Aku mengerti sekarang kalau Mulazim memang ini untuk mengujiku dan aku menerima saja tugasnya. Aku pikir ini hanya sementara saja dan nantinya aku akan gabung dengan pasukan.
"Mulai sekarang kau akan berpangkat kopral dan kau bisa saja akan menjadi Sersan. Aku akan mengirimkan surat pengangkatan pada komandan Brigade 17 yang akan melanjutkan pada markas besar. "
Sebenarnya aku tidak membutuhkan hal itu. Kini setelah sebulan berperang aku mendapat mandat menjadi kopral.
Kini ia mengajakku ke bagian atas sambil bergerak perlahan khawatir dengan serangan musuh yang sekali-kali ada. Ia memandangi Galipoli yang luas sekali dan menunjukan sebuah kapal angkut pasukan musuh yang terus menerus menerjunkan pasukannya Ke daratan Galipoli.
"Kopral apakah kau mempunyai cara untuk membendung pasukan musuh"
Tentu saja aku bingung karena aku belum pernah perang sebelumnya tetapi aku harus berpikir untuk mencari jawaban pertanyaannya. Aku tidak mau Mulazim menyesal sudah memilihnya sebagai kopral.
"Aku kira kita butuh tambahan orang”, jawabku karena aku menyadari bahwa pasukan kewalahan dengan sergapan musuh yang bergelombang seperti air yang tidak habis. Barat sepertinya tidak mempunyai keterbatasan dalam mengumpulkan pasukan. Buktinya pasukan Belanda berhasil mengumpulkan pasukan dari pulau lain untuk menyerang Aceh. Orang Belandanya hanya sedikit sekali. Satu Orang Belanda dan dibelakangnya pasukan yang berasal dari belahan nusantara lainnya.
Aku mungkin merasa hebat dengan pangkat kopral walau aku belum mendapatkan tanda tersebut di lengan bajuku.
Aku mengusulkan artileri Turki untuk memborbardir musuh terlebih ketika mereka turun dari kapal mereka. Mereka pasti tidak menyadari hal tersebut ketika mereka sedang ke bawah.
Bom menukik kembali. Aku harus akhiri tulisanku terlebih dahulu untuk menghadapi musuh.
Meriam tidak henti