Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bangkitnya Industri Kebugaran sebagai Pemicu Kebugaran Ekonomi Nasional

1 Juli 2020   15:27 Diperbarui: 1 Juli 2020   15:33 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Bangkitnya Industri Kebugaran Sebagai Pemicu Kebugaran Ekonomi Nasional*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Indonesia sempat menargetkan 20 juta wisman (wisatawan mancanegara) di tahun 2020 ini. Dan terhadap target ambisius ini sudah banyak persiapan yang dilakukan.

Mulai dari persiapan mitigasi kerusakan lingkungan dalam mengakomodasi kedatangan jutaan turis ke berbagai destinasi wisata. Sampai persiapan infrastruktur yang memadai agar kenyamanan wisman tersebut bisa terjamin saat menikmati setiap momen keberadaannya di Indonesia.

Pariwisata jadi tumpuan harapan yang bisa diandalkan untuk menghasilkan devisa negara. Namun tak disangka-sangka prahara Covid-19 menerpa.

Kegiatan ekonomi nasional (bahkan global) mengalami stagnasi dimana-mana. Industri pariwisata pun menjadi industri yang paling terdampak.

Social-distancing (mengambil jarak sosial) memang kontrarian dengan industri pariwisata yang justru sangat intensif dengan social-approach (pendekatan sosial). Industri pariwisata kita pun terpuruk.

Tantangan ada, tapi yang lebih penting adalah kita tidak terus menerus bermuram durja. Persoalannya sekarang adalah bagaimana supaya industri pariwisata ini bisa bangkit kembali?

"Wisata bertema wellness jadi tren baru," begitu ujar Y.K.Pang, Ketua Dewan Pariwisata Hong Kong. Maka Dewan Pariwisata Hong Kong memetakan strategi untuk menggerakkan lagi bisnis pariwisata usai pandemi.

Bahkan Dewan Pariwisata Hong Kong pun menyasar segmen pasar muslim yang dinilainya punya potensi besar bagi pariwisata Hong Kong. Dan itu artinya turis asal Indonesia, negara tetangganya yang populasi muslimnya sangat besar.

Mereka sudah menyusun rencana tiga fase yang dirancang untuk menghidupkan lagi pariwisata Hong Kong.

Fase pertama saat ini adalah upaya persiapan rencana pemulihan. Lalu fase kedua nanti saat pandemi Covid dianggap mulai mereda.

Di saat itu Hong Kong akan fokus terhadap pasar lokal untuk mempromosikan suasana positif, yang bisa mendongkrak daya tarik Hong Kong sebagai tujuan wisata.

Pada fase kedua ini, promosi akan digencarkan ke dunia internasional agar wisatawan mancanegara tertarik untuk datang ke Hong Kong.

Pada fase ketiga, Dewan Pariwisata Hong Kong baru akan meluncurkan acara-acara besar, diikuti dengan program kampanye pariwisata baru untuk membangun kembali citra Hong Kong sebagai destinasi wisata.

Wisata wellness atau wellness tourism adalah wisata minat khusus yang bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh wisatawan. Rencananya, setelah wisata domestik bangkit dan kembali jadi primadona seusai pandemi, barulah kemudian perjalanan internasional diprediksi pulih kembali.

Kabarnya Hong Kong berencana melansir program "Jelajah Hong Kong" yang menyasar konsumen muslim Indonesia. Berbagai layanan wisata ramah muslim akan dikembangkan untuk menyambut para turis muslim yang juga bakal datang dari segala penjuru dunia.

Fenomena menarik dari strategi yang diterapkan Hong Kong untuk membangkitkan industri pariwisatanya. Memilih industri wellness (kebugaran) pasti ada maksud strategis sebagai latar belakangnya.

Mungkin saja Hong Kong berharap, kalau saja industri wellness bisa dibangkitkan, maka persepsi publik dunia terhadap kondisi higienis dan kebersihan yang optimal di area Hong Kong pastilah terjamin.

Dan kita tahu juga bahwa perang pemasaran adalah perang persepsi. Manakala persepsi tentang kebersihan dan higienitas suatu tempat (kota atau negara) itu dianggap sudah memenuhi syarat/standar protokol kesehatan maka kekuatiran akan bahaya kontaminasi  Covid-19 di tempat itu akan pupus dengan sendirinya.

Dan ini punya dampak ikutan (multiplier effects) yang cukup besar kepada kegiatan ekonomi dan sosial lainnya.

New normal dengan segala protokol kesehatan yang baku di suatu negara sudah menjadi paritas. Sudah tidak bisa lagi dianggap suatu kemewahan.

Lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri? Bukankah pariwisata Indonesia sudah dicanangkan sebagai primadona penghasil devisa dan kontributor signifikan pada PDB?

Tentu Indonesia mesti segera bebenah diri. Industri wisata adalah industri yang punya dampak ikutan (multiplier-effects) ke banyak industri lainnya. Baik ke industri bintang-lima sampai industri kaki-lima.

Sebagai gerbang pembuka kepada industri lainnya maka industri pariwisata, lewat industri wellness, mesti segera dibangkitkan kembali.

Kita juga tahu bahwa Indonesia punya varian gaya wellness-spa bernuansa tradisional (ethno-wellness) yang jauh lebih beragam. Pilihan destinasinya pun jauh lebih banyak. Mestinya Indonesia bisa bangkit lebih cepat.

Tinggal saja kerjasama yang apik antara pemerintah yang bisa menggulirkan berbagai regulasi yang kondusif serta daya juang para pemain lapangan di industri ini mesti terus menerus dikobarkan.

Segera para pemain lapangan industri wellness-spa Indonesia mesti duduk berkoordinasi dengan pihak pemerintah untuk menyampaikan rumusan masalah yang jelas dan terarah tentang usulan regulasi apa yang perlu dipangkas? Atau regulasi apa yang perlu dibuat untuk mendukung industri wellness lokal?

Dari pihak pemerintah (kementerian pariwisata dan industri kreatif) pun mesti terbuka dan lebih aktif (bahkan agresif) menyerap aspirasi pelaku lapangan di industri wisata. Lalu rumuskan kebijakan yang kondusif.

Apalagi dalam kondisi krisis semasa pandemi ini para pelaku industri pasti akan lebih membutuhkan bantuan pemerintah untuk bersama-sama membangkitkan kembali aktivitas perindustriannya.

Pemerintah bersama seluruh stake-holders (pemangku kepentingan) industri wisata mesti memetakan segmentasi pasar sasaran asal wisatawan, menyusun tahapan (fase) strategi yang komprehensif. Lalu mengeksekusinya dengan segera.

Misalnya, sebelum pandemi, menteri pariwisata Wishnutama pernah menjelaskan spending wisman yang berkunjung di Indonesia kira-kira USD1.220, sementara di Selandia Baru hampir USD5.000 per kedatangan.

Artinya, kualitas wisatawan yang datang ke Selandia Baru lebih tinggi, walaupun jumlah wisatawannya cuma empat juta. Ini soal kualitas wisman.

Data Kementerian Pariwisata pada Februari 2018 mencatat bahwa pengeluaran (spending) turis asing Timur Tengah per orangnya mencapai USD1.918 per kunjungan.

Jumlah spending ini mengalahkan wisatawan dari Eropa sebesar USD1.538/wisman/kunjungan. Sedangkan wisman dari Tiongkok  mengeluarkan USD1.019. Jika urutannya ialah Timur Tengah, Eropa, lalu Tiongkok.

Lalu setelah kondisi pandemi Covid-19 ini apakah ada perkiraan perubahan pasar sasaran? Itu yang mesti dideteksi bersama dengan para pemangku kepentingan industri wisata.

Segmentasi adalah cara kita membaca pasar, dan targeting adalah memilih sasaran yang bisa kita kuasai dengan segala kemampuan yang kita miliki. Kemudian, berdasarkan pembacaan dan pemilihan itu kita menentukan posisi (positioning) seperti apa yang ingin dirumuskan.

Kalau Hong Kong ingin memebangkitkan industri wisatanya lewat wisata wellness, mungkin kita juga bisa mempertimbangkannya.

New normal dengan segala protokol kesehatannya adalah fenomena yang mendunia (global). Pandemi ini telah "mendidik" seluruh penduduk bumi jadi semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan kebugaran.

Muncul kesadaran yang semakin meluas bahwa kesegaran/ kebugaran jasmani bakal meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan bakteri atau virus.

Oleh karena itu, demi bangkitnya industi pariwisata Indonesia, segala protokol yang diperlukan demi kebangkitan industri wisata wellness ini mesti disokong penuh.

Prakarsa bisa dipicu oleh pemerintah (kemenpar) bekerjasama dengan banyak asosiasi di lingkungan pariwisata.

Kita tidak bisa tinggal diam, keep going, moving forward!

01/07/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa

Sumber:

https://republika.co.id/berita/q9h6q9463/emwellness-tourismem-bakal-jadi-tren-baru-usai-pandemik

https://www.kemenparekraf.go.id/index.php/categories/statistik-wisatawan-mancanegara#:~:text=Data%20Kunjungan%20Wisatawan%20Mancanegara%20Bulanan%20Tahun%202019&text=Kunjungan%20wisman%20ke%20Indonesia%20melalui%20seluruh%20pintu%20masuk%20bulan%20Desember,yang%20berjumlah%201.405.554%20kunjungan

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun