Pritttt...!!! Ahok jadi peniup peluit, ada yang off-side! Ia pun jadi whistle-blower.
Pertama soal direksi dan komisaris 'titipan'.
Jelas bahwa semua komisaris dan direksi suatu korporasi adalah "titipan". Apa masalahnya?
Tak perlu dipersoalkan. Memang begitulah kepengurusan suatu korporasi bisnis (BUMN, Swasta maupun Korporasi).
Titipan siapa? Ya titipan dari pemegang saham, maupun "stake-holder terkuat". Kalau perusahaan negara yang titipan dari penguasa negara (pemerintah). Kalau swasta ya lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Korporasi bisnis bukan dikelola oleh pengurus yang dipilih lewat pemilu ala pilpres, pileg, pilkada atau pilkades. Dalam korporasi bisnis, ya pemegang saham adalah pemegang keputusan tertinggi (lewat RUPS) untuk menentukan jajaran Komisaris atau Direksi.
Yang jadi soal adalah manakala terjadi apa yang dinamakan 'office-politics' (kasak-kusuk di belakang layar yang tidak transparan) untuk mendudukan seseorang bukan berdasarkan kompetensi dan rekam jejak yang bagus.
Yah semata demi KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) di dunia korporasi. Istilahnya adalah 'office-politics', kegiatan kasak-kusuknya disebut 'politicking'.
'Office-Politics' ini memang menyebalkan dan merusak spirit profesionalisme. Dimana spirit profesionalisme selalu dilandasi etos kerja yang tinggi, transparansi dan akuntabilitas.
Dan suatu 'office-politics' itu selalu melabrak prinsip-prinsip profesionalisme itu (etos kerja tinggi, transparansi dan akuntabilitas).
Itulah yang dipersoalkan oleh Ahok. Bahwa adanya sementara direksi yang kasak-kusuk di belakang layar melobi Menteri. Untuk urusan apa? Dan mengapa tidak dalam koordinasi dewan direksi dan dewan komisaris?