Mohon tunggu...
Nicolas Andrew
Nicolas Andrew Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Saya pernah menjadi Finalis Anforcom

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Film

Pertemuan Dalam Perpisahan, Entah Kebetulan atau Takdir: Review Film Panas "One Night Stand"

25 Maret 2024   11:00 Diperbarui: 25 Maret 2024   11:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lea kemudian membawa Ara untuk bertemu dengan Om Rendra yang sedang berduka atas kepergian istrinya. Singkat cerita, Ara berpamitan dengan Om Rendra karena masih harus menghadiri acara pernikahan kerabatnya yang bernama Mas Edo (Eduwart Manalu). Tiba-tiba saja terbesit di pikiran Ara untuk mengajak Lea menemaninya hadir di acara pernikahan itu. Tak berpikir lama, Lea pun memutuskan ikut bersama Ara. 

Sepanjang perjalanan, Ara dan Lea semakin membangun kedekatan mereka satu sama lain. Hingga di suatu momen perjalanan mereka memperdebatkan apakah hidup ini kebetulan atau memang takdir. Lea merasa mereka bisa dipertemukan karena kebetulan Om Rendra menyuruhnya menjemput Ara, namun Ara merasa segala sesuatunya sudah direncanakan. 

Mereka pun akhirnya sampai di lokasi pernikahan kerabatnya Ara. Ara pun bertemu mas Edo yang akan melangsungkan pernikahannya di malam hari. Malamnya setelah resepsi pernikahan, Ara dan Lea memutuskan untuk menghabiskan waktu berdua di pinggir pantai. Keduanya saling bercerita lebih dalam mengenai diri dan masa lalu masing-masing. Perlahan namun pasti, asmara keduanya mulai tumbuh seperti bunga yang mulai bermekaran. Apakah kisah cinta satu malam Lea dan Ara akan terus berlanjut hingga mereka menjadi pasangan? 

Sederhana Namun Mendalam

Film yang disutradarai oleh Adriyanto Dewo ini berhasil menceritakan sebuah kisah cinta dengan sederhana. Para penonton pun tidak perlu berpikir berat untuk memahami plot atau cerita film ini. Tanpa unsur dramatis yang berlebihan, Adriyanto berhasil menciptakan dialog yang hidup antara kedua tokoh utama sehingga kesederhanaan film bisa menunjukkan kisah cinta yang nyata. Selain itu, beberapa kali film ini menyuguhkan adegan pengambilan gambar onetake yang menampakkan kualitas akting para pemain.

Karakter yang tergambarkan dalam film juga terlihat sangat natural, seperti kedua insan yang sudah lama bertemu. Hal ini juga diakui oleh Adriyanto selaku sutradara yang sudah merasakan kecocokan antara kedua tokoh utama tersebut sejak kali pertama bertemu. Sutradara Adriyanto sendiri mengatakan film tersebut dibuat agar bisa sesuai dengan kondisi banyak orang. 

"Ingin bikin cerita yang relate, mungkin juga banyak orang yang mengalami. Kita ketemu sama orang cuma kita merasa dekat, entah itu bisa romansa atau pertemanan. Pertemuan walau singkat tapi berkesan, jadi sebuah memori yang akan mengubah satu individu untuk berubah di langkah selanjutnya," kata Adriyanto.

Film ini mengambil latar Yogyakarta bukan tanpa alasan. Yogyakarta memang dikenal sebagai tempat yang pas untuk melepas kelelahan seseorang, mulai dari bangunannya hingga suasana alamnya. Tak sampai disitu, latar galau ini juga dibalut dengan berkena oleh alunan musiknya yang menyertai sepanjang film. Seperti alunan lagu “Tiga Pagi” oleh Fletch yang menyertai percakapan Ara dan Lea di pinggir pantai.

Film ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup akan selalu ada pertemuan dan perpisahan. Namun, kita sebagai manusia harus bisa segera berjalan kembali karena hidup tidak akan menunggu kita selesai bersedih. Di sisi lain, film ini juga mengingatkan kepada penonton bahwa setiap orang pasti memiliki “safeplace” masing-masing, seperti yang diungkapkan Ruth (Ruth Marini), suami dari Edo. 

Keindahan dialog yang natural dalam film didukung isi dialog film yang juga tipikal obrolan anak muda saat ini. Adegan dewasa yang ditampilkan juga tidak berlebihan dan justru menjadi sebuah adegan pembuktian cinta satu malam yang tumbuh di antara Ara dan Lea. Sayangnya, film ini tidak memiliki konflik ataupun puncak permasalahan sehingga tidak memunculkan perasaan penasaran sekaligus ketegangan selama menyaksikan film tersebut. Selain itu, dialog yang sederhana seringkali menimbulkan kebosanan karena menampilkan obrolan antara dua orang yang baru saja bertemu. 

Sesuai dengan judulnya, film ini menunjukkan adegan dewasa yang dilakukan oleh dua orang yang baru bertemu. Fenomena ini ternyata sudah menjadi hal yang sering ditemukan di masa sekarang. Hal ini didukung penelitian sosial yang berjudul “Konstruksi Sosial dalam Jalinan Hubungan Friends with Benefits (Studi pada Anak Muda di Kota Manado)” yang menunjukkan bahwa hubungan lebih dalam bisa terbentuk karena adanya rasa nyaman terlebih dahulu. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa hubungan badan bisa terjadi setelah tercapainya kedekatan emosional antara dua individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun