Indonesia adalah negara hukum, ya begitulah yang tertulis dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.Â
Konstitusi tertinggi negeri kita sudah  mengamanatkan bahwa segala sesuatu dalam kehidupan bermasyarakat harus berdasar hukum, dalam hukum tentu sangat menjunjung asas keadilan.Â
Tapi kita mulai bertanya, 19 tahun berlalu sejak amandemen UUD 45 yang menyatakan kita adalah negara hukum . Apa benar hukum sudah jadi panglima kehidupan berbangsa dan bernegara kita ?
Salah satu kasus yang menarik adalah kasus Novel Baswedan, seorang penyidik senior KPK, lembaga antirasuah Indonesia.Â
3 tahun yang lalu, beliau disiram air keras oleh sekelompok orang. Mata kiri nya sampai sekarang mengalami cacat permanen
Ketika itu, lebih dari 2 tahun pelaku juga tidak kunjung ditemukan. Entah apa yang merasuki hukum Indonesia, rakyat selalu dijanjikan bahwa akan diselesaikan secara cepat, bahkan presiden juga memberikan tenggat waktu.
Sampai akhirnya, ditangkap 2 orang yang notabene dari oknum kepolisian, celakanya mereka juga kan penegak hukum.Â
Ironi memang, penegak hukum tugasnya menegakan hukum, tapi ini melawan hukumÂ
Lalu, 2 orang penyiram air keras tersebut dibawa ke meja hijau, dan dituntut jaksa 1 tahun penjara.Â
Apakah itu adil ?, tentu saja tidak. Tuntutan 1 tahun tersebut mencederai keadilan , dan mempertontonkan kebobrokanÂ
Jaksa menuntut pelaku secara primer dengan pasal 355 ayat 1 KUHP Â juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat terencana.Â
Sekarang kita bedah dulu pasal tersebut Â
Pasal tersebut berbunyi "Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun "Â
Lalu didakwa secara subsider dengan Pasal 353 ayat 2 KUHP yang berbunyi "Bila penganiayaan mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Tapi dari hukuman yang lama tersebut 12 dan 7 tahun , jaksa bisa memutuskan hanya 1 tahun , bahkan tidak sepertiganya, tentu sangat janggalÂ
Kejanggalannya adalah jaksa menolak dakwaan primer karena dianggap tidak melakukan penganiayaan berat dengan menggunakan dalih "ketidaksengajaan".
Rasanya janggal untuk berkata seperti itu , ada 2 orang yang rela bangun subuh menyerang penyidik KPK yang baru pulang sholat subuh, membawa air keras.Â
Faktanya terungkap bahwa terlepas dari kedua terdakwa tidak ingin menyiram mata, kenyataannya yang terkena adalah mata kiri , dan itu kerusakan permanen. Kerusakan permanen mata tersebut tentu maksud kategori "penganiayaan berat "Â
Oleh karena itu, saya berharap kepada hakim untuk memutuskan vonis secara adil, apalagi majelis hakim mempunyai hak untuk mengabaikan tuntutan jaksa, harapannya adalah memberikan vonis maksimal yaitu 12 tahun untuk terdakwa.Â
Semoga ada keadilan di "Negara Hukum " ini .Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI