Ia bertanya padaku mengenai lamanya bertugas di daerah tersebut. Aku sebut saja aku sudah nilai berperang sejak kampanye Galipoli dimulai oleh Barat dan ia menceritakan bahwa ia sedang berada di Damaskus dan seluruh pasukannya dipindahkan di BKO.
Teh Apel
Australia sudah gagal berkali-kali namun mereka tetap ngotot. Korban di pihak Turki bukan sedikit. Kini semakin hari mortar atau artileri mereka semakin akurat. Mereka mengetahui ke arah mana mortar mesti dilontarkan. Seolah mortarnya kini memiliki mata.
Aku menyapu wajahku dari debu. Â Seluruh debu menutupi wajah dan aku melihat seluruh rekanku juga demikian dengan wajah yang penuh dengan debu. Artileri terus menerus memborbardir kami. Semuanya terus bekerja dan menjaga. Biasanya ketika artileri selesai. Pasukan mereka akan menyerang. Mereka membuat artileri sebagai pelindung dari pasukan Infantri yang bergerak maju.
Aku harus mengatakan lagi korban. Ada sekitar 10 orang Arab yang meninggal di batalyon kami yang terbunuh hari itu. Mulazim Ilham hanya menggelengkan kepala, tanda ia sangat sedih dengan hal itu. Sudah lebih separuh anggota pletonnya yang terbunuh.
Aku menyaksikan teman-temanku juga sudah berpulang kemudian. Kalau aku sedang berjaga maka aku melihat di sebelah seseorang yang berbeda. Kadang orang tersebut adalah orang yang sudah berubah warna rambutnya menjadi keperak-perakan atau anak kecil yang janggutnya belum tumbuh sempurna.
Aku pikir mungkinkah gilirannya? Sungguh suatu kepastian kalau aku juga akan mati. Hanya aku tidak tahu. Memang kemungkinan besarnya aku akan mati di sini mengingat sudah banyak yang menjadi korban dalam perang ini. Aku tidak mengharapkan kematian karena aku mempunyai misi untuk mempertahankan tanah Turki dari serangan musuh-musuh Islam yang menuju ke sini.
Hari ini masih pagi walau keadaan atau suasana kebatinan kami kurang menyenangkan namun langit tetap terang benderang tak terpengaruh dengan keadaan kami. Mereka sepertinya ingin menghibur kami. Udara dingin hingga menusuk tulang. Mata kami tetap ke depan untuk melihat. Tidak terpikirkan bagi kami lapar karena ketakutan tersebut lebih nyata di mata daripada di perut.
Melihat berkali-kali atau sudah beberapa menit tidak ada yang terlihat karena mereka belum menampakkan batang hidungnya. Mereka tidak akan menyerang kalau mereka tidak akan mendapatkan perintah terlebih dahulu dari bos-bos mereka.
Aroma bau amis akibat peperangan kemarin masih terasa. Tanah ini terbakar oleh proyektil meriam yang berisi bubuk mesiu.
Tetapi aroma berganti ini…. pasti perbuatan dari Yasir. Anak muda. Ia baru berusia 17 tahun. Dan ia sebagai penanggung jawab makanan dan minuman di pleton kami.