Keterlibatan Prancis dalam forum internasional dibuktikan dengan inisiasi-inisiasi seperti keamanan siber atau Paris Call for Cybersecurity yang dilatarbelakangi oleh kejahatan terorisme yang memanfaatkan dunia teknologi seperti penembakan di Selandia Baru terhadap minoritas muslim bersamaan dengan PM Selandia Baru, Jacinda Ardern.
Jerman dan Prancis merupakan dua kekuatan besar di Uni Eropa, Uni Eropa sendiri dibangun berlandaskan latar belakang dua rival besar di Eropa pada saat Perang Dunia 1 dan 2 antara Prancis dan Jerman yang mendorong untuk perdamaian antara dua negara tersebut dengan saling bekerjasama dan berdagang satu sama lain. Oleh karena itu, dua negara tersebut sangat berpengaruh di badan Uni Eropa. Kunjungan Presiden Prancis, Perdana Mentri Jerman, dan mantan Presiden Komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping mendorong kegiatan kerjasama yang lebih aktif antar Uni Eropa dengan Tiongkok dengan berlandaskan keuntungan resiprokal.
Setidaknya, pertemuan tersebut menghasilkan kerjasama dengan Tiongkok di forum Konferensi Paris dengan penandatanganan perjanjian. Penandatanganan perjanjian tersebut mengindikasikan terbangunnya relasi Tiongkok dan Eropa. Celah ini dimanfaatkan ketika Amerika Serikat meninggalkan pengaruhnya melalui forum internasional dan tingginya tensi Prancis---AS pasca penarikan diri AS dalam forum tersebut, serta komentar Donald Trump terhadap politik internal Prancis melalui demonstrasi berkepanjangan.
Covid-19: Tantangan Baru Uni Eropa
Di tengah skeptisisme terhadap Uni Eropa yang diawali dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), serta berkembangnya retorika nasional sentris oleh figur politik sayap kanan di negara-negara Eropa pada pemilihan umum yang diawali oleh gelombang imigran dari timur tengah akibat ekskalasi perang di wilayah tersebut. Uni Eropa mendapat tantangan lain yang hadir melalui virus Covid-19. Presiden Komisi Uni Eropa saat ini, Ursula Von Der Leyen dalam pernyataannya mengatakan bahwa Eropa saat ini menghadapi krisis besar pasca krisis perang dunia ke-dua melalui Coronavirus.Â
Ketika terbentur permasalahan sosio-ekonomi, Uni Eropa masih kokoh dengan asas kerjasama dan solidaritasnya melalui permasalahan imigran pada tahun 2015 lalu. Namun, Covid-19 bisa menjadi permasalahan serius akibat sektor fundamental yaitu perekonomian yang merupakan latar belakang terbentuknya Uni Eropa, untuk saat ini, harus lumpuh untuk sesaat dengan jangka waktu yang belum dapat ditentukan. Penerapan social distancing dan lockdown berarti berkurangnya kegiatan ekonomi, masyarakat akan kurang bekerja, kurang produktif, mengurangi investasi, serta mengurangi pengeluaran.Â
Akibat dari dampak Coronavirus, negara-negara yang paling terdampak seperti Italia dan Spanyol meminta bantuan kepada Uni Eropa, negara anggota lain perlu seragam membantu dengan asas solidaritas. Namun yang menjadi pertanyaan adalah di saat pandemik yang melumpuhkan perekonomian setiap negara anggota, serta fokus penanganan internal dari negara-negara anggota Uni Eropa yang terdampak di negaranya sendiri, apakah negara anggota Uni Eropa dapat menunjukan solidaritasnya ketika kepentingan negaranya sendiri terancam karena dampak dari wabah Covid-19?
Baik Italia dan Spanyol telah mengirimkan sinyal permintaan bantuan sistem pinjaman kepada Brusel. Otomatis, beban pinjaman tersebut akan ditanggung oleh negara-negara yang lebih mampu dalam konteks saat ini sebagai garansi pengembalian pinjaman. Melalui telekonferensi rapat dewan Eropa, pemimpin-pemimpin negara anggota melakukan rapat terkait penanganan Covid-19 yang dialami oleh negara anggota Uni Eropa.
Italia sebagai negara yang paling berdampak mengusulkan skema hutang melalui "corona bonds", namun permintaan bantuan Italia ditolak oleh kepala negara anggota lain karena terbatasnya sumber daya serta kebutuhan alat medis yang juga serupa dialami oleh negara anggota lainnya, atau paling tidak untuk saat ini mendahulukan kepentingan negara itu sendiri. Hal senada ditunjukan Spanyol yang mendukung Italia agar mendorong Uni Eropa memikirkan langkah-langkah bantuan terhadap negara yang paling terdampak.
Saat permasalahan pandemi tidak dapat direspon dengan baik oleh Uni Eropa, perdana mentri Italia mengatakan Uni Eropa dapat kehilangan fondasi utamanya. Hal senada juga diutarakan oleh perdana mentri Spanyol yang menjelaskan apabila Uni Eropa tidak memiliki jawaban konkrit, seragam, dan efektif untuk merespon krisis ekonomi saat ini, efeknya akan berjangka panjang dengan memberi resiko terhadap proyek Uni Eropa. Ketika negara anggota Uni Eropa tidak dapat menunjukan solidaritasnya di masa genting seperti saat ini, Italia mendapatkan bantuan peralatan medis dari Tiongkok dan Rusia dimana menjadi sorotan negatif media dari aliansi "barat".
Coronavirus adalah babak baru tantangan untuk Uni Eropa. Ketidakseragaman pandangan negara-negara anggotanya saat ini untuk beberapa merupakan ekskalasi dari permasalahan akumulatif yang dihadapi Uni Eropa dari tahun 2015 yang dikhawatirkan menjadi agregasi serius untuk kesatuan institusi Uni Eropa.