Mendengar kata "MANGKRAK" memang sangatlah menjengkelkan!
Siapa sih yang tidak kesal? Siapa sih sebetulnya yang lagi mempermainkan hukum? Para penegak hukumnyakah yang sudah tidak bisa tegak lagi alias letoy? Atau -- lagi-lagi -- ada konspirasi berjamaah para tersangkanya yang terus giat "meniupkan angin surga" sampai-sampai para penegak hukumnya "masuk-angin" dan jadi lesu-lemas-loyo?
Pertanyaan-pertanyaan yang wajar saja muncul di benak publik. Tinggallah kita menyaksikan bagaimana episode akhirnya sebentar lagi. Katanya kasus ini bakal "dilanjutkan" segera setelah pelantikan kepala daerah. Aneh khan?
Padahal, belum lama berselang, Menko Polhukam Prof. Mahfud M.D. di hadapan ratusan jaksa menegaskan: Jangan Memainkan Kasus Hukum! Link: https://nasional.tempo.co/read/1387106/di-depan-ratusan-jaksa-mahfud-md-ingatkan-jangan-memainkan-kasus-hukum
Kasus korupsi berjamaah di DPRD Manado ini kesannya memang seperti dibiarkan terkatung-katung, dengan alasan Pilkadalah, tak mau mengganggu proses politiklah, dan entah apakah ada alasan lain tak kalah menghina akal sehat publik. Mencederai nurani keadilan di sanubari rakyat.
Di Indonesia ini apakah hukum yang masih jadi panglima atau sudah dikudeta oleh kepentingan-kepentingan politik sekelompok begundal?
Skandal yang terjadi di DPRD Kota Manado periode 2014-2019 memang sangat memalukan. Tingkah laku para tersangka (yaitu seluruh anggota DPRD-nya) sangatlah bodoh dan boleh dibilang -- maaf ya -- kurang ajar.
Alasan tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu aturan, adalah dalih yang sangat kekanak-kanakan. Model wakil rakyat seperti itu jelas memalukan. Enteng saja mengkhianati kepercayaan rakyat yang telah diamanahkan kepada mereka.
Herannya, entah mengapa kok tak banyak media daerah di Sulut/Manado yang meliput dan mengulas kasus ini? Kebanyakan pada diam, bungkam seribu bahasa. Tell me why? Padahal ini penting untuk merawat memori publik juga terhadap ulah para pengkhianat amanat rakyat. Sudah terkooptasikah?
Ahirnya Manado-Post berani juga mengangkat isu ini dalam edisi yang terbit 3 Februari 2021. Judulnya pun bombastis: Kasus DPRD Manado Periode 2014-2019 `Mangkrak`. Link berita: https://manadopost.jawapos.com/hukum-kriminal/03/02/2021/kasus-dprd-manado-periode-2014-2019-mangkrak/
Dengan mengutip pernyataan pakar hukum dari Unsrat Dr. Ralfie Pinangsang, SH,MH, yang tegas-tegas mengatakan bahwa kasus ini harus terus diusut!
"Menurut saya telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan. Tidak boleh dihentikan. Karena sudah pada level penyidikan, artinya sudah menemukan 2 alat bukti, sehingga telah ada penetapan tersangka oleh penyidik kejaksaan."
Ditambahkan lagi oleh Dr. Ralfie Pinangsang,SH,MH :
"Dan kami mendorong setelah itu, penyidik harus melengkapi berkas penyidikan tersebut untuk segera menyatakan P21. Artinya perkara sudah siap dilimpahkan kepada Jaksa penuntut."
Latar belakang tindak pidana korupsi ini menyangkut soal penetapan dan pembayaran tunjangan perumahan dan transportasi seluruh  anggota DPRD Manado periode 2014-2019. Uang itu dibayarkan pada tahun 2017 dan 2018, kepada 3 orang pimpinan dan 37 anggota DPRD melalui Sekretariat Dewan. Totalnya sekitar Rp 6 milyar.
Dr. Ralfie Pinangsang,SH,MH, terheran-heran mengapa perkara ini belum dinyatakan P21 oleh jaksa penyidik:
"Ada apa? Padahal perkara ini adalah perkara uang rakyat dan sudah memenuhi syarat disebut perbuatan melawan hukum pidana. Karena telah merugikan keuangan negara, dimana anggota dewan tersebut sudah mengetahui, bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum. Sehingga ketika mereka sudah tau bertentangan dengan hukum, kemudian melakukannya hal ini, sangat jelas ada unsur kesengajaan."
Selanjutnya pengamat hukum itu pun menjelaskan pasal-pasalnya,
"Harusnya jangan diterima. Karena mereka sudah tau hal tersebut bertentangan dengan UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Juga UU nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, serta UU nomor 31 tahun 1999 dan perubahannya UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana Korupsi."
Lalu aturan-aturan pelaksanaannya,
"Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD, terutama lebih khusus PP 18 tahun 2017 dan mengetahui menerima sesuai standar. Sehingga Kejaksaan harus memproses kasus ini, karena telah menjadi perhatian publik."
Kepada para penyidik Kejaksaan Negeri Manado, akhirnya Dr. Ralfie Pinangsang,SH,MH, berpendapat semestinya kasus ini tetap terus dilanjutkan. Ujarnya,
"Berhubung dugaan kasus korupsi ini telah menjadi perhatian publik, tentu tidak boleh dihentikan. Karena ketika dihentikan atau belum berproses sesuai ketentuan berlaku, maka publik akan melakukan praperadilan terhadap kasus ini."
Nah!
Menyikapi ini, seminggu kemudian (10 Februari 2021), Kepala Kejaksaan Negeri Manadio, Maryono,SH,MH, lewat Kanal Youtube TV5dotCOM link: https://www.youtube.com/watch?v=Mg7zes05FRo buru-buru menimpali bahwa ia akan segera melanjutkan proses hukumnya pasca pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak.
Maryono,SH,MH juga menghimbau agar semua anggota legislatif yang sudah berstatus sebagai tersangka itu untuk segera mengembalikan uang negara yang mereka ambil. Kalau tidak maka akan dilakukan menyitaan barang dan ada konsekuensinya nanti.
Rada sumir sih pernyataannya.
Tapi yah, kita lihat saja perkembangannya, bagaimana integritas dan komitmen Kejari Manado. Apakah sungguh-sungguh atau sekedar mempermainkan hukum?
Quo vadis?
12/02/2021
*Andre Vincent Wenas*, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H