*Kandasnya Pilihan Terbaik, yang Tersisa Hanya Mencegah yang Terburuk untuk Berkuasa*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Apa mau dikata, dalam dinamika politik kontemporer di Indonesia kita kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan yang disebut dengan 'minus-malum'. Yaitu kondisi dimana kita mesti memilih yang paling sedikit buruknya di antara pilihan-pilihan lain yang jauh lebih buruk.
Realitas politik yang menyedihkan memang.
Di sisi lain, kita pun tidak bisa (bahkan tidak boleh) juga untuk golput, karena dengan golput (alias tidak mencoblos) artinya kita sudah memilih juga. Yaitu memilih untuk membiarkan yang terburuk punya kesempatan berkuasa dengan memenangi kontestasi pilkada.
Padahal tugas warga yang berkesadaran politik dalam kondisi 'minus-malum' adalah mencegah yang terburuk untuk berkuasa.
Ini memang pilihan yang pahit. Namun toh harus dilakukan.
Kita bisa memahami kekecewaan yang meluas ini. Adalah sungguh menyebalkan manakala bangsa ini masih terus menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang modelnya 'minus-malum' seperti ini.
Tentu akan sangat ideal jika di dalam suatu kontestasi pemimpin politik kita bisa punya kesempatan untuk memilih yang terbaik di antara pilihan-pilihan lain yang juga baik. The most best among the best, bukan yang the least worst among the worst.
Agak superlatif memang. Tapi bukankah akan jauh lebih indah jika saja kondisi memilih pemimpin politik adalah saat kita memilih yang terbaik di antara pilihan lain yang juga baik kualitasnya.
Kualitas apanya? Ya kualitas karakter dan kompetensi dari figur atau kandidatnya serta kualitas proses rekrutmen politik sejak dicalonkan oleh partai politik. Tidak ada distorsi proses rekrutment dari pusat-pusat kekuasaan yang berbau nepotisme misalnya.