Mohon tunggu...
A Kurniawan
A Kurniawan Mohon Tunggu... Buruh - Pemerhati Seni dan Soal Sosial

Akhirnya, kau temukan diriku. Orang kampung, yang ingin terus belajar sampai.......... mati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekantong Receh, untuk Simbah

10 Februari 2020   15:38 Diperbarui: 10 Februari 2020   15:58 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puluhan tahun yang lalu...
Ada kandang ayam besar yang kokoh berdiri, tak jauh dari halaman rumah. Saking besarnya, katimbang dibilang kandang, ia boleh dikatakan rumah. Rumah ayam.

Dibilang rumah, karena ada atapnya, ada dinding, pintu, jendela, dan tiang-tiang penyangga di setiap sudutnya. Yang menarik, semua bagian rumah ayam itu, nyaris terbuat dari... bambu.

Hampir setiap pagi, sebelum berangkat sekolah, aku mampir berdiri di sudut tiang bambu, rumah ayam itu. Di situlah, tiang bambu kujadikan celengan dan tersimpan harta karun: uang receh jatah jajanku!

:::.

Sore itu, hujan. Biasanya, simbah kakung mengajakku bermain catur, sembari menikmati wedangan.

Namun, sebelum ajakan itu datang, dari sebelah dinding dapur, terdengar samar suara khas mbah putri, berkata sendiri, dengan logat khas Purworejo-nya, "... Tanggal tuwo, urung gajian. Arep nggodhog banyu wae, minyak wis kenthek-an ..." (Tanggal tua, belum gajian. Akan merebus air saja, minyak sudah kehabisan).

Suaranya, berat tersendat, bergetar. Mungkin, menahan sesak rasa, tangis, atau.. entah, apa.

Ah, pasti mbah kakung minta wedang, goreng pisang, goreng ubi, atau kacang rebusan, bathinku.
Dari bilik kamar, aku hanya bisa tersenyum, getir.
Hatiku..., pilu.

:::.

Inilah, saatnya.

Aku menyelinap ke luar kamar menuju rumah ayam, melewati teras. Hujan yang bertambah deras, tak menyurutkan langkah dan hatiku yang sudah penuh rasa welas. Bersama hujan, celengan bambu pun kubongkar, ku-palu keras!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun