"Mulazim, aku kira Abdullah akan bisa mengatasi hal ini. Kita minta ia untuk mengajari kita"
"Hmm.. kenapa kita tidak berfikir dari tadi. Kalau demikian saya harus menghubungi Abdullah The Terrible"
Keduanya langsung beranjak ke barak dan Mulazim langsung menghubungi markas. Aku berharap agar kerjaan ini menjadi lancar. Nampaknya wajah Mulazim kecewa namun ia tenang. Ia memberitahukan Abdullah the terrible pada saat ini belum bisa dan akan ada yang mengajari kita seorang sniper.
"Kita mungkin kecewa karena Abdullah tidak bisa datang namun markas tidak membiarkan kita dengan tangan kosong sebab akan ada penggantinya"
"Bilakah penggantinya datang?"
"Dalam waktu yang tidak lama sementara kita berjaga berdasarkan jadwal yang sudah kautetapkan saja. Kalau mereka tidak berani maka mereka kita anggap desersi bisa kita pulangkan mereka atau kita bisa hukum. "
"Baiklah kalau begitu"
Aku sengaja menyusun sebuah anggota dan kami berhati-hati untuk ke atas dan kami melihat tidak ada sesuatupun diatas tersebut. Pada saat itu saya yang bertugas adalah Hanzhalah, Ibnu Ibban, dan Al Arnauth.
Mereka terus menerus memantau gerakan namun rupanya parit mereka tidak maju dan bahkan tidak ada pembicaraaan sedikitpun atapun asap rokok. Kalau mereka ada biasanya mereka sering menyulut rokok sambil berbicara dan kadang mereka minum minuman keras dan memainkan alat musik yang sengaja untuk menakut-nakuti kita namun mereka hanya pelampiasan saja dari ketakutan mereka terhadap kerasnya pertahanan kami. Aku harus mempertahankan hal seperti itu. Mungkinkah mereka sudah mau mundur dengan teratur.
Ah, tidak mungkin perang masih sangat jauh dari selesai. Mereka kemarin masih menurunkan artileri dan pasukan yang baru. Setidaknya mereka akan menghancurkan Turki terlebih dahulu sebelum nantinya akan perang dengan Turki. yang penting aku harus terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H