Mafia tanah adalah musuh negara, musuh rakyat. Itu jelas.
Namun siapa aktor-aktor yang bermain di belakang mafia tanah itu?
Ada mafia tanah seperti yang menimpa ibunda Dino Patti Djalal, dan ada pula yang modelnya seperti yang dimainkan oleh Triad oknum Pemprov DKI Jakarta berkolusi dengan oknum DPRD DKI Jakarta plus oknum BUMD PD Pembangunan Sarana Jaya.
Mengamati apa yang terjadi dalam skandal Triad Pemprov -- DPRD -- BUMD itu semakin terkuaklah praktek manipulasi yang sungguh-sungguh memalukan.
Saking memalukannya, sekarang setelah kasusnya mencuat ke ranah publik, mereka terkesan saling eker-ekeran satu sama lainnya. Saling lempar tanggung-jawab. Saling tuding. Mengapa?
Apalagi setelah KPK membuka kemungkinan untuk memanggil Anies Baswedan terkait skandal korupsi lahan rumah DP 0 rupiah ini.
Ketika ditanya perihal proses pengadaan lahan program rumah DP 0 rupiah ini, Gubernur dan Wakil Gubernur mengaku tidak tahu menahu lantaran mereka katanya tidak masuk ke wilayah teknis.
WaGub M.Riza Patria bilang, "Kami minta dinas-dinas, BUMD untuk menyiapkan. Masing-masing bekerja, jadi kami tidak masuk wilayah teknis. Nggak mungkin lah gubernur-wagub ngurusin yang teknis-teknis, yang besar-besar saja menyita waktu, apalagi masuk wilayah teknis. Itu tugas dinas, tugas sudin."
Agak aneh memang, sehingga kita jadi bertanya-tanya, mekanisme evaluasi (review) seperti apa yang selama ini mereka lakukan terhadap jalannya operasi pemerintahan? Padahal uang rakyat yang digelontorkan ke dalam proyek itu sangat jumbo (Rp 3,3 trilyun)! Itu jumlah yang sangat besar.
Berbalas pantun pun terjadi.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi angkat suara.
"Ya gubernur tahu kok, makanya saya katakan saat rapat dengan Sarana Jaya, masa Wagub tidak bisa menjawab dan tidak mengerti masalah program DP Rp0. Kalau kami cuma mengesahkan, jadi apa yang mereka minta kami serahkan kepada mereka lagi."
Ia menuding Gubernur Anies Baswedan mestinya bertanggung jawab dalam soal pengadaan lahan oleh PT Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019 di  Kecamatan Cipayung itu.
Sementara itu,
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa pihak penyidik tak menutup kemungkinan untuk memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memperjelas konstruksi perkaranya. Katanya,
"Saya kira siapa pun saksi itu yang melihat, yang merasakan, kemudian yang mengetahui peristiwa ini. Kan tentu nanti beberapa saksi sudah diperiksa kemarin, nanti dari situ akan dikembangkan lebih lanjut siapa saksi-saksi berikutnya yang nanti akan dipanggil."
Mafia tanah model Triad Pemda -- DPRD -- BUMD kabarnya bukan sekali ini terjadinya, dan -- ini kabar buruknya -- bukan pula hanya di Jakarta. Walau ini hanya besifat kecurigaan belaka, namun kiranya perlu juga didalami lebih jauh oleh aparat yang berwenang.
Menyimak saling berbalas pantunnya Pemprov dengan DPRD di DKI Jakarta itu memang semakin jadi nampak komikal, walau sama sekali tidak lucu!
Misalnya, kata Prasetyo Edi Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta):
"Saya nggak ngerti, fungsi saya hanya pegang palu (mengesahkan) anggaran yang diminta. Tapi saya enggak merasa (dikambing hitamkan) karena saya enggak bermain itu kok. Biarkan saja mereka yang mengatakan itu, nanti dia sendiri yang merasakan dosanya."
Hmm... Faktanya palu seorang Ketua DPRD itu sakti lho...
Menurut kabar burung, di tempat lain, sebelum palu itu diketok di meja ketua sidang, ada banyak bisik-bisik terjadi di belakangnya. Bisik-bisik soal apa?
Yah, namanya juga bisik-bisik, sehingga kita pun tidak bisa mendengarnya, itu pasti rahasia di antara mereka yang berbisik-bisik itu. Tak ada yang tahu, dan tak boleh ada yang tahu.
Sssttt...
16/03/2021
*Andre Vincent Wenas*, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H