Termasuk mengimpor mobil atau kendaraan, yang nanti setelah perhelatan selesai boleh dijual lagi. Dan kabarnya hasil penjualan mobil atau kendaraan ini pun tak jelas rimbanya.
Belum lagi hak untuk penyiaran dan promosi macam-macam. Juga dibangunlah Hotel Mulia yang saat itu ijinnya untuk 16 lantai. Tapi kenyataannya menjulang terus sampai 40 lantai. Sempat ada kekisruhan soal lisensi ini.
Ternyata bukan cuma hak monopoli dengan segala macam konsesinya, tapi juga modal awalnya pun dipasok dari duit rakyat. Bambang Tri pun dapat modal dari negara (kabarnya sekitar 35 milyar rupiah, dimana saat itu dollar amrik masih sekitar 2000an perak).
Pendek kata ini seperti berburu di kebun binatang deh... pola bisnis-bisnisan seperti ini memang lazim dilakukan kelompok P3 (putra putri presiden) saat itu. Modalnya dari duit rakyat, dan mesti dapat semacam hak monopoli. Lezat bukan?
Tapi sudahlah, masa itu sudah lewat. Yang belum lewat dan tidak boleh dilewatkan adalah utang-utang mereka yang sekarang jadi piutang negara!
Ayolah Mas Bambang Tri (juga P3 lainnya), segeralah bereskan. Bayarlah kembali kewajiban kalian kepada negara. Jangan jadi pecundang, agar nama besar Pak Harto juga tidak jadi lebih buruk lantaran ulah kalian.
Jangan lupa, Menkeu yang jadi andalan Pak Jokowi ini bukan orang sembarangan. Wanita besi (the iron lady) ini punya tingkat kecerdasan (intelektual maupun emosional) yang di atas rata-rata para mafia ekonomi maupun para maling anggaran.
Anda sudah diberi kesempatan untuk menunggak selama hampir seperempat abad, dan sekarang pun kabarnya Bu Menkeu masih kasih peluang untuk mencicilnya.
Ini khan luar biasa sekali. Kurang apa coba?
Ayolah mulai mencicil. Jangan pecicilan lagi. Ini soal uang rakyat lho.
Kabarnya nilai sekarang sudah triliunan bilangannya. Mas Bambang Tri bisa bayangkan, dengan duit setriliun itu kita bisa bangun atau merehab total 500an Gedung sekolah. Dengan itu, puluhan ribu anak-anak Indonesia di berbagai daerah bisa sekolah dengan kondisi yang jauh lebih memadai.