Pada akhir tahun 2019 kasus epidemi di dataran Tiongkok, khususnya di Provinsi Hubei di kota Wuhan terdeteksi oleh dokter setempat. Epidemi ini terus berkembang menjadi Pandemi yang menyebar di 206 negara berdasarkan data WHO. Per 2 April 2020, benua Eropa saat ini menjadi episenter dari Covid-19.
WHO juga merilis negara-negara dengan jumlah daftar kasus terkonfirmasi. Per 2 April 2020, kasus terkonfirmasi yang dilaporkan oleh WHO merincikan laporan berikut:
- Amerika Serikat---187.302 kasus, 3.846 kematian;
- Italia---105.792 kasus, 12.430 kematian;
- Spanyol---94.417 kasus, 8.189 kematian;
- China---82.724 kasus, 3.327 kematian;
- Jerman---67.366 kasus, 732 kematian;
- Prancis---51.477 kasus, 3.514 kematian.
Melihat data tersebut, 6 besar negara dengan kasus terkonfirmasi Covid-19, 4 di antaranya adalah negara-negara Eropa. Mengutip berita BBC dari pernyataan ofisial direktur umum WHO, Dr. Tedros Adhanom, benua Eropa saat ini menjadi episenter dari Covid-19. Data kasus terkonfirmasi di benua Eropa telah melampaui jumlah data yang terinfeksi Covid-19 di daratan utama Tiongkok.
Kedekatan Relasi Eropa-Tiongkok
Berdasarkan data statistik Trademap dan OEC menyatakan bahwa tingginya kegiatan perdagangan antara Tiongkok dengan negara Eropa daratan dari empat negara yang menjadi negara terbesar di Eropa dengan penyebaran kasus Covid-19 menunjukan aktifitas perdagangan dan mitra kerjasama yang aktif selama tahun 2016--2018.
Baik Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol memiliki share import yang tinggi dengan Tiongkok dengan rata-rata di atas 7% dari mitra dagang negara tersebut dengan negara-negara lainnya. Tiongkok juga menempati peringkat ketiga dari import ke-empat negara tersebut setelah umumnya didominasi oleh Prancis dan Jerman sebagai mitra dagang negara-negara di Eropa maupun melalui institusi Uni Eropa sebagai wadah aktifitas ekonomi terkait kegiatan perdagangan. Walaupun Amerika Serikat memiliki persentase import yang tidak besar dibandingkan Tiongkok dengan negara-negara Eropa, namun Amerika Serikat masih jadi tujuan eksportir dari negara-negara Eropa tersebut.
Hubungan mitra dagang yang kuat antara negara-negara Eropa dengan Tiongkok dapat dipengaruhi dari berbagai macam aspek politik yang dilakukan oleh Donald Trump yang mempengaruhi relasinya terhadap negara-negara di Eropa. Seperti penarikan diri Amerika Serikat dalam pakta pertahanan dan aliansi NATO, serta penarikan diri Amerika Serikat dalam konferensi Paris tahun 2015 mengenai lingkungan. Celah inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk mendekatkan diri dengan negara-negara Eropa, baik melalui Belt and Road Initiative (BRI) serta CEE 16+1 dengan negara-negara Eropa tengah.
Besarnya aktifitas perdagangan antara negara-negara Eropa dengan Tiongkok mendorong kegiatan serta mobilitas individu yang tinggi dalam rangka memenuhi kegiatan bisnis melalui perjalanan antara Eropa daratan dengan wilayah Tiongkok.
Mengisi Celah
Negara Eropa sadar dengan kebijakan yang diambil oleh Donald Trump harus mendorong Eropa bersama institusinya melakukan kemitraan strategis yang menguntungkan. Tiongkok dianggap dapat mengisi kursi yang ditinggalkan oleh AS dan melihat peluang kemitraan strategis dengan berlandaskan asas fair trade dibanding menganggap Tiongkok sebagai rival. Pertemuan antara Emmanuel Macron, Angela Merkel, serta Jean-Claude Juncker dengan Xi Jinping pada Maret 2019 membuka peluang kepada Tiongkok dimana Uni Eropa ingin membangun strategi baru dalam sektor perdagangan dan lingkungan.
Melalui jurnal yang ditulis oleh lembaga think-tank Prancis, IFRI (Institute francais des relations internationales) menjelaskan bahwa Prancis tidak ingin terjebak problematika geopolitik serta rivalitas yang terjadi antara US dan Tiongkok. Prancis juga menginginkan politik kebijakan luar negri yang independen dengan tidak bergantung terhadap siapapun. Namun, Prancis mendorong kekuatan politik berlandaskan dialog serta aturan internasional melalui forum-forum multilateral dimana Prancis berperan dalam G5, G7, G20 dan forum internasional lainnya.
Keterlibatan Prancis dalam forum internasional dibuktikan dengan inisiasi-inisiasi seperti keamanan siber atau Paris Call for Cybersecurity yang dilatarbelakangi oleh kejahatan terorisme yang memanfaatkan dunia teknologi seperti penembakan di Selandia Baru terhadap minoritas muslim bersamaan dengan PM Selandia Baru, Jacinda Ardern.
Jerman dan Prancis merupakan dua kekuatan besar di Uni Eropa, Uni Eropa sendiri dibangun berlandaskan latar belakang dua rival besar di Eropa pada saat Perang Dunia 1 dan 2 antara Prancis dan Jerman yang mendorong untuk perdamaian antara dua negara tersebut dengan saling bekerjasama dan berdagang satu sama lain. Oleh karena itu, dua negara tersebut sangat berpengaruh di badan Uni Eropa. Kunjungan Presiden Prancis, Perdana Mentri Jerman, dan mantan Presiden Komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping mendorong kegiatan kerjasama yang lebih aktif antar Uni Eropa dengan Tiongkok dengan berlandaskan keuntungan resiprokal.
Setidaknya, pertemuan tersebut menghasilkan kerjasama dengan Tiongkok di forum Konferensi Paris dengan penandatanganan perjanjian. Penandatanganan perjanjian tersebut mengindikasikan terbangunnya relasi Tiongkok dan Eropa. Celah ini dimanfaatkan ketika Amerika Serikat meninggalkan pengaruhnya melalui forum internasional dan tingginya tensi Prancis---AS pasca penarikan diri AS dalam forum tersebut, serta komentar Donald Trump terhadap politik internal Prancis melalui demonstrasi berkepanjangan.
Covid-19: Tantangan Baru Uni Eropa
Di tengah skeptisisme terhadap Uni Eropa yang diawali dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), serta berkembangnya retorika nasional sentris oleh figur politik sayap kanan di negara-negara Eropa pada pemilihan umum yang diawali oleh gelombang imigran dari timur tengah akibat ekskalasi perang di wilayah tersebut. Uni Eropa mendapat tantangan lain yang hadir melalui virus Covid-19. Presiden Komisi Uni Eropa saat ini, Ursula Von Der Leyen dalam pernyataannya mengatakan bahwa Eropa saat ini menghadapi krisis besar pasca krisis perang dunia ke-dua melalui Coronavirus.Â
Ketika terbentur permasalahan sosio-ekonomi, Uni Eropa masih kokoh dengan asas kerjasama dan solidaritasnya melalui permasalahan imigran pada tahun 2015 lalu. Namun, Covid-19 bisa menjadi permasalahan serius akibat sektor fundamental yaitu perekonomian yang merupakan latar belakang terbentuknya Uni Eropa, untuk saat ini, harus lumpuh untuk sesaat dengan jangka waktu yang belum dapat ditentukan. Penerapan social distancing dan lockdown berarti berkurangnya kegiatan ekonomi, masyarakat akan kurang bekerja, kurang produktif, mengurangi investasi, serta mengurangi pengeluaran.Â
Akibat dari dampak Coronavirus, negara-negara yang paling terdampak seperti Italia dan Spanyol meminta bantuan kepada Uni Eropa, negara anggota lain perlu seragam membantu dengan asas solidaritas. Namun yang menjadi pertanyaan adalah di saat pandemik yang melumpuhkan perekonomian setiap negara anggota, serta fokus penanganan internal dari negara-negara anggota Uni Eropa yang terdampak di negaranya sendiri, apakah negara anggota Uni Eropa dapat menunjukan solidaritasnya ketika kepentingan negaranya sendiri terancam karena dampak dari wabah Covid-19?
Baik Italia dan Spanyol telah mengirimkan sinyal permintaan bantuan sistem pinjaman kepada Brusel. Otomatis, beban pinjaman tersebut akan ditanggung oleh negara-negara yang lebih mampu dalam konteks saat ini sebagai garansi pengembalian pinjaman. Melalui telekonferensi rapat dewan Eropa, pemimpin-pemimpin negara anggota melakukan rapat terkait penanganan Covid-19 yang dialami oleh negara anggota Uni Eropa.
Italia sebagai negara yang paling berdampak mengusulkan skema hutang melalui "corona bonds", namun permintaan bantuan Italia ditolak oleh kepala negara anggota lain karena terbatasnya sumber daya serta kebutuhan alat medis yang juga serupa dialami oleh negara anggota lainnya, atau paling tidak untuk saat ini mendahulukan kepentingan negara itu sendiri. Hal senada ditunjukan Spanyol yang mendukung Italia agar mendorong Uni Eropa memikirkan langkah-langkah bantuan terhadap negara yang paling terdampak.
Saat permasalahan pandemi tidak dapat direspon dengan baik oleh Uni Eropa, perdana mentri Italia mengatakan Uni Eropa dapat kehilangan fondasi utamanya. Hal senada juga diutarakan oleh perdana mentri Spanyol yang menjelaskan apabila Uni Eropa tidak memiliki jawaban konkrit, seragam, dan efektif untuk merespon krisis ekonomi saat ini, efeknya akan berjangka panjang dengan memberi resiko terhadap proyek Uni Eropa. Ketika negara anggota Uni Eropa tidak dapat menunjukan solidaritasnya di masa genting seperti saat ini, Italia mendapatkan bantuan peralatan medis dari Tiongkok dan Rusia dimana menjadi sorotan negatif media dari aliansi "barat".
Coronavirus adalah babak baru tantangan untuk Uni Eropa. Ketidakseragaman pandangan negara-negara anggotanya saat ini untuk beberapa merupakan ekskalasi dari permasalahan akumulatif yang dihadapi Uni Eropa dari tahun 2015 yang dikhawatirkan menjadi agregasi serius untuk kesatuan institusi Uni Eropa.
Jangan lupa bawa saat ini, Italia dipimpin oleh partai sayap kanan dengan retorika euroskeptis serta kepemimpinan lain di tubuh Hungaria dan Polandia. Di satu sisi, Italia wajar meminta bantuan kepada Brusel karena asas solidaritas dan kerjasama Uni Eropa karena Italia merupakan bagian dari negara anggota. Di sisi lain apabila permintaan bantuan dari Italia tidak diindahkan oleh petinggi Uni Eropa akan menjadi batu sandungan untuk institusi dan melahirkan narasi euroskeptis baru dan lebih kuat. Ketika respon Uni Eropa lemah, momen ini akan dimanfaatkan dengan narasi populisme nasionalis.
Sementara itu untuk saat ini, negara-negara anggota berjalan sendiri dengan mekanisme negaranya untuk mengendalikan dan membendung penyebaran virus korona, diawali dengan penutupan perbatasan negaranya. Namun Uni Eropa meminta untuk laju pengiriman barang-barang tertentu seperti hasil tani, makanan, peralatan medis untuk dapat dibuka oleh negara anggotanya, sembari menyiapkan skema bantuan.
Referensi:
BBC News. "Coronavirus outbreak eats into EU unity".
BBC News. "Coronavirus: Europe now epicentre of the pandemic, says WHO".
CNN International. "Xi and Macron affirm support for climate pact despite Trump withdrawal".
DeustchWelle. "Coronavirus shakes foundations of the European Union"
France24. "Macron, Xi, Merkel and Juncker hold talks in Paris".
IFRI. "Europe in the Face of US-China Rivalry"
Politico. "Virtual summit, real acrimony: EU leaders clash over 'corona bonds".
Politico. "Coronavirus could break the EU".
South China Morning Post. "France's Emmanuel Macron asks Angela Merkel and Jean-Claude Juncker to join meeting with Xi Jinping in Paris"
The Guardian. "Coronavirus could be final straw for EU, European experts warn".
The Observatory of Economic Complexity.Â
World Health Organization. "Coronavirus disease (COVID-19) outbreak situation"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H