Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aliansi yang Sulit

20 September 2015   13:57 Diperbarui: 20 September 2015   14:07 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aliansi yang sulit

Aku menyadari bahwa segala sesuatunya berkaitan dan berhubungan. Kalau kita tidak berbuat baik maka mana ada yang mau berbuat baik pada kita dan kalau kita berbuat buruk maka kitapun akan terkena keburukan dampaknya. Mungkin saja kita akan mendaptkan kebaikan pada orang yang telah tersakiti tapi apakah Allah tidak melihat kita?

Aku melihat seekor elangku yang beteriak mengekek panjang. Aku masih teringat aku tidak mau untuk membantu saudaraku untuk memerangi pasukan Salib di depan kota Tabariah. Aku lebih mementingkan egoku sendiri. Aku khawatir dengan jumlah pasukanku yang sedikit saja.

Aku mengutus seorang pamanku yang sebenarnya bukan seorang diplomat yang ulung. Aku sudah kehilangan banyak diplomat dalam perang di benteng Karak karena keegoisanku. Aku hanya terdiam. Sengaja aku mengutus pamanku karena ia adalah yang paling dekat dengan Sultan Umar seorang penguasa di daerah Lattakia.

Sebenarnya kalau aku menggunakan paman kandungku Salim untuk bernegosisasi maka itu lebih gampang sekali karena ia sangat dekat dengan Sultan Omar. Namun sekarang Salim pun sepertinya tidak menyarankan utuk meminta bantuan dengan Sultan Omar karena Sultan Omar sedang menghadapi pasukan Salib. Ah, menurtku ini alasan saja karena setiap pasukan di tanah Syam ini akan menghadapi pasukan Salib.

Sebenarnya dari pernikahan , kami mempunyai hubugan saudara yang jauh. Pamanku mempunyai sedikit pertemanan kalau tidak mau dibilang masih punya hubungan pertalian saudara.

Aku memandangi seorang asistenku yang menulis seluruh perbendaraan kami. Aku memerintakan untuk menginventarisasi semua kepemilikan di wilayah ini. Ia tampak dengan sibuk menulis satu demi satu.Aku tahu tidak banyak lagi yang kami miliki.Kami harus membiayai perang dan menggaji ppara pasukan sementara penghasilan kami berkurang akibat blockade pasukan Salib sehingga perdagangan hampir tidak ada.

Ancaman pada kami adalah masuknya pasukan asing yang sudah mengancam kami. Aku piker bahwa bantuan Sultan Omar sangatlah pilihan yang paling tepat karena jarak beliau tidak jauh dari kami. Aku tidak akan mengharapkan Sultan Shalahudin tiba ke sini dan membantuku karena Sultan sedang mempersiapkan untuk merebut tanah suci Darussalam.

Si asisten mengangkatkan kepalanya dan berkata padaku

“Tuan,tidak banyak inventarisasi kita, kita tidak akan bertahan untuk setahun”

“Biarlah, kita akan bertahan dengan segala cara bahkan hingga nyawa terahir penduduk kota ini”

“Tuan , bagaimana dengan bantuan Sultan Umar”

“Aku tidak akan berharap banyak. Paman Said sudaha ke sana dan aku akan mendapatkan kabr secepatnya”

“Mengingat sejarah kita dengan mereka, sepertinya kita berada dalam posisi yang sangat sulit tuan”

“Benar, aku tidak akan berharap banya dari mereka. Kita hanya berusaha saja. Kalau memang nasib kita sudah baik maka kita akan mendapatkan pertolongan”

Si juru tulis melanjutkan tulisannya dan aku membuka buku-buku untuk membaca strategi mengenai perang. Aku tahu pasukanku tidak lebih dari dua puluh orag yang akan menjaga istana ini. Pasukan sukarelawan hanya berjumlah 100 orang dan mereka tidak akan berperang pada jarak dekat. Mereka hanya membatu untuk memanah dan menjalankan manjaniq.

Aku sengaja keluar dan melihat persiapan para pasukanku. Mereka membawa kayu-kayu yang panjang untuk disusun menjadi manjaniq. Tidak ada batu yang besar karenanya kami menggunakan karung goni untuk menampung batu-batu yang kecil. Mereka tercekam oleh situasi datangnya musuh yang jumlahnya berlipat-lipat.ada rumor bahwa mereka juga akan membantai kami.

Aku tidak aan menyerah.Aku akan menghadapi mereka dengan sekuat tenaga. Aku mengingat kembali betapa piciknya aku karena mendiamkan mereka. Hal itu menyebabkan kerugian di pihak mereka. Harta-harta dagangan mereka hancur sehingga mereka kekurangan dan kelaparan melanda di kota mereka untuk setahun. Untungnya Allah masih berkasih sayang pada mereka sehingga mereka mendaptkan bantuan pangan dari rampasan perang. Tetapi luka itu tidak akan hilang begitu saja karena mereka juga kehilangan sanak saudara mereka.

Ah sudahlah, percuma saja membayangkan yang lalu-lalu. Aku tahu bahwa aku harus menghadapi situasi ini dengan sendirinya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Aku yakin Allah akan menurunkan pasukan yang jauh lebih kuat dari pasukan sultan Umar.

Namun aku tetap akan berusaha untuk membujuk. Soerang pengendara kuda menghadap kepadaku.

“Tuan, Paman ada Said ingin anda agar menemui Sultan Umar ke Lattakia”

Aku terkejut. Mungkin aku akan mendapatkan bantuan dari Sultan Umar.”, Aku pun bergegas untuk menyiapkan diri ke Lattakia.Lattakia tidak jauh hanya berjarak 50 kilometer yang berarti akan memakan waktu 10 jam untuk sampai ke sana.

Aku menyiapkan tiga pengawal terbaik untuk berjalan ke arah Lattakia.

**

Suasana istana sangat ramai. Rupanya mereka sedang mengadakan acara. Aku segera saja menemui Sultan Umar. Ia sedang berada di singgasananya.Aku tidak melihat Paman Said.

Aku menyalami Raja Lattakia tersebut dan aku dipersilhakan duduk di dekatnya.

Aku menceritakan situasi yang ada di daerah kami. Tampaknya Sultan Umar tetap ramah terhadap kami. Ini diluar dugaan kami. Aku menyangka akan terusir setelah perlakuakn saya pada mereka. Ternyata persangkaanku tidak terbukti.

“Adil, aku percaya aku akan membantu kalian karena, aku sudah mempercayai ayahmu. Hubungan kami memang sangat erat dan saling bahu membahu dalam menghadapi serangan pasukan Salib “

Aku sangat terhibur namun aku juga khawatir apakah ini cuma basa-basinya dari Sultan Umar saja. Aku maunya riil ia memberikan bantuan seidkitnya 20 orang pasukan berkuda. Itu saja pasti akan cukup untuk menghadapi ratusan prajurit

“Tapi kau harus tahu bahwa kami mempetimbangkan pasukan Hospitalers yang selalu menyerang pasukan kami di depan pantai. Kami tidak bisa mengindahkan mereka”

Aha, buntutnya khan aku tahu aku tidak terlalu berharap.Ini seperti masih fifty-fifty untuk hal itu. Ah, tapi tidak apa-apalah .

Aku rasa ada bantuan Sultan. Aku yakin ia masih membutuhkan diriku. Kalau suatu saat ia juga akan menghadapi pasukan mus maka aku akan membantunya. Aku pun segra memohon diri karena aku harus menjaga pertahanan pasukanku.

**

Suasana kotaku panic. Para ibu-ibu berlarian dari pasar dan menutuppintu mereka. Aku menanyakan seorang petugas yang sedang enjaga kota dan mengatakan bahwa pasukan Salib sudah ada di wadi yang berjarak tidak jauh dari kami.

Paman Salim mendatangiku . Aku tidak tahu apa yang membuat kedatanganya di tengah tengah hiruk pikuk pasukan kami.

“Tidak mungkin Sultan Umar akan membantumu karena Ia harus membantu Amir Mahmud yang kesulitan akibat pemberontakan Hassasin. Jika kau tidak percaya kau bisa Tanya Ruslan”

“Tapi aku mendengar Sultan Umar belum mempunyai rencana untuk hal itu”

“Jika kau tidak percaya maka kau saja yang tanyakan langsung”

“Tapi aku sudah menyakannya langsung.”

“Tapi anaknya sudah menetapkan batuan pada Pasukan lain. Kau jangan terlalu berharap pada orang lain”

“Bagaimana mungkin ayah tidak berkuasa namun anaknya yang lebih berkuasa”, kataku dalam hati

Pamanku beranjak dan ia segera menuju kotanya.

Aku yang tinggal sendirian dan aku mengirim surat pada ayahku melalu seorang kurir”

Si kurir sudah bersiap dan membawa sedikitnya sepuluh merpati untuk komunikasi denganku. Si kurir ditemani oleh soerang pasukan penunggang kuda yang sangat terampil dalam mengawal petugas pos atau kurir.

**

Seekor merpati putih mendarat di kandang. Aha, rupanya cukup cepat juga merpati itu datang. Ayah memberitahuku agar menunggu penyeledikan Juraij. Ah menunggu aku pikir pasukan musuh sudah ada di hadapanku namun aku harus menurti permintaan ayahku. Dulu juga aku menolak saran ayahku untuk membantu Sultan Umar dan kini akulah yang merasakan karena kesalahan diriku sendiri.

Aku terduduk menengok disatu sudut ruanganku menyesali kelakuanku. Seandaianya saya mau membantu mereka sedikit saja maka merekakan membantuku pikirku. Aha tidak aku yang penting harus mencari cara lain selain untuk mendapatkan batuan Sultan Umar.

Si kurir kini melaju kudanya ke Juraij dan ia pasti akan meminta informasi mengenai Pasukan Latakia. Kalau penyelidikan membutuhkan waktu lama bagaimana dengan pasukanku .

Aku kini belajar harus menerima keadaan. Senadaninya Sultan Umar mau membantuku maka aku begini-begini. Tidak-tidak aku harus segera bangkit dari keterpurukan ini. Aku akan melawan mereka untuk menghadapi pasukan musuh.

“Kumpulkan semua warga!”, aku menyuruh juru tulis mengumpulkan warga

Hanya dalam waktu setengah jam saja mereka berkumpul .aku melihat wajah mereka yang putus asa Karen amendengar semua rumor mengenai serangan pasukan Salib ke daerah ini.

Aku memberikan penawaran pada mereka agar mereka mau bertempur atau mereka meninggalkan tempat ini. Tampaknya tidak ada yang menjawab tawaranku. Merekapun mau berperang demi negeri ini. Aku bukannya lega sebab mereka orang sipil yang tidak pernah bertarung dengan kami.

**

Waktu itu sudah datang. Kami pun harus menghadapi mereka yang mempunyai pasukan yang lebih tangguh dari kami. Ratusan pasukan cadangan berada di garis belakang bersiap dengan panah dan katapel. Sementara pasukan regular berjaga di depan. Aku tahu ribuan pasukan musuh akan memusnahkan kami dalam waktu yang sebentar.

Aku sudah menyiapkan jebakan yag banyak di depan   berupa jerami yang mudah terbaka yang sudah aku rendam dengan minyak mentah. Aku akan menjatuhkan banyak korban di pihak mereka jika mereka mencoba untuk mendekati kami.

Aku melihat seorang penunggang kuda mendekat. Ia mengenakan zirah pasukan Arab dan membawa sebuah panji yang tidak asing lagi bagiku. Aku segera turun dari tempat pertahan dan menyambut penunggang kuda yang lincah tersebut.

Ia membuka cadarnya dan tertawa sambil memberikan Kabar baik.

“Pasukan Shalahuddin Mengalahkan Pasukan Salib”

Kami semua langsung bertakbir menyambut kemenangan ini.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun