Mohon tunggu...
Andre VincentWenas
Andre VincentWenas Mohon Tunggu... Politisi - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta

Merilis kajian di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jokowi dan Gagalnya Teori Bebek Lumpuh

19 Juli 2023   21:50 Diperbarui: 19 Juli 2023   22:06 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Jokowi dan Gagalnya Teori Bebek Lumpuh 

Oleh: Andre Vincent Wenas 

Di akhir masa jabatannya, dan karena alasan konstitusional ia tak bisa dipilih lagi karena sudah dua kali menjabat, maka periode ini kerap disebut 'lame-duck presidency'. 

Masa kepresidenan yang dikategorikan sebagai periode bebek lumpuh. Ia gampang jadi mangsa dari predator-predator politik. 

Tapi rupanya fenomena bebek lumpuh ini tidak berlaku untuk Joko Widodo di masa akhir kepresidenannya. Fenomena Jokowi adalah anomali. 

Ia justru malah jadi semacam penentu kemenangan bagi kandidat yang diusung parpol. Sebut saja Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, juga para pengusung dan pendukungnya, mereka semua saling 'berebut restu' dari Joko Widodo.

"Saling-klaim" bahwa merekalah yang direstui jadi "penerus" kerja baik Pak Jokowi. 

Memang wajar sih, dengan approval-rate yang bahkan tembus 90%,  pamor Jokowi justru menguat, bukan untuk jadi presiden lagi tapi jadi penentu siapa yang bakal jadi presiden. Fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya. Luar biasa. 

Maka berbagai analisa tentang kemana jari telunjuk Jokowi mengarah jadi penting. 

Interpretasi dari berbagai fenomena coba diterjemahkan sebagai "tanda dukungan" Jokowi terhadap kandidat tertentu. Dan ini dengan manis terus dimainkan Jokowi, membiarkan semua pihak menafsirkan sendiri-sendiri. Posisinya sebagai King Maker justru jadi semakin kokoh. 

Mulai dari gerak-gerik dan gestur politik dari anak-anaknya (terutama Gibran dan Kaesang, juga Bobby), yang kemudian ditafsirkan sebagai arah angin dukungan bapaknya, sampai ke acara pertemuan Jokowi saat makan siang atau perhelatan lainnya. Pokoknya semua itu diterjemahkah sebagai "tanda-tanda dukungan". 

Ya bebas saja sih, bagus malah. Itu semua semakin memperkuat positioning Pak Jokowi. 

Ada influencer (entah disponsori parpol) tertentu yang coba-coba memposisikan kandidat tertentu "lebih kuat" citra dirinya dibanding dengan Jokowi, maka ia pun mesti menelan pil pahit saat mendapat sentimen negatif dari Jokowers. Kualat katanya. 

Pendek kata, saat ini parameter kepresidenan adalah Jokowi. Kepresidenan Jokowi sudah jadi standar baru, dimana publik enggan mendiskonnya. Justru oleh karena itulah Jokowi diharapkan oleh publik untuk senantiasa cawe-cawe, ia "tak diijinkan" oleh kesadaran dalam publik untuk "tinggal-gelanggang" begitu saja. 

Harus dipastikan penggantinya nanti adalah dia yang mampu meneruskan kerja-kerja baik Pak Jokowi (ingat approval-rate-nya tembus 90% lho). Ini nggak main-main, proven. 

Jadi siapa yang besok makan siang bareng Pak Jokowi? Atau yang dijabat tangannya dua detik lebih lama dibanding kandidat lainnya? 

Jakarta, Rabu, 19 Juli 2023

Andre Vincent Wenas,MM.MBA. Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun