Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Ismail the Forgotten Arab [bagian 26]

6 Oktober 2017   07:27 Diperbarui: 6 Oktober 2017   09:02 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengalami ketakutan lagi. Namun jangan tanya Si Orban juga sudah berani untuk menembak musuh musuh sehingga mereka berjatuhan. Sudah enam magasin saya masukkan namun ternyata belum juga ada tanda-tanda pasukan musuh akan berhenti melawan. Bahkan Yasir pun sibuk membagikan magasin pada prajurit yang berjumlah 13 orang tersebut.

Yasir pun segera mengangkat senjata dan membantu kami menembaki musuh. Namun Mulazim memerintahkannya untuk mengambil radio.

Mulazim memerlukan bantuan pleton di samping untuk membantu menyerang mereka musuh mereka. Ia sudah berteriak minta tolong namun ternyata pasukan yang lainnya juga menerima tekanan yang serupa.

 Tatktik mereka untuk menggempur dengan artileri hebat sekali. Hal itu mengalihkan perhatian kami untuk bersembunyi.

 Tangan sudah terasa pegal dan menembak musuh bukan perkara yang sulit karena mereka ada di mana-mana. Mungkin  ini dilema bagi  Mulazim yang hendak mempertahankan tempatnya namun ia kekurangan pasukan dan ia memperkirakan tidak lama lagi peluru habis. Kalau peluru habis ia tampaknya harus mundur karena tidak ada lagi senjata hanya mengandalkan belati sama saja dengan bunuh diri. Mereka kini sudah 25 meter kini selanjutnya mereka akan melompat ke dalam parit tersebut. Ini situasi hidup dan mati bagiku. Aku harus menembak terus dan yang ada di bagianku terjengkang. Aku memerintahkan untuk memasang bayonet. Mereka pun memasang bayonet. Pasukan Gurkha melompat dan terjadi perkelahian denganku mereka mempunyai terjangan yang kuat dengan sigap aku menghujamkan belati ke badannya. Ia tersungkur menutupi diriku. Pasukan yang ada di sampingku masih menembaki pasukan Australia. Pasukan Gurkha ini lebih ganas sekali. Mereka mempunya reputasi yang sesuai dengan yang ada di lapangan kini. Mereka membawa pisau yang bengkok. Mungkinkah mereka keturunan bangsa Ya'juj Wa Ma'juj yang bergerak cepat datang ke negeri lain?

Bunyi peluit terdengar kembali. Perasaanku tidak tahan lagi untuk melihat  mereka mengerahkan pasukan. Karena peluru saja sudah hampir habis. Aku mengharapkan bantuan yang dari tempat samping. Kalau ada satu gelombang lagi kami pasti akan hancur. Aku berdoa agar kami mendapatkan bantuan.  Aku yakin bantuan itu pasti dekat adanya.

Kalau Allah sudah menurunkan prajuritNYA maka siapa yang bisa melawan para prajuritNYA tersebut. Aku tahu kalau bantuan soal keimanan. Mungkinkah iman kami menjadi tipis karena sudah termakan maksiat. Aku terus berprasangka baik saja pada Allah SWT.

Kami sudah kehabisan beberapa peluru  lagi. Mulazim sudah mengungkapkan tidak ada lagi peluru maka kita siap akan memundurkan diri dari medan perang tersebut.

Kami sudah bersiap dan aku melihat Tuncay juga melawan. Ia terampil dalam bergulat dan dengan mudah ia menghancurkan orang Gurkha tersebut. Kami sudah terdesak oleh serangan mereka. Akankah ada bantuan Sedikit jadi meragukan adanya bantuan tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun