Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada Serentak: Pro-Lanjut atau Pro-Tunda, tapi Kontra-Batal

24 September 2020   18:45 Diperbarui: 24 September 2020   18:47 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Pilkada Serentak: Pro-Lanjut atau Pro-Tunda, tapi Kontra-Batal*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Tidak ada yang ingin Pilkada Serentak ini dibatalkan. Itu dulu yang mesti dipahami.

Jadi pilihan yang tersisa hanya dua: 1) Tetap dilaksanakan 9 Des 2020, atau 2) ditunda pasca vaksinasi massal yang rencananya awal tahun depan (2021).

Kalau tetap dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020, maka Presiden Joko Widodo tidak perlu mengeluarkan perppu. Tapi kalau mau menunda, ya perlu perppu. Jadi keputusan melanjutkan atau menunda ada pada presiden.

Sekali lagi, bukan membatalkan Pilkada ya. Kita semua kontra batal, pilihannya hanya pro-lanjut atau pro-tunda. Tentu masing-masing pilihan pro ini ada mudarat dan manfaatnya. Tergantung perspektif atau titik pandangnya.

Tergantung bagaimana masing-masing pihak membaca realitas sosial yang ada dan tergantung hasrat masing-masing.

Membaca realitas sosial itu tentu saja mensyaratkan kejujuran, keterbukaan hati dan kecerdasan dalam membaca dinamika sosial yang sesungguhnya terjadi. Dan soal hasrat itu berkaitan erat dengan moralitas (etika), sikap politik serta rasa tanggungjawab sosial.

Repotnya kalau hasrat (birahi atau libido politik) telah melaburi kejernihan pandangan. Kalau birahi (libido) politik sementara kelompok telah begitu menggebu-gebu, akibatnya pembacaan atas realitas sosial menjadi cacat. Implikasi keputusan politiknya pun bisa jadi bengkok.

Banyak perspektif (pertimbangan) yang sudah disampaikan di ruang publik. Mulai dari hak memilih dan dipilih rakyat (hak demokrasi), soal penggeliatan ekonomi (semoga bukan lantaran bertebarannya politik uang dan serangan fajar), soal biaya-tenaga-waktu yang sudah dikeluarkan KPU dan para paslon (termasuk partai politik), dan sebagainya.  Atau yang menyangkut soal keselamatan rakyat banyak dengan risiko besar terpapar covid-19.

Selain isu atau pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, ada hal lain yang juga mesti diantisipasi oleh KPU pada khususnya dan kita semua pada umumnya.

Apa itu? Tingkat partisipasi politiknya.

Karena ini akan berimplikasi pada legitimasi moral-politik terhadap esensi pilkada itu sendiri dan tentu saja pada paslon yang terpilih nanti.

Dalam pilpres dan pileg kemarin tingkat partisipasi politiknya adalah 82 persen. Kabarnya target partisipasi politik pada Pilkada Serentak 2020 nanti adalah 77,5 persen.

Lalu kalau pandemi Covid-19 yang katanya masih terus menaik tingkat paparannya sementara vaksinasi massal belum bisa dilakukan, apakah mereka yang sudah tercatat dalam DPT (daftar pemilih tetap) itu bakal (berani/mau) datang ke TPS?

Sementara pilkades sudah ditunda, namun pilkada yang skalanya lebih besar dan lebih sulit dikendalikan malah lebih berani dilaksanakan.

Kembali ke soal tingkat partisipasi politik. Partisipasi politik yang rendah memang tidak akan membatalkan legalitas hasil pemilihan. Hanya saja akan berimplikasi pada legitimasi moral politik.

Proses demokrasi esensial (deliberatif) yang kita dambakan bersama akan kembali terperosok ke kubangan demokrasi prosedural. Demokrasi pura-pura. Pragmatisme politik jadi seperti lagu lama yang akan terus diputar.

Semoga saja ini tidak terjadi, dan semoga pula Pilkada ini tidak dikotori oleh birahi (libido) politik sementara pihak.

Jadi mesti ada terobosan serta upaya luar biasa dari KPU dan semua stake-holder pilkada untuk menjaga tingkat partisipasi politik yang adekuat.

Okelah, angin keputusan nampaknya adalah Pro-Lanjut dengan Pilkada Serentak di tanggal 9 Desember 2020. Mari laksanakan dan amankan!

Kalau pun nanti, lantaran dinamika sosial yang berkembang, bakal ada penundaan, ya kita juga mesti siap. Tak perlu dipolitisir.

Yang penting Kesehatan dan keselamatan bangsa terjamin, serta proses demokrasi politik yang esensial bisa terlaksana dengan baik (jurdil-luber).

24/09/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun