahkan. Namun dengan adanya Gurkha itu kami juga tidak tahu seberapa kuatnya mereka. Bunyi peluit kencang lagi dari arah kubu Australia. Itu bukan peluit namun peluit yang medatangkan kematian. Kami harus berjuang dengan sisa tentara. Akankah kami bertahan?  Peluru, Alhamdulillah masih banyak sebab Mulazim sudah menghitung dengan cermat berapa peluru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kalau peluru nantinya lebih maka bisa mereka gunakan untuk perang lainnya. Ia pandai menghitung persediaan dibanding yang lain. Sistem kerja yang dirancang Mulazim rapi sekali.

Aku tahu prajurit Gurkha kemarin datang. Mereka sudah membentuk barisan dan terlihat dari serham mereka bukan hanya bertopi Cowboys namun ada juga yang menggunakan tutup kepala Gurkha. Aku melihat ada orang Asia dalam Kesatuan Austatlia mungkinkah ia seorang sniper aku harus melihatnya terlebih dahulu. Biasanya mereka akan menyerang begitu bunyi peluit namun aku tidak melihat mereka menggunakan hal yang seperti itu. Mereka nampaknya menambah tenaga ada juga untuk menyerang kami. Aku melihat hujan saja satu lapis namun dua lapis. Mereka tampak mengganas dan aku tidak melihat komandan mereka namun ia pasti akan muncul.

Ya, ia komandan dari pihak Australia yang selama ini selalu menyerang kami dan ia berikan ganas dengan kumisnya yang tipis melintang membawa revolver yang diacungkan. Ia mengambil peluit dari kantongnya dan memasukkan ke bibirnya. Bunyi peluit horor itu terdengar bersahutan . Mereka berteriak namun Mereka belum menyerang. Mungkin ini cara mereka pemanasan sebelum mereka berperang. Ada yang menari sambil menjulurkan lidahnya untuk memprovokasi teman-temanku. Aku tahu mereka sudah turun moralnya dan demi meriah moral lagi mereka menari. Padahal apa yang mereka lakukan percuma saja karena tidak bisa menembak. Hati mereka jumawa sekali tampaknya.

Mereka mulai lagi bersorak. Kami pun tidak mau kalah kami kumandangkan takbir oleh  Sinan. Kami semua menanggapi takbir itu dan ingin menggetarkan mereka. Mereka berteriak lagi ketiga kalinya dan mereka bersorak. Kami tidak mau kalau dan bertakbir. Aku rasa mereka akan kalah hari ini.

Kami mendengar lengkingan bunyi mortar dari arah Pasukan Australia. Kami langsung berteriak dan keluar dari parit. Senapan mesin kami langsung menyapu barisan pertama tanpa ampun. Aku membidik beberapa prajurit dan mereka terjatuh terkena tembakanku.

Mereka berjumlah banyak sekali dan seperti tidak kehabisan mereka menyerang kami.

Kami sudah lelah menembakkan peluru dan mereka terus merangsek dan sebelah saya yang bernama Ibnu tertembak dan kubu  kami berkurang satu senapan. Senapan mesin menyalak dan setelah beberapa kali senapan tersebut memerlukan peluru kembali. Laju Mereka makin mendekat saja. Mulazim turun tangan mengambil Senapan Ibnu Malik yang tertembak. Ia juga menghalau serangan musuh.

Kini aku melihat kecepatan orang Gurkha yang menyerang. Aku sangka mereka pasti akan masuk dalam waktu yang tidak lama lagi. Jarak mereka sudah 50 meter.

Senapan mesin belum siap jua. Akhirnya terpasang setelah dua menit dan senapan mesin segera menyapu orang yang sudah ada di depan. Aku sedikit bernafas lega namun jatuhnya sebagian pastikan mereka tidak menghentikan pasukan lainnya yang merangsek maju terus.

"Mulazim , aku pikir kita mundur dan kita sudah terdesak"

"Jangan nanti merebutnya lagi akan lebih sulit lagi karena Mereka akan menempatkan pasukan di sini"

Aku mengalami ketakutan lagi. Namun jangan tanya Si Orban juga sudah berani untuk menembak musuh musuh sehingga mereka berjatuhan. Sudah enam magasin saya masukkan namun ternyata belum juga ada tanda-tanda pasukan musuh akan berhenti melawan. Bahkan Yasir pun sibuk membagikan magasin pada prajurit yang berjumlah 13 orang tersebut.

Yasir pun segera mengangkat senjata dan membantu kami menembaki musuh. Namun Mulazim memerintahkannya untuk mengambil radio.

Mulazim memerlukan bantuan pleton di samping untuk membantu menyerang mereka musuh mereka. Ia sudah berteriak minta tolong namun ternyata pasukan yang lainnya juga menerima tekanan yang serupa.

 Tatktik mereka untuk menggempur dengan artileri hebat sekali. Hal itu mengalihkan perhatian kami untuk bersembunyi.

 Tangan sudah terasa pegal dan menembak musuh bukan perkara yang sulit karena mereka ada di mana-mana. Mungkin  ini dilema bagi  Mulazim yang hendak mempertahankan tempatnya namun ia kekurangan pasukan dan ia memperkirakan tidak lama lagi peluru habis. Kalau peluru habis ia tampaknya harus mundur karena tidak ada lagi senjata hanya mengandalkan belati sama saja dengan bunuh diri. Mereka kini sudah 25 meter kini selanjutnya mereka akan melompat ke dalam parit tersebut. Ini situasi hidup dan mati bagiku. Aku harus menembak terus dan yang ada di bagianku terjengkang. Aku memerintahkan untuk memasang bayonet. Mereka pun memasang bayonet. Pasukan Gurkha melompat dan terjadi perkelahian denganku mereka mempunyai terjangan yang kuat dengan sigap aku menghujamkan belati ke badannya. Ia tersungkur menutupi diriku. Pasukan yang ada di sampingku masih menembaki pasukan Australia. Pasukan Gurkha ini lebih ganas sekali. Mereka mempunya reputasi yang sesuai dengan yang ada di lapangan kini. Mereka membawa pisau yang bengkok. Mungkinkah mereka keturunan bangsa Ya'juj Wa Ma'juj yang bergerak cepat datang ke negeri lain?

Bunyi peluit terdengar kembali. Perasaanku tidak tahan lagi untuk melihat  mereka mengerahkan pasukan. Karena peluru saja sudah hampir habis. Aku mengharapkan bantuan yang dari tempat samping. Kalau ada satu gelombang lagi kami pasti akan hancur. Aku berdoa agar kami mendapatkan bantuan.  Aku yakin bantuan itu pasti dekat adanya.

Kalau Allah sudah menurunkan prajuritNYA maka siapa yang bisa melawan para prajuritNYA tersebut. Aku tahu kalau bantuan soal keimanan. Mungkinkah iman kami menjadi tipis karena sudah termakan maksiat. Aku terus berprasangka baik saja pada Allah SWT.

Kami sudah kehabisan beberapa peluru  lagi. Mulazim sudah mengungkapkan tidak ada lagi peluru maka kita siap akan memundurkan diri dari medan perang tersebut.

Kami sudah bersiap dan aku melihat Tuncay juga melawan. Ia terampil dalam bergulat dan dengan mudah ia menghancurkan orang Gurkha tersebut. Kami sudah terdesak oleh serangan mereka. Akankah ada bantuan Sedikit jadi meragukan adanya bantuan tersebut?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun