Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail the Forgotten Arab Bagian ke Limabelas

4 Juli 2017   07:28 Diperbarui: 4 Juli 2017   08:37 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku harus membangkitkan semangat orang tersebut karena pasukan tinggal 14 lagi setelah baru dua hari pasukan tambah lima, kini kurang lagi lima. Aku menjadi khawatir Mulazim tidak dapat mengatasi serangan musuh padahal serangan musuh sangat hebat sekali.Aku mendekatinya yang nampaknya ia masih sangat trauma.

 Aku harus berusaha mendekatinya meski teman-temannya tidak menyukaiku. Mereka sudah enek karena beberapa kali mereka sudah memaksa untuk bertarung namun si pengecut itu tak mau bertempur. Bahkan Mulazim sempat marah pada yang mengatur pasukan yang memberikan orang tersebut pada dirinya dan terlebih lagi ada lagi Jengis yang pernah mengacaukan pletonnya.

 Aku melihat ia sedang sendiri dan tampaknya masih memikirkan hal yang tadi. Suasana perang sangat mengerikan seorang karena kegiatan saling bunuh dan dibunuh. Mereka tidak tahu untuk apa membunuh karena sentimen kepentingan. Tentu saja aku tidak menyamakan pasukanku dengan musuh karena kami berperang demi negara sedangkan mereka, negara yang menyuruh untuk berperang.

 Ia melihatku seperti melihat pasukan Australia padahal aku tidak menyalahkannya .

 "Apa yang membuatmu takut?" Aku tidak lagi berbasa-basi pada dirinya dan aku pikir aku harus langsung ke inti dari perkara tersebut.

Ia belum mau menjawab dan tampak rasa ketakutan dengan pertanyaanku aku rasa percuma saja menanyakan orang tersebut. Aku harus menunggu orang tersebut membuka mulutnya. Menunggu orang tersebut rasanya percuma saja karena ia tidak akan membuka mulutnya dalam waktu yang lama.

Ia menaikkan nafas dan kalau ia belum bicara aku akan meninggalkan dirinya. Tetapi aku sudah berbicara dan rasanya percuma kalau aku sudah tidak bisa bicara dengannya maklum saja saya ini sudah terbiasa untuk melawan. Aku pernah melawan abangku Ibrahim yang melarangku untuk masuk hutan .Aku pikir aku rasa abangku tidak akan mengizinkanku ke hutan.

Aku memikirkan kakanda Ibrahim. Mungkinkah ia sudah sampai di tempat kami? Ia akan mewarisi peninggalan kami dan aku tentu saja karena menurut ajaran islam semua warisan akan dibagikan.

Aku tidak tahu

Aku tidak tahu mana yang benar tidak mengirimkan bantuan atau mengirimkan bantuan dengan barang yang jelek. Ibuku melarang untuk memberi makanan yang dingin pada orang lain apalagi yang basi. Untuk orang kita harus memberikan yang terbaik agar kita tidak menjadi bahan omongan. Kalau menurut saya tentu saja orang harus memberi karena hal itu berkaitan dengan ganjaran yang akan diterimanya .

Begitu juga dengan melakukan pleteon lain mengirimkan dua orang yang setidaknya tidak baik. Satu yang tidak bisa bertempur dan satu adalah biang kerok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun